Test Footer

Rabu, 01 April 2015

Apotik 24 Jam

 Sudah lebih dari 4 jam Tedi bersama 2 rekannya menunggu didepan pintu kamar UGD (Unit Gawat Darurat) sebuah rumah sakit di kota metropolitan. Rudi teman mereka bersama pacarnya mengalami kecelakaan mobil yang lumayan parah tadi pagi sehingga harus dirawat secara intensif di ruang UGD. Tedi dan 2 rekannya merasa berkewajiban untuk membantu teman karibnya karena pihak keluarga Rudi belum ada satupun yang muncul di rumah sakit. Rudi merupakan anak tunggal dan kedua orang tuanya berada di sebuah negara Eropa Timur sebagai staf kedutaan besar. Sedangkan keluarga-keluarga dekat Rudi masih belum tiba karena tinggal di luar pulau Jawa seperti Pontianak, Tarakan dan Manado. Beruntunglah Rudi memiliki karib seperti Tedi dan 2 rekannya yang lain untuk mengurus keperluannya sewaktu dirawat di UGD.

Seorang perawat keluar dari ruang UGD dan menuju ke arah Tedi sambil membawa sebuah kertas di tangannya. "Mas, ini resep dokter yang harus segera dibelikan obatnya agar teman Mas besok pagi dapat langsung disuntik dengan obat itu.", ungkap perawat tersebut kepada 3 pemuda yang sudah kelihatan lelah.
"Kira-kira di apotik rumah sakit ini obat itu ada nggak, Mbak?", tanya seorang rekan Tedi.
"Kalau ada saya nggak akan minta tolong pada kalian", jawab perawat singkat.
"Yuk, dicari!", ajak Tedi pada 2 temannya.
"Sebentar Mas", cegah perawat itu.
"Kalian yang mempunyai golongan darah sama dengan Rudi sebaiknya tinggal disini, jaga-jaga kalau teman kalian membutuhkan darah lagi dan persedian kami habis", meneruskan keterangannya.
Akhirnya 3 pemuda itu berembuk dan memutuskan agar Tedi saja yang mencari obat dan 2 temannya tetap tinggal.

Tedi mengeluh dalam hati sambil mengendarai mobil, "Cari apotik yang buka jam 1 pagi ini pasti susah, aku nggak seberapa hapal jalan Jakarta lagi".
Setelah berkendaraan selama 10 menit akhirnya dia menemukan sebuah apotik yang masih buka tapi setelah dimasukinya pegawai apotik tersebut menyatakan kalau obat yang dicari Tedi tak ada. Kejadian tersebut berulang sampai 4 kali dengan alasan yang mirip, "obat itu habis", "besok siang baru siap", dan sebagainya. Demi teman yang saat ini tergolek di ranjang UGD, Tedi tak berputus asa meskipun tubuhnya sudah lelah dan ngantuk.

Tanpa berharap banyak Tedi memarkir mobilnya didepan apotik kecil di ujung jalan yang sempit. "Paling-paling nggak ada lagi", pikir Tedy sambil menyerahkan resep obat yang dicarinya kepada pegawai apotik itu, seorang wanita berumur 30-an.
"Silakan tunggu dulu, saya carikan", ucap wanita itu dengan sopan.
Dia mencek dengan komputernya, lalu masuk ke ruangan berdiding kaca transparan yang terlihat penuh laci obat, keluar lagi dan terus masuk ke ruangan tertutup. Wanita itu keluar bersama seorang pria berumur 50-an dengan wajah masih ngantuk.
Sambil mengenakan kaca matanya pria itu berkata pada Tedi, "Dik, obat ini agak langka, menyiapkannya butuh waktu 1 jam dan yang bisa menyiapkan cuma cabang kami yang berada di Depok. Sebaiknya adik langsung aja mendatangi kesana atau kalau adik mau nunggu biar pegawai kami yang ngantar kesini, gimana?".
Langsung dijawab Tedi, "Saya tunggu aja disini, Pak! Capek Pak saya putar-putar carinya! Berapa, Pak?".
Dijawab oleh wanita disebelah pria itu, "Totalnya Rp 536.500,-".
Dalam hati Tedi menggerutu, "Busyet, habis nih sisa gajianku!".

Jam di dinding apotik menunjukkan setengah dua, hawa sejuk pagi masuk melalui jendela apotik membuat Tedi yang baru saja duduk beberapa menit di ruang tunggu menjadi ngantuk. Matanya yang agak sayu mulai menatap wanita yang sibuk di kounter apotik itu, sementara itu pegawai pria yang tadi sudah tak terlihat lagi. Dalam hati Tedi mulai berdialog dengan dirinya sendiri untuk menghilangkan kebosanan, "Kalau diperhatikan cewek itu cakep juga ya, rambutnya hitam panjang, kulitnya sawo matang, wajahnya mirip siapa? oh iya kayak penyanyi yang namanya Memes, tingkah lakunya anggun dan sopan, persis deh, bodinya juga kelihatan oke, bego sekali aku baru menyadarinya sekarang". Tatapan mata Tedi yang semula sayu menjadi berbinar-binar seolah memandang hidangan lezat sewaktu lapar. Rasa ngantuknya lenyap dalam keheningan ruangan apotik yang hanya ada dia dan pegawai wanita itu. Dengan mulai berkurangnya aktifitas pegawai wanita itu, ia mulai merasa kalau sedang diperhatikan. Sedikit curi pandang ke arah Tedi, perasaannya terbukti benar. Pemuda langsing tinggi, 25-an tahun tapi lumayan tampan yang duduk didepannya memandang ke arahnya tanpa berkedip. Tedi akhirnya merasa kalau tatapannya dirasakan oleh wanita itu.

Perhatian Tedi beralih ke barang-barang yang ada di outlet apotik itu. Bangkit dari tempat duduknya sambil membungkukkan badan ia melihat satu persatu barang dalam etalase kaca. Dengan penasaran pegawai wanita itu bertanya pada Tedi, "Mencari apa, Mas?"
"Hanya lihat-lihat kok Mbak!", jawab Tedi, tapi pandangannya tertuju pada sederet kotak kondom dengan berbagai merk dan hal ini tak luput dari perhatian wanita itu.
Perhatian Tedi pada deretan kotan kondom itu begitu nampak karena dia benar-benar lagi membandingkan kelebihan setiap merk kondom dengan lainnya melalui tulisan-tulisan yang ada pada kotaknya. Tanpa malu-malu Tedi bertanya pada pegawai wanita itu, "Mbak, yang merk "A" ini harganya berapa?" yang dijawab pula oleh wanita itu. "Kalau yang "B"?" "Kalau yang "C"?" Semua pertanyaan itupun dijawab oleh pegawai wanita itu. Dengan wajah bingung Tedi menegakkan kembali badannya sambil mendekat ke arah pegawai itu. "Mbak, yang bagus yang mana?" tanyanya lirih dengan wajah lugu. Pegawai wanita itu menjawab dengan menggelengkan kepalanya serta tersenyum malu. Dengan wajah kecewa tak memperoleh jawaban, Tedi membalikkan badan lalu keluar dari apotik itu dan mengambil kotak rokoknya dari sakunya.

Bersandar pada kusen pintu apotik, Tedi menikmati setiap sedotan asap rokoknya. Tanpa disadarinya pegawai wanita tadi sudah ada disampingnya dan mengagetkannya dengan permintaannya, "Mas, boleh minta rokoknya?" Bagai orang dihipnotis Tedi menghulurkan kotak rokok dan koreknya kepada wanita. Tedi merasa kaget campur bingung dan heran menatap wanita disampingnya sedang menikmati sedotan pertama pada sebatang rokok.

"Nggak usah bengong Mas, emangnya kenapa?", tanya wanita itu.
"Ah, Nggak, nggak heran kok, sehari habis berapa Pak biasanya, Mbak?", tanya Tedi sedikit menggoda.
"Saya merokok kadang-kadang aja kok, Mas!", jawab wanita itu.
Setelah itu mereka mengobrol akrab bak 2 orang yang telah lama berkenalan.
"Mas, tadi tanya soal kondom, apa sudah menikah?", tanya wanita itu.
"Belum, makanya saya bertanya, Mbak sudah?", jawab Tedi dan berbalik bertanya.
"Sudah 5 tahun", jawab wanita sambil menunjukkan kekecewaan di wajahnya.
"Wah, sudah pengalaman dong, jadi menurut Mbak, sewaktu suami Mbak pakai kondom yang enak rasanya yang merk apa?", tanya Tedi seakan hal itu menjadi teka-tekinya.
"Apa kamu sudah punya pacar?", tanya balik wanita itu.
Dengan menggelengkan kepala, Tedi menunduk malu seolah sadar bahwa dia menunjukkan keluguannya, lalu dia berusaha menutupinya dengan berkata, "Tapi gini-gini pengalamanku nggak kalah sama Mbak! cuman saya nggak pernah pakai kondom"
"Oh, ya? saya percaya kok", sindir wanita itu.
"Kalau nggak percaya boleh dicoba!", tantang Tedi.

Dengan wajah yang memerah dan tersenyum, wanita itu membuka pintu apotik lalu masuk kembali setelah membuang puntung rokoknya, meninggalkan Tedi seorang diri. Dengan menggeleng-gelengkan kepala Tedi merasa sangat tolol setelah menyadari kalau dia baru saja mengeluarkan kata-kata yang paling bodoh sepanjang pengalamannya berkenalan dengan cewek. Bahkan saat ini dia belum mengetahui nama dan alamat wanita yang baru saja bercakap-cakap dengannya selama 30 menit. Sebuah hasil yang dapat menjatuhkan pamor yang dikenal teman-temannya sebagai seorang yang ahli memperoleh data tentang cewek dalam berkenalan.

Tak lama kemudian Tedi juga kembali masuk kedalam apotik dan mendapati pegawai pria apotik itu telah duduk dimeja counter. Merasa ingin buang air kecil, Tedi menanyakan letak toilet kepada pria itu. Sesuai petunjuk pria tadi, tedi memasuki lorong panjang dalam apotik itu dan akhirnya menemukan kamar mandi setengah terbuka yang kelihatan sangat bersih. Dengan terburu-buru Tedi masuk dan langsung membuka resleting celana jeansnya dan segera mengeluarkan penisnya dari dalam CDnya lalu, "Ah.. Lega rasanya!"

Rupanya Tedi melupakan menutup pintu kamar mandi. Dan karena lagi menikmati buang air kecil dia tak merasakan kalau di belakangnya sudah berdiri pegawai wanita tadi sambil mengamati bentuk dan ukuran penis Tedi yang lagi menyemburkan cairan urine bak ujung selang. Setelah membersihkan penisnya dengan tissu yang ada disampingnya, ia terkejut setengah mati merasakan pundaknya dipegang tangan halus dan punggungnya merasakan geseran dengan 2 benda tumpul yang lunak. Menoleh ke belakang ia melihat wajah pegawai wanita tadi.
Dengan napas lega Tedi berkata, "Kukira hantu, sampai hampir pingsan rasanya!".
"Aku mau buktikan ucapan Mas diluar tadi!", ucap wanita itu sambil tangan kanannya bergerilya memegang pangkal penis Tedi.

Tanpa dikomando burung Tedi langsung mendongkak keatas memberi penghormatan atas rangsangan genggaman halus tangan wanita itu. Diikuti helaan napas yang dalam wanita itu menggeser-geserkan daerah vitalnya yang masih berada dibalik rok dan CDnya ke pantat Tedi. Dengan serta merta Tedi memutar bagian tubuhnya hingga berhadapan dengan wanita itu. Lepaslah genggaman wanita itu pada penis Tedi, tapi pantatnya jadi gantinya, diremas dan ditariknya kearah tubuh wanita itu. Dua bibir saling bertautan, cumbuan dibalas cumbuan, keduanya saling bercumbu dengan gairah yang luar biasa. Dua tangan Tedi menemukan pantat wanita itu dan meremasnya sambil menarik ketubuhnya. Penis Tedi terhimpit dan bergesek dengan bagian depan rok wanita itu tepat pada daerah sekitar alat vitalnya, sementara buah dadanya terhimpit dada Tedi. Di bagian bawah gesek menggesek 2 alat vital yang berlainan jenis menimbulkan efek yang semakin menjadi-jadi meskipun masih terhalang oleh rok dan CD wanita itu. Di bagian tengah dimana gesekan payudara yang semakin mengeras pada dada Tedi juga terhalang oleh BH, pakaian wanita itu dan kaos Tedi. Bagian ataslah yang baru bebas dari segala penghalang, lidah Tedi masuk dalam mulutnya dan mengusap lidah wanita itu dengan liarnya dan dibalas dengan sedotan dari mulut wanita itu, hal ini terjadi silih berganti sementara kedua bibir saling melekat satu sama lainnya.

Selang beberapa waktu terjadi genjatan senjata. Kedua pihak saling melepas halangan yang ada. Pakaian terusan wanita itu sekarang sudah terlepas semua kancing depannya hingga bagian depan tubuhnya terbuka bebas. Celana jeans dan CD Tedi juga sudah sampai kebawah, juga kaosnya yang benar-benar lepas tersampir di gagang pintu kamar mandi sempit yang tertutup. Wanita itu kemudian melingkarkan tangannya kebelakan untuk melepas kancing BHnya, Tedi memanfaat momen itu dengan berjongkok dan mencumbu perut wanita itu sambil melorotkan CD wanita itu hingga lepas. Bersamaan dengan lepasnya BH wanita itu, cumbuan bibir Tedi juga bertemu bibir vaginanya. Desahan dan erangannya merasuki otak Tedi, sedotan mulutnya pada vagina wanita itu diikuti dengan permainan lidah di klitoris.

Kedua tangan bebas wanita itu segera menangkap dan menarik bagian belakang kepala Tedi ke arahnya hingga muka Tedi terhimpit diselakangannya. Sedotan mulut Tedi bertambah kuat bak pompa air yang lagi menyedot sumur. Sesekali wanita itu agak menjongkok dan dengan tarikan kuat pada kepala Tedi hingga juluran lidah Tedi dapat masuk kedalam lubang vaginanya yang paling dalam. Rangsangan hebat yang diberikan Tedi menghasilkan gelombang kejut pada wanita itu, denyut-denyut dinding vaginanya mengantarkan keluarnya cairan kental. Bergelinjang dalam keadaan berdiri membuatnya terhuyung lemas namun beruntung dinding kamar mandi itu telah dekat dengan punggungya hingga tersandarlah punggungnya di dinding. Dekapan Tedi setelah bangkit dari jongkoknya juga membantu wanita itu untuk tetap berdiri sambil bersandar pada dinding kamar mandi.

Dalam dekapan Tedi, mata wanita itu terpejam merasakan kepuasan sesaat, payudaranya menempel pada dada Tedi yang berbulu tipis, dan napasnya yang tadinya terengah-engah mulai teratur kembali. Penis Tedi menempel ketat pada daerah kemaluan wanita itu hingga merasakan kehangatan yang basah. Tedi mulai mencumbu mulut wanita itu dan sedikit demi sedikit diber jalan hingga pergumulan kedua mulut tak dapat dihindarkan kembali. Diikuti gerakan pinggul dan pantat, mengakibatkan geseran penis Tedi pada bibir vagina wanita mulai terasa nikmatnya bagi kedua belah pihak. Lalu wanita itu membuat rangkulan tangan serta usapan di punggung dan belakang kepala Tedi. Terprovokasi oleh rangsangan yang diberikan wanita itu, Tedi mulai sedikit berjongkok hingga ujung penisnya menempel bagian depan lubang vagina lalu dengan gerakan meluruskan kembali kakinya, naik dan masuklah seluruh batang kemaluannya kedalam liang kenikmatan wanita itu yang telah licin dengan tiba-tiba. Kaget oleh sentakan Tedi, keduanya melepaskan ciuman mulut, "Akh..!", jerit wanita itu dengan mulut terbuka dan diikuti dengan desahan, "Ah.. ah.. ah.." ketika Tedi memompa batang kemaluannya kebawah dan keatas. Dua insan berlainan jenis telah memulai hubungan sebadan sambil berdiri dalam kamar mandi apotik yang sempit.

Mulut Tedi mulai menghisap bagian kiri leher wanita itu lalu sesekali pada telinga kirinya. Dengan berputarnya waktu dan berbagai rangsangan yang saling diterima keduanya, wanita itu semakin merasa lemas pada bagian kakinya karena memaksakan diri untuk merengguk kepuasan meskipun telah berorgasme 2 kali. Akhirnya dengan tetap menyandarkan punggungya pada dinding kamar mandi ia meminta tangan Tedi untuk menahan pantatnya lalu mengaitkan kedua kakinya pada bagian belakang kaki Tedi. Sambil membopong wanita itu Tedi tetap melakukan pemompaan batang kemaluannya pada vagina wanita itu. Kekuatan Tedi ada batasnya, akhirnya dilepaskannya kaki kanan wanita itu agar dapat menopang tubuh wanita itu sendiri. Dengan tangan kanan tetap memegang paha kiri wanita itu, Tedi mempercepat gerakan pompanya.
"Aduh Mas aku mau keluar lagi, ssh..", ucap wanita itu sambil menggigit bibir atasnya.
Tedipun segera melepas beban yang sedari tadi ditahannya, penisnya berdenyut hebat dalam liang kenikmatan, menyemprotkan cairan sperma bagai semburan ular berbisa. Merasakan semburan cairan hangat dalam liangnya, wanita itu pun tak kuasa menahan orgasmenya. Keduanya saling berangkulan sampai penis Tedi keluar dari liang kenikmatan dalam keadaan kosong dan lemas. Diakhiri dengan saling ciuman bibir, keduanya membersihkan diri, mengenakan kembali pakaian yang lepas, dan keluar dari kamar mandi.

Tedi melihat waktu pada jam dinding apotik menunjukkan pukul 3 pagi dan setelah menerima obat pesanannya yang baru tiba itu dari pegawai pria apotik itu, dia langsung keluar menuju mobilnya dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga sampai rumah sakit tempat kawannya dirawat. Kemudian dia memberikan obat serta kopi resepnya itu pada perawat jaga lalu duduk termenung di ruang tunggu sambil berusaha mengingat kejadian sensasional di apotik tadi. Lalu dari kejauhan lorong rumah sakit didepannya dia melihat Joni dan Rio, kedua kawannya, keluar dari sebuah ruangan dengan wajah suka cita, diikuti 2 perawat, yang seorang berumur 40-an dan satunya 20-an. Kedua perawat yang berjalan dibelakang Joni dan Rio terlihat sedang membetulkan seragamnya dan berusaha menutup kancing bagian atasnya. Pemandangan ini tak luput dari penglihatan Tedi.

Kira-kira apa yang telah dilakukan Joni dan Rio? Donor darah merah atau putih? Kenapa mereka kelihatan senang sekali? Itulah semua pertanyaan dalam benak Tedi.

Tamat

Antara Yogya Dan Pantai Sanur

Beberapa nama sengaja aku ganti demi menjaga kehormatan serta nama baik orang-orang yang kusebut dalam kisah nyata ini sedangkan nama-nama tempat serta adik sang sutradara adalah benar nama panggilan sehari-harinya.

Para pembaca yang budiman, ini adalah lanjutan kisah pengalamanku yang lalu dari villa Cibodas bersama Mbak Evie.

Yogyakarta, 1978 - Festival Film Asia

Kegiatan shooting film sementara 'break' istilahnya atau istirahat karena hampir seluruh insan perfilman Indonesia dan negara-negara anggota FFA tumpah ruah di Yogya, berarti aku menganggur, tidak ada 'site-income' dari shooting film. Aku terpaksa mencari pekerjaan yang sifatnya Part Time yang berhubungan dengan FFA itu dan kiranya Sang Nasib masih memberiku kesempatan dimana aku mendapat pekerjaan dari satu organisasi pengatur konferensi dan aku ditempatkan di Yogya dimana FFA tersebut dibuka dan bersambung juga di Bali untuk acara penutupannya, aku juga terus mengikutinya.

Selama di Yogya aku bertemu dengan Mas Echa dan Mbak Ranti, mereka tinggal di hotel Ambarukmo dan hatiku berbunga-bunga sewaktu mendengar dari Mbak Ranti bahwa Mbak Evie juga akan datang ke Yogya menyusul mereka 1 hari sebelum upacara pembukaan.

"Dhit, selama Evie ada di Yogya, aku mau kamu yang menemani dia dan bantu dia untuk segala sesuatunya ya, ngerti!, kamu harus atur bagaimana caranya terserah kamu, luangkan waktumu untuknya." demikian perintah tegas Mas Echa kepadaku di depan isterinya, Mbak Ranti.

"Baik Mas, saya akan usahakan supaya saya dapat menemani Mbak Evie." jawabku pasrah dan senang, kalau boss sudah berbicara demikian, yah harus dituruti daripada kehilangan kesempatan kerja lagi dengan Mas Echa serta lebih-lebih lagi kehilangan kesempatan menikmati tubuh montok Mbak Evie yang kebetulan jauh dari Mas Irawan. Kepalaku sempat pusing sejenak, berpikir bagaimana caranya membagi waktu antara pekerjaan untuk dapat uang tambahan dan tempat tidur plus kenikmatan tubuh wanita setengah baya berumur 38 tahun yang bernama Mbak Evie yang cantik dan mempunyai buah dada yang besar, montok dan nikmat itu dan 38A ukuran BH-nya. Sejenak aku terbayang, aku menghisap susunya seperti bayi menikmati ASI.

Siang hari kira-kira jam 11:00, pada hari akan dibuka secara resmi FFA di Yogya, aku sedang berada di lobby hotel Ambarukmo mengurus keperluan beberapa peserta FFA dari Filipina di depan front office desk dengan petugas front office, terdengar di belakangku suara seorang wanita menegurku dengan merdu, "Hai tukang urut yang keren, mana kamar yang khusus pesananku?"Perlahan-lahan aku berbalik, dan di hadapanku berdiri makhluk wanita impianku yang bernama Mbak Evie dengan anggunnya, wajahnya yang manis serta tubuh montok dibalut celana jeans biru tua agak ketat, sepatu model Moccasin merah Maroon serta kombinasi kemeja casual dengan kancing depan terbuka rendah sampai ke dadanya dari bahan blacu putih dan tidak dapat menghindari bentuk buah dadanya yang besar dan montok itu. Di belakangnya tampak Mas Echa dan Mbak Ranti memandang kami berdua dengan tersenyum.

"Mbaak.." kataku bersemangat sambil mengulurkan tanganku untuk bersalaman dan yang terjadi adalah Mbak Evie mengulurkan kedua tangannya ke arahku sambil memeluk leherku serta mencium kening dan kedua belah pipiku. Aku kaget mengalami hal tersebut dan jadi salah tingkah, soalnya ini dia lakukan di depan umum juga Mas Echa dan Mbak Ranti. Aku jadi kikuk dan mungkin ada perubahan di wajahku yang tidak kusadari, tapi Mbak Evie sepertinya tidak peduli dengan tenangnya dia menggandeng tanganku dan menarikku ke arah Mas Teguh dan Mbak Ratih.

"Excuse me gentlemen, I will be back in couple of minutes," kataku dengan hormat kepada delegasi Filipina, mereka mengangguk sambil tersenyum.

Sesampai kami di depan Mas Echa dan Mbak Ranti, wanita cantik ini berkata, "Mas, sudah ketangkap body guard khusus yang Mas janjikan padaku, thank's yaa." celoteh seenaknya Mbak Evie kepada Mas Echa.

"Nah tukang urut keren, tugasmu sudah menanti seperti yang aku bilang kemarin, Oke!" Mas Echa berkata dan sambil memeluk pinggang isterinya mereka meninggalkan kami berdua.

Aku kembali ke front office desk sambil membawa sebuah koper besar milik Mbak Evie, aku mohon maaf serta membereskan masalah peserta FFA dari Filipina yang sempat tertunda gara-gara kedatangan Mbak Evie tadi.

Setelah mendaftarkan serta membereskan hal-hal yang berhubungan dengan administrasi kamar untuk Mbak Evie, kami berdua menuju kamarnya. Sesampai kami di dalam kamar dan room boy telah keluar setelah meletakkan koper, baik Mbak Evie maupun aku sendiri tidak tahan untuk berpelukan melepaskan rasa rindu, maklum sejak kegiatan FFA ini kami berdua tidak bertemu hampir 2 minggu.

"Dhitya sayang.. aku kangen kamu deh," kata Mbak Evie memeluk leherku sambil tidak henti-hentinya menciumi bibir, hidung serta keningku bergantian.

"Aduh Mbaak.. aku juga kangen Mbak.." jawabku tidak mau kalah sambil memeluk pinggangnya yang ramping tapi aku tidak diberi kesempatan olehnya membalas apa yang sedang dilakukannya.

"Maafkan aku Mbak, nggak sempat ngasih kabar sama Mbak soalnya waktuku di sini tersita dengan pekerjaan yang banyak dan hampir tidak mengenal waktu untuk istirahat ditambah lagi aku lebih banyak kerja di luar, maksudku jemput para peserta dari airport Adisucipto, mengantar mereka ke hotel balik lagi terus begitu tiap hari selama 4 hari terakhir ini. Sekarang agak relaks soalnya hampir semua anggota delegasi sudah tiba semua." kataku menerangkan setelah mendapat kesempatan duduk di tempat tidur dan dia duduk di atas pahaku dengan tenangnya, kedua kakinya melingkari pinggangku dan kedua tangannya melingkari leherku dan matanya yang hitam indah itu tanpa berkedip mengikuti dan memandangiku selama aku berbicara dan kedua tanganku menopang ke atas tempat tidur menahan beban indah di depanku.

"Oke sayang, cerita kamu sudah selesai?, sekarang aku mau bertanya, selama di sini kamu tinggal dan tidur di mana?" tanyanya lembut sambil mengusap-usap keningku penuh kasih sayang.

"Oh, di belakang hotel ini, ada satu penginapan sebangsa motel, lumayan murah dan sudah dibayar selama aku tidur di sana oleh perusahaan yang mengontrakku, kenapa Mbak?" jawabku enteng sekenanya sambil mencoba memeluk pinggangnya.

Dia mendorong badanku sehingga aku jatuh tertidur di atas kasur dan tubuh indah itu menindih tubuhku. Dikecup lembut bibirku, dadanya yang montok menekan dadaku dengan lembut.

"Dhitya sayang, mulai malam ini kamu tidur di sini menemani Mbak dan jangan membantah!" katanya memotong cepat pada saat aku baru membuka mulutku untuk menjawab.

Aku jadi bingung bagaimana menjawabnya karena disatu segi aku sedang bekerja dan dilain segi aku sudah dipesan sama Mas Echa untuk menemani adiknya yang manis ini, akhirnya aku menyerah.

"Iya deh.. terserah Mbak bagaimana baiknya, tapi gimana dengan Mas Echa dan Mbak Ranti dan aku harus check out dari penginapan tersebut." jawabku masih bingung.

"Pokoknya aku nggak mau tahu bagaimana caranya kamu check out dari penginapan kecil itu, dan urusan Mas Echa and Mbak Ranti itu urusanku, now you have to take all your belonging from that motel and move here.. Pleaase.." katanya lagi dengan manja sambil mencubit kedua belah pipiku dan mengecup bibirku dengan lembut.

Kami bangkit dari tempat tidur dan setelah pamit aku kembali ke lobby hotel dan aku menemui boss-ku tempat part time aku bekerja. Aku ceritakan bahwa aku diminta oleh Panitia FFA setempat untuk membantu mereka di hotel tersebut dan aku diizinkan untuk tidur di salah satu kamar yang dipakai sebagai ruang sekretatriat panitia, boss-ku setuju saja, beres kan! Aku segera check out dari penginapan yang telah kusebutkan tadi dan memindahkan semua barangku ke kamar Mbak Evie, tidur di hotel Ambarukmo tidak terbayang sebelumnya olehku dengan wanita cantik serta sexy lagi, kapan lagi!

Malam pembukaan FFA berlangsung di Istana Kepresidenan Yogya, dibuka oleh Sri Sultan(alm), dan aku sudah dipesan oleh Mbak Evie sebelum berangkat ke acara pembukaan bahwa selesai atau belum paling lambat jam 22:30 aku sudah harus kembali ke hotel.. mau "diurut nih"?

Sepuluh menit sebelum jam 22:30 aku bisa kembali ke hotel bersama-sama rombongan beberapa delegasi negara peserta, kutelepon Mbak Evie dari front office, "Hallo.." terdengar suaranya yang terdengar malas-malasan itu.
"Selamat malam Ibu Evie.." jawabku pelan menggoda.
"Mmm.. siapa.." jawabnya agak malas.
"Saya Bu.. tukang urut dari villa Cibodas yang dipesan Ibu tadi sore." candaku sambil tersenyum membayangkan ekspresi wajahnya.
"Sontoloyo.. cepetan naik, aku sudah kesel nungguin kamu, Sayang.." katanya mulai bersemangat lagi terdengar suaranya olehku.

Aku naik ke kamarnya, kuketuk pintunya dan pintu pun terbuka dan Mbak Evie-ku yang cantik berdiri di hadapanku sambil menarik tanganku masuk, kututup pintu dengan kaki. Aduh Mak.. dia hanya memakai kemeja tipis biru tua lengan panjang seperti kemeja pria sebatas paha dengan kancing terbuka sebatas dada tanpa celana, kontras dengan kulitnya yang putih dan mulus, dan bukan main! dadanya yang membusung jelas terlihat dengan putingnya membentuk di baju tipis itu. Edan! aku menelan ludah tertegun dan benar-benar pusing kepalaku tujuh keliling menikmati pemandangan yang menakjubkan, menggairahkan serta membuat penisku tegang lebih dari "XX" volt barangkali.

Dia mendekatiku, kami berhadapan face to face, dia melingkarkan tangannya di leherku kemudian bibir yang sensual itu mengecup lembut bibirku sambil menggeser-geserkan susunya yang besar serta montok itu dengan lembut ke dadaku.

"Dhitya sayang, aku kangen kamu.." dia berkata sambil matanya yang hitam menatapku dengan sayu.
"Mbak, aku juga Mbak.. ingin.." jari telunjuknya menutup bibirku sambil dieluskan perlahan.

"Aku tahu Sayang, sekarang kamu mandi dulu supaya segar yaa.. nanti Mbak pesankan teh hangat dan kamu sudah makan belum?" tanyanya lagi.

"Sudah Mbak, nasi gudeg bungkus, pembagian panitia." jawabku dengan datar, habis mau bilang apa lagi, memang itu jatah makan panitia.

Aku mandi dengan air panas, sungguh nikmat mandi air panas di hotel Ambarukmo (aku tidak habis berpikir bisa tidur di hotel mahal), sementara kudengar room service sudah datang mengantarkan pesanan Mbak Evie. Aku keluar dari kamar mandi dengan hanya sepotong handuk membungkus tubuhku sebatas perut sampai di bawah lutut sedikit dan.. "Aduuh sexy benar tukang urutku.." celotehnya dari arah tempat tidur di mana dia membaringkan diri dengan posisi yang membuat penisku tegak seperti meriam si Jagur pada saat aku menoleh ke arahnya. Dia bebaring bertelekan tangan kirinya menahan kepala dengan posisi kaki kanan menumpang ke kiri sehingga baju tipis biru tua itu tersingkap memperlihatkan paha putih mulus dan amat indah bentuknya.

Kemudian dia bangkit dan mendekatiku sambil membawa secangkir teh hangat manis sambil berkata, "Minum dulu Sayang, kamu masih capek belum sempat minum teh manis seperti kebiasaanmu kalau lagi ada shooting, iya kan?" aku menerima cangkir itu dan sambil mencicipi teh tersebut aku tidak sadar bahwa pada saat yang sama Mbak Evie memelukku dan melepaskan simpul handuk yang meliliti tubuhku dan.. "Byaarr.." lepas handuk yang menutupi tubuhku. I am completely naked dan tangan yang mungil Mbak Evie langsung memegang serta meremas lembut penisku yang memang sejak keluar dari kamar mandi sudah tegang gara-gara posisi erotis Mbak Evie di tempat tidur.

"Aduuh Mbak, gimana nih.. nanti tehnya tumpah.." kataku kebingungan, lagi pegang cangkir teh panas, keadaan telanjang bulat, penisku tegang, diremas lagi oleh tangan mungil halus, di depanku ada seraut wajah wanita cantik berbibir merah sensual umur 38 tahun dengan susunya yang membuatku jadi.. "Aduhh, gilaa.. nikmaatt dan gilaa!"

"Minum tehnya pelan-pelan Sayang, nikmati dengan perasaan halusmu, juga tanganku ini kangen dengan burungmu yang 16 cm." jawabnya dengan wajah yang menengadah ke wajahku yang terlihat kebingungan. Kuhirup tehnya dan aku merasakan ada yang aneh di lidah seperti rasa obat, jangan-jangan dicampur sesuatu yang.. aku melihat ke arahnya.

"Kenapa Sayang.. Hhm, aneh rasanya yaa.. jangan kawatir itu hanya Ginseng, obat supaya kamu tidak mudah lelah setelah bekerja seharian. Aku dapat dari Mas Echa yang juga dapat dari temannya produser film Korea, masih ragu?" katanya lagi tanpa melepaskan tangannya yang tetap mengusap serta meremas penisku yang makin tegang dengan suaranya yang manja.

"Aduh maaf Mbak, soalnya aku kan nggak pernah merasakan yang seperti itu sebelumnya, jadi agak aneh saja. Aku kira dicampur obat perangsang.. kalau iya bisa mati aku.. besok soalnya masih banyak kerjaan." jawabku sekenanya sambil tersenyum.

Remasan tangannya yang mungil terhenti sejenak dan terlihat sorotan matanya yang hitam dan tajam.

"Aku nggak suka kamu ngomong begitu.. aku nggak suka pakai obat-obatan itu.. aku suka yang normal-normal saja.. aku suka kamu Dhiet, just the way you are.." jawabnya agak marah.

"Maaf Mbak.. aku minta maaf, aku nggak bermaksud Mbak mau pakai obat-obatan seperti itu, maaf Mbak aku hanya ngomong kok, nggak pa-pa kan?" kujawab agak menyesal sambil terus menghabiskan teh hangat tersebut, kuletakkan cangkir dan sekarang tangan kiriku memeluk pinggangnya yang ramping dan tangan kananku mulai mengusap buah dada besar dan montok di depanku. Kudekatkan wajahku ke wajahnya, kukecup bibirnya yang sensual itu dengan lembut.

"Ooohh.. Dhitya sayang, aku kangen kamu.. sekarang Dhiet, sekarang.." desah Mbak Evie disertai nafasnya mulai tidak teratur.

Perlahan-lahan kutarik tubuhnya mendekati sisi tempat tidur, kuangkat dan kulepaskan baju tipis biru tua yang dikenakannya dan Mbak Evie, oh Mbak Evie.. tubuh telanjangnya begitu mendekati sempurna bagiku, buah dadanya yang besar dan montok serta masih kenyal itu dihiasi puting coklat muda mencuat bergantung lembut, perutnya yang masih agak rata meskipun telah pernah mengandung 2 anak, pinggulnya yang bulat dan padat, pantatnya yang gempal dan agak tinggi, pahanya masih padat dengan bentuk proporsional dengan betis indahnya bagaikan padi bunting dan akhirnya rambut hitam lebat diantara kedua celah pahanya yang indah menutupi vaginanya yang pernah pertama kali membuatku lupa diri di villa Cibodas dahulu. Dan tubuh indah ini ada di hadapanku disertai desahan yang menggairahkan pemiliknya yang jauh lebih tua dari segi umur dariku, menyerah total kepadaku sekaligus memberi banyak pengalaman bagaimana seharusnya dan menikmati serta memberi nikmat, "BERCINTA-SANGGAMA-MAKE LOVE" entah apa lagi namanya itu.

Kupeluk Mbak Evie dengan segala daya dan rasa disertai kecupan-kecupan lembut di bibirnya yang sensual itu. Kurebahkan tubuh indah dan montok itu ke atas tempat tidur dengan hati-hati, matanya yang hitam indah itu terus menerus menatapku dan, "Dhitya sayang.. sekarang.. sekarang Dhit.. aku mau sekaraang.." erangannya halus keluar dari bibir mungil itu sambil kedua tangannya memeluk leher dan kepalaku serta mengusap-usap rambutku yang sesekali terasa direnggutnya dengan mesra.

Kembali kukecup bibirnya, turun ke leher yang jenjang terus turun menjilati dan menghisap bergantian kedua susunya yang menjadi kecintaan serta favoritku yang besar lembut serta kugigit-gigit kecil kedua puting coklat muda itu bagaikan bayi, yaa aku bagaikan bayi yang merindukan ASI, dengan kenikmatan penuh aku menghisap-hisap buah dada yang menggemaskan milik Mbak Evie-ku yang cantik, sementara desahan serta teriakan-teriakan kecilnya terdengar merdu.

"Dhitya.. oohh Dhitya.. isep teruuss susuku itu.. oohh.. enaakk Sayang!" kedua pahanya terasa olehku terbuka dan penisku menyentuh bulu-bulu hitam lebat vaginanya yang terasa mulai basah, kecupanku bertambah buas dan menggila turun ke arah perut, pusar dan berhenti dipucuk rambut penutup vaginanya yang hangat itu. Aku merasakan nikmat tersendiri, penisku tegang berdenyut, perlahan-lahan aku merayap sehingga membuat posisi kami sebagaimana yang disebut "69 Position" samping menyamping. Terasa tangan Mbak Evie menyambut dan kembali meremas serta mengurut turun naik penisku yang makin menegang dan hangat itu. Gila benar lidah tipis nan halus terasa menjilati kepala penisku dan bibirnya yang hangat mulai mengulum senjata kenikmatanku dengan menggairahkan serta bertubi-tubi itu. Aku sendiri rasanya sudah menuju puncak kegilaan menikmati tubuh Mbak Evie dengan permainan mulut dan lidahku, vaginanya kujilat mulai pucuknya, klitorisnya yang membuatnya kesetanan.

"Oohh.. Dhityaa.. mmff.. aahhnngg.." erangannya makin menggila sambil menekan kepalaku diantara kedua pahanya disertai jepitan yang mulai terasa mengeras. Aku tidak peduli lagi, tidak ada siapa-siapa kecuali aku dan Mbak Evie. Mbak Evie menginginkanku dan aku juga secara jujur tergila-gila dengan keindahan serta kehangatan tubuhnya dan kami berdua memang gila untuk bermain cinta.
Cairan hangat mulai keluar dari lubang kenikmatannya yang hangat dan dengan aroma yang khas vagina perempuan, tapi ini lain entah aku tidak tahu lagi mau ngomong apa. Kuhisap, kutelan dengan segala perasaan nikmat yang tinggi dan dia menggelinjang hebat tatkala mulutku, bibirku menyedot habis ke arah lubang kenikmatan vaginanya dengan cengkeraman yang kuat kedua belah pahanya di kepalaku. Gerakannya berputar membuat posisi kami berdua benar-benar dalam keadaan "69 position" dengan dia di atas mengulum penisku dan aku di bawah menghirup, menjilat serta menghisap klitorisnya dengan kenikmatan yang edan.

"Aaahh.. mmff.. Dhityaa sayang.." teriak kecil suaranya bagaikan hendak menangis karena aku tahu pencapaian kenikmatan orgasmenya telah mendekati titik puncak dan "Maass.. akuu.. oohh.." inilah puncak orgasmenya, bibirku, mulutku, lidahku terasa kelu akibat cairan kental hangat memenuhi rongga vagina indah itu disertai jepitan hebat kedua pahanya yang putih, mulus dan montok itu, pinggulnya bergerak ke atas ke bawah dan diam sejenak. Sementara aku bergetar rasanya di ujung penisku yang berdenyut dan aku merasa ngilu yang hebat pada pangkal pahaku sehingga aku tidak tahan lagi.

"Mbaakk.. mmff.." aku tidak kuat menahan lagi. Kedua tanganku melingkar menahan pantatnya yang gempal dan kukecup labia mayora-nya sambil menyedot klitoris mungil itu dan pantatku terangkat ke atas menekankan penisku ke dalam mulut Mbak Evie dan, "Creett.." rasa nikmat dunia yang lain tidak dapat menyaingi apa yang sedang kualami, spermaku muncrat keluar beberapa kali (sampai terasa agak perih pada ujung lubang penisku) Masuk ke mulut sensual Mbak Evie-ku yang cantik, kami sama-sama diam mengejang kaku akibat orgasme bersama dalam permainan oral seks. Aku menjatuhkan pantatku disertai keluhan panjang, dan Mbak Evie berguling tertelentang setelah melepaskan penisku dari mulutnya yang sensual itu. Aku bangun perahan sambil bergeser mendekati wajahnya yang manis terlihat puas dengan mata agak tertutup, aku terus bergeser sampai kami berbaring bersebelahan. Completely naked a pair of man and woman.

"Mbaak.." aku menyapanya dengan lembut sambil mengusap pipinya. Dia membuka matanya dan menengok ke arahku sambil tersenyum manis.

"Oohh Dhitya sayang.. aku sayang kamu.. aku mau kamu peluk aku Dhiitt." jawabnya dengan lirih, langsung kupeluk dia dengan mesra dan dia pun membalas pelukanku dengan kecupan-kecupan lembut di bibirku dan terasa masih ada sisa spermaku sendiri di bibirnya. I don't care. Sejenak kami berpelukan dan akhirnya dia bangun terus menindih tubuhku sambil meletakkan kepalanya di dadaku.

"Dhitya sayang, mengapa kita baru bertemu sekarang yaa, aku seperti nggak merasa lebih tua dari kamu dan aku juga nggak merasa sudah punya anak dua ataupun sudah punya suami sejak apa yang terjadi di villa Cibodas dulu." kata-katanya meluncur dari mulutnya yang mungil itu sambil mengelus dadaku, kemudian diangkatnya kepalanya dan memandangku dengan manisnya serta tangannya sekarang memegang kedua belah pipiku, aku sendiri dari sejak orgasme sudah tidak bisa berkata banyak saking nikmatnya rasa tersebut.

"Aku mau kamu.. aku mau bercinta terus sama kamu.. aku mau sama kamu terus Dhitya sayang.. sikap kamu tidak seperti anak muda lainnya," desahnya dengan lembut.

Aku mencoba memperbaiki posisi tidurku dengan menambah bantal di bawah kepalaku dan sekarang aku dapat memandangnya, kupeluk dia sambil menariknya perlahan hingga wajah kami sekarang berhadapan berjarak kira-kira kurang dari 5 cm. Hidung kami bersentuhan lembut, aroma nafasnya yang harum tercium dengan nikmat di hidungku.

"Mbak Evie yang manis, aku juga sayang sama Mbak.. aku pernah punya pacar 5 tahun yang lalu Mbak dan aku juga sudah bercinta sama dia, tapi mungkin karena dia masih perawan pada waktu itu dan yah namanya juga masih SMP tapi kami akhirnya yaa.. bercinta.."

Sekonyong-konyong Mbak Evie sambil merenggut kepalaku hingga tertegak dalam cengkeramannya,"Kamu perwani dia Dhit.. iya kamu lakukan! Gila kamu!" sergahnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sejenak aku jadi kikuk menghadapi tatapan matanya yang tajam tiba-tiba itu.

"I.iya Mbak.. habis kita berdua sudah kepingin banget waktu itu dan sudah kayak begini ini keadaannya.. kayak seperti kita ini lho Mbak." jawabku bingung kehabisan kata-kata.

Dia memandangku agak lama, sepertinya ada sesuatu yang hendak dikatakannya dan dia tersenyum perlahan dan akhirnya tertawa renyah tertahan.

"Oh Dhitya-ku yang manis, kamu memang benar-benar playboy cap rantang, dasar tukang urut keren, akhirnya bagaimana ceritamu itu.. berapa kali kamu bercinta dengan pacarmu itu." katanya disertai tepukan-tepukan halus di pipiku sambil menggigit-gigit kecil ujung hidungku.

Kuceritakan pengalamanku secara singkat sewaktu aku masih kuliah aktif di tingkat II sambil mengusap punggungnya yang halus serta sekali-sekali meremas pantatnya yang masih gempal itu dan Mbak Evie mendengarkan dengan penuh perhatian diselingi dengan tersenyum manis, menggelengkan kepala, mencubit hidungku juga sesekali menggoyangkan pinggulnya sehingga rambut vaginanya menggesek-gesek penisku hingga mulai tegang perlahan, sepertinya dia terangsang lagi mendengar kisahku bercinta dengan pacarku tadi. Kuakhiri cerita pengalamanku padanya sambil mengecup bibirnya yang indah, dibalasnya dengan ganas dan pinggulnya sekarang benar digoyangkan sedemikian rupa yang membuat penisku benar-benar naik darah lagi dan terasa mulai dijepit diantara bibir vaginanya yang hangat. Tanganku bergerilya ke susunya yang besar dan menggemaskan.

"Oooh Dhitya sayang, aku mau lagi, mau lagi bercinta sama kamu lagi.. aku mau burungmu berada di dalam vaginaku dengan hangat, sayang.. ayo kamu mau kan, nggak capek kan?" katanya manja dan disertai pagutan-pagutan yang mulai garang dan liar itu.

Tanpa banyak bicara kulayani kemauannya dengan membalas kecupannya, lidahku bermain dengan agak kasar di dalam mulutnya sementara dia tetap berada di atas tubuhku, vaginanya digosokkan ke penisku dengan agak kasar juga dengan harapanku terangsang. Memang aku sudah sangat terangsang.

"Dhitya.. oh Dhitya.. aku nggak tahan Sayang.. masukin burungmu sekarang.. sekarang!" jeritnya sendu sambil mengangkat pantatnya serta merta diarahkan ke penisku yang tegak 16 cm itu, dan aku pun memegang dan menempelkan pada lubang kenikmatannya dengan tangan kananku sementara tangan kiriku meremas susu dan putingnya yang mengeras dan nikmat terasa kami berdua waktu penisku amblas ke dalam vagina Mbak Evie yang terasa hangat dan basah serta licin itu.

"Ooohh Dhitya sayaangg, kamuu.. akuu.. puasi aku sayang!" kembali jeritnya tertahan sambil menggoyangkan pantatnya yang bulat dan gempal itu naik turun.. naik.. turun makin cepat.. makin cepat.. makin cepat dan terasa makin licin serta hangat, basah di penisku, denyut-denyut ngilu menggigit di kepala penisku menandakan tanda-tanda orgasme akan mencapai pada puncaknya. Aku mencoba bertahan sambil meremas lembut kedua susunya yang bergoyang dengan hebatnya seiring gerakan tubuh Mbak Evie yang makin liar dan garang itu di atas tubuhku. Tiba-tiba dia menjatuhkan tubuhnya ke atas tubuhku sambil menjepitkan kedua pahanya ke pinggangku dan otot-otot vagina perempuan cantik yang sedang memperkosaku ini menjepit serta mengurut penisku dengan kenikmatan luar biasa rasanya. Dia mencapai orgasme yang kesekian kalinya.

"Aaawww.." teriakku tanpa sadar karena terasa sakit dan pedih di dadaku sebelah kanan yang ternyata digigit oleh Mbak Evie yang mencapai puncak orgasme beberapa detik yang lalu."Ooohh.. nnggmmff, Dhitya sayang.. Dhiitt.." kembali suaranya seperti melolong, jepitan pahanya tidak mengendur dan terasa denyutan ototnya pun tidak berhenti beberapa saat, aku mulai tidak tahan dengan denyutan-denyutan di kepala penisku ini dengan rasa ngilu dan setengah memaksa kupeluk Mbak Evie dan kubalikkan badanku sehingga aku berada di atasnya dengan kedua belah kaki serta pahanya yang menggemaskan itu masih mengelilingi dan menjepit pinggangku.
Aku menggenjot dan memompakan tubuhku, pantatku, dadaku dengan segala daya yang masih ada pada diriku saat itu, kuhujamkan habis-habisan penisku ke dalam vaginanya yang hangat dan nikmat sampai akhirnya, "Mbaakk.. aahh.. mmff.." aku mengerang dan spermaku lepas, mucrat, keluar dengan dahsyatnya di dalam lubang kenikmatan perempuan cantik, putih yang amat menggemaskan itu hingga perih terasa di ujung lubang penisku itu dan untuk kesekian kalinya aku sudah melupakan siapa aku, siapa wanita yang sedang kutiduri ini, di mana kami sedang berada, dalam rangka apa kami di sini, yang ada dalam benakku saat ini adalah nikmat bercinta, nikmat sanggama, enjoying Make Love tidak peduli dengan siapa.

Kami berpelukan dengan eratnya seolah-olah tidak akan dapat terpisahkan oleh apapun, tanpa sadar aku menyusupkan kepalaku sambil menciumi leher jenjang dan putih Mbak Evie, dia pun memeluk erat dan menciumi kepalaku dengan lembut.

Jepitan pahanya mengendur disertai keluhan panjang, kedua betis indah bagai padi bunting itupun terasa lepas dari pinggangku, elusan tangannya tetap membelai punggungku, sementara aku masih tertelungkup di atas tubuhnya seperti anak kecil takut ditinggal ibunya. Hancur rasanya semua sendi-sendi tulangku, habis rasanya semua cairan tubuhku dihisap oleh kekuatan magis tubuh Mbak Evie-ku yang cantik.

Aku bergerak mundur seolah-olah akan melepaskan pelukannya tapi Mbak Evie menahanku sambil berkata, "Jangan dilepas Sayang, aku ingin merasakan burungmu tetap ada disarangnya sampai aku merasa puas, Sayang.. kamu mau kan?" Mbak Evie berbisik di telingaku dengan mesra.

"Dhitya sayang, hey.. kenapa kamu Sayang.." lagi sapanya lembut sambil mengelus pipiku, aku tersadar dan mencoba bangun sambil memutar badanku ke kanan sehingga aku berada di sebelah kanan Mbak Evie dan dia mengikuti gerakanku sambil tetap memelukku seperti memeluk guling, guling hidup yang berpredikat tukang urut.

"Oooh Sayang, dadamu luka Sayang, kenapa? Oh gara-gara kugigit tadi yaa.. maaf.. maaf ya Sayang.. aduh kasihan, sakit yaa.. aduuh maafkan Mbak ya Sayang.. mmuah.." katanya penuh penyesalan sambil mengecup dadaku yang terluka itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Aku meringis menahan pedih sedikit waktu lidahnya yang tipis menyentuh luka di dadaku itu.

Kemudian sambil menyusupkan wajah serta kepalaku di dada yang membusung dan nikmat itu sambil menciumi puting coklat muda yang menjadi kegemaranku itu dan berkata, "Mbaak, aku juga sayang sama Mbak, tapi gimana dengan Mas Iwan dan adik-adik, Mbak?" jawabku dengan manja diselingi mengecup susunya yang montok persis seperti bayi minum ASI.

"Ah kamu nggak perlu mikirin soal itu, Mas Iwan cukup memberikan apa-apa yang kuminta untukku dan anak-anak. Aku juga akan tetap memperhatikan mereka.. sudah ah, nggak usah ngomongin yang begituan, sekarang aku hanya mau sama kamu, mau dekat kamu dan mau bercinta sama kamu, Sayang." katanya sambil menciumi kepalaku dengan lembut.

Malam itu kami bercinta dua kali lagi sampai seluruh persendianku mau lepas rasanya.

Kegiatan FFA berlangsung terus sampai ke Denpasar, Bali dan aku beserta rombongan termasuk Mas Echa, Mbak Ranti, Mbak Evie terbang ke sana. Acara penutupan seperti biasa dihadiri oleh seluruh negara peserta termasuk para aktor, aktris, sutradara, produser berlangsung meriah dihadiri oleh menteri penerangan saat itu Bpk A.M.(alm). Tugasku dapat kuselesaikan dengan baik dan menerima honor yang cukup lumayan untuk tambah-tambah uang ujian dan uang saku.

Hari-hari terakhir FFA di Bali kulalui bersama Mbak Evie dengan mesra, kami menginap di Sanur Beach Hotel sampai dengan malam penutupan FFA. Kami jalan-jalan mengendarai mobil sewaan yang banyak di sana, kemudian kami mencari penginapan sejenis home stay yang menurutku lebih santai dan tidak banyak aturan ataupun formalitas seperti di hotel-hotel berbintang, Mbak Evie menuruti apa permintaanku yang tentu saja aku juga sudah memperhitungkan bahwa hal-hal tersebut tidak akan menyusahkan dia.

Kami mendapatkan satu home stay berbentuk rumah panggung kira-kira 1 meter tingginya dari permukaan tanah yang agak terpisah dengan villa/bungalow/hotel lainnya tetapi cukup bersih, rapi dan jaraknya kira-kira 100 m dari pantai Sanur.

"Oh Dhitya sayang, kamu kok pinter cari tempat seperti ini.. sepi, tenang dan exotis." Dia berkata saat kami berdiri berhadapan bagaikan sepasang kekasih (memang kami sepasang kekasih kok) sambil memandangku di depan halaman tempat kami akan menginap untuk dua hari lagi, tangannya yang putih halus dengan nakalnya mengelus dadaku yang bidang dengan kancing baju terlepas sampai ke perutku, terus turun di balik celana pendek pantai yang baru saja kubeli dari hasil kerja part time, mengelus halus benda di pangkal pahaku yang mulai menegang akibat tangannya yang nakal itu. Aku melihat ke sekitar tempat tersebut, sepi dari lalu lalang orang desa maupun para turis lokal dan mancanegara.

Aku kembali menatapnya dengan tersenyum lembut, kukecup bibir sensualnya sambil tanganku juga bermain menyusup dan meremas susunya yang montok di balik baju casual-nya dengan kancing terbuka sampai ke bagian dada yang seperti kuceritakan sewaktu kami bertemu di Yogya. Dia mendesah merasakan remasan lembut tanganku di buah dadanya yang selalu menggairahkanku, kutuntun Mbak Evie dengan mesra tanpa melepaskan pelukan kami berdua serta tangan kami yang nakal tetap pada tempat kenikmatan masing-masing. Kami masuk ke dalam rumah, terus ke dalam kamar menuju kasur tertutup sprei berwarna biru muda lembut ukuran king size yang terhampar di lantai (kamar exotis tanpa tempat tidur konvensional).

Kembali kami berdiri berhadapan, saling memandang dengan mesra, kemudian dengan hati-hati dan perlahan kubuka kancing baju Mbak Evie yang tersisa 4 buah itu dan dia pun membuka kancing bajuku yang tersisa 2 buah itu, baju kami jatuh ke lantai, tubuhku telanjang sebatas perut diusapnya dengan lembut sambil menatapku dengan matanya yang hitam indah itu. Aku tidak tinggal diam, tanganku dengan hati-hati mencoba membuka BH putih tipis dengan renda halus yang berusaha menyangga buah dada yang besar, indah, putih serta montok seolah-olah akan keluar dari BH tersebut. Akhirnya terlepas sudah penyangga susu yang montok itu terlihat dengan indahnya bergantung lembut mencuat di dada Mbak Evie-ku yang manis. Tanganku menyentuh puting susunya yang berwarna coklat muda dan memilinnya dengan lembut.

"Oooh Dhitya.. Dhitya sayangku.. teruss, Sayang.. teruss.." desahnya berbisik sambil berusaha memelukku dan menempelkan kedua buah dadanya yang besar dan montok itu ke dadaku. Akhirnya kuhentikan permainan tanganku dan menyambut dekapan dadanya yang lembut dan amat menggemaskanku itu. Kepalanya menempel di dadaku sejenak, kemudian dia menengadah menatap ke arah wajahku sambil menyentuhkan dagunya yang lucu di dadaku dan tangannya melingkar di pinggangku, aku pun memeluknya dengan melingkarkan kedua tanganku ke lehernya yang jenjang dan putih itu.

"Mbak Evie sayang.. aku juga mau memperkosamu, now!" kataku sambil agak kasar membuka celana kulotnya serta menjatuhkannya ke lantai, sementara dia tetap memandangku dengan sikap acuh tak acuh dan tetap menempelkan dagunya di dadaku.

"Coba kalau kamu berani.. aku mau lihat keberanian serta kejantanan si tukang urut memperkosaku." jawabnya enteng sambil tersenyum, aku tersenyum juga dan mengangkat tanganku seperti orang menyerah.

"Iya deh, aku menyerah karena aku nggak bisa melakukan itu sama Mbak.." dan tangannya dengan cepat membuka celana pantaiku sekaligus CD-ku dan, "Tuing!" Penisku dipegang, diremas dengan lembut, kulepaskan CD-nya juga dan kami berdua sudah telanjang bulat. Tanganku meremas kembali mainan bayinya yang besar, montok, dihiasi puting coklat muda yang amat menggemaskan serta membuat Birahi Tinggi bagiku.

Keluhannya terdengar panjang dan mendayu-dayu, kedua paha putihnya nan mulus merenggang mencoba agar vaginanya yang hangat itu menyentuh penisku yang sedang dipegangnya. "Dhitya sayang, aku mau make love yang lama ya hari ini sama kamu, yaa.." katanya dan dia menarikku dengan pelan, kami duduk di pinggir kasur sambil berpandangan mesra. Dengan lembut kurebahkan Mbak Evie dan kukecup keningnya, matanya yang hitam indah itu, pipi lembutnya, terus turun ke sudut bibirnya yang sensual, kugigit pelan bibir bawahnya disertai desahan serta tarikan nafasnya terdengar, "Mmmff.." pelukan tangannya di leherku, di kepalaku sambil mengusap punggungku. Dia membalas kecupanku dengan membalas menggigit kedua bibirku sehingga aku terdiam sejenak tidak bisa menggerakan kepalaku.
Dilepaskan bibirku dari gigitannya sambil memandangku tersenyum manis, kusentuh lagi bibirnya yang sensual itu, dia mencoba membalasnya, kuhindari dengan menciumi dagunya yang indah terus turun ke lehernya yang putih jenjang, turun lagi sampai di kedua susunya yang besar, montok dihiasi puting coklat muda yang amat menggemaskan itu. Kukecup puting itu dengan lembut dan mesra.

"Aduuh Dhitya.. teruuss Sayang.. aduuh kamu gila! kamu gilaa!" erangnya nikmat.

Akupun menjadi bertambah nafsu menggumuli buah dadanya yang montok itu secara bergantian kukecup, kuciumi, kujilati, kuhisap dengan keras dan kugigit agak keras saking gemasnya.

"Aaawww.. pelan-pelan Sayang, tapi terus.. oohh.." sahutnya penuh gairah.

Mulutku bergerilya di susunya sampai basah keduanya oleh air liurku. Sementara tanganku menyusup diantara kedua pangkal pahanya yang telah direnggangkan sehingga tanganku, jariku bebas menyentuh, mengusap serta memasuki lubang vaginanya yang mulai basah oleh cairan putih kental dan harum khas itu. Jariku masih bermain di klitorisnya yang lembut dan tangan Mbak Evie mendorong kepalaku ke arah vaginanya, kuikuti kemauannya dan akhirnya kukecup, kujilat kugigit kecil klitoris mungil itu dan tersa cairan hangat meleleh pelan menyentuh bibirku, kujilat dan kuhisap tanpa berpikir panjang.

"Aaahh.. nnggmmff.. aduuhh Sayang aku mau mm.." jeritnya kecil sambil menjepit kepalaku dengan pahanya yang indah dan montok itu disertai renggutan tangannya di rambutku yang agak gondrong. Jepitan pahanya mengendur dan rambutku, dijambaknya pelan sambil menarikku ke arah dadanya yang menantang itu. Tiba-tiba dia bangun sambil memeluk leherku dan berbalik sehingga dia berada di atas tubuhku dan memandangku mesra.

"Kamu memang gila dan pintar membuat aku kewalahan, Sayang.. sekarang aku akan perkosa kamu sampai lemas, loyo.." katanya dengan garang. Mbak Evie memeluk leherku dan mulai menciumi bibirku yang masih basah dari sisa-sisa cairan hangat vaginanya, mulutnya yang mungil menjalar ke dadaku dan kecupan lembut halus menyentuh luka yang sudah mengering bekas gigitannya di Yogya dulu, secara refleks aku bergerak.

"Kenapa Sayang.. masih sakit yaa.. maafkan Mbak yaa.." Dia memandangku dengan menyesal penuh kekhawatiran, aku menggelengkan sambil tersenyum ringan.

Bibirnya kembali menyentuh puting susuku dan lidahnya yang tipis menjilati dan aku menggigil dan serasa lemas tidak berdaya karena ini termasuk bagian yang sensitif dari tubuhku bahkan aku pernah orgasme gara-gara putingku dikecup oleh salah seorang gadis yang pernah menjadi kekasihku semasa SMA dan kejadian ini terulang lagi dan kali ini oleh Mbak Evi-ku dengan segudang pengalaman bercinta, aduh mati aku!

Mulut, bibir serta lidah mungil itu terus menelusuri tubuhku sampai ke penisku yang sudah tegak 16 cm, tangannya dengan lembut mengusap dan meremas penisku itu, aku terpejam menikmati remasan tangan Mbak Evie serta tanganku secara tidak sadar ikut meremas pinggiran kasur dan ada perasaan ngilu pada lubang penisku dan makin hangat, makin hangat. Aku merasa penisku makin hangat dan kepalaku terasa berdenyut, kubuka mataku sambil memandang ke arah Mbak Evie. Dengan garangnya penisku sedang dijiilati dan dikulumnya dengan sikap birahi yang tinggi, sebentar-sebentar terdengar desahan nikmat keluar dari mulut dan hidungnya yang bangir itu. Sang '16 cm'-ku sudah keras rasanya seperti kayu.

Dia bangkit dan merayap di atas tubuhku dan aku pun mengulurkan kedua tanganku menyambutnya dalam pelukan mesra.

"Ooohh Dhitya sayang, sekarang.. sekarang Dhiitt.. now pleaase.." dia berkata dengan suara bergetar dan diangkat pantatnya sehingga rambut hitam lebat yang menutupi vagina terlihat dan aku mengarahkan penisku sambil menyibakkan rambut-rambut itu dan amblas penisku ke dalam lubang kenikmatan Mbak Evie yang langsung terasa hangat dan berdenyut-denyut akibat dari gerakan otot vaginanya disertai teriakan kecilnya, "Aduuhh.. Maass!"

Mbak Evie menjatuhkan tubuhnya yang montok ke atas tubuhku dan susunya yang besar menekan dadaku dengan lembut membuatku bertambah ngilu dan merinding nikmat. Pinggul, pantat yang bulat gempal itu digerakkannya dengan garang serta buas seakan-akan mau menghancurlumatkan penisku yang dijepit diantara celah bibir dan lubang vaginanya sambil mengerang, "Aahh.." mendesah, "Mmmff.." menjerit kecil, "Nnngg.."

Sekali-sekali kecupan bibirnya dengan liar mengunci bibirku dengan lidah tipisnya yang menelusuri lidahku serta kedua tangannya memeluk kepalaku dan sekaligus mencengkeram rambutku. Aku sendiri rasanya tidak bisa kontrol dengan tanganku yang sebentar-sebentar meremas pantatnya yang bulat gempal dan juga kadang-kadang naik untuk meremas rambut panjangnya yang tak pernah lepas dari model kepang satu itu.

Tiba-tiba dia mengangkat kepalanya sambil memandangku sejenak dan perubahan air mukanya yang sambil menggigit bibir bawahnya dia menekankan vaginanya sehingga penisku habis tertelan olehnya disertai jepitan paha pada pinggulku dan jeritannya yang beberapa saat keluar dari mulut yang mungil itu dengan cepat kututup dengan tanganku karena kalau tidak akan terdengar keluar dan, "We are dead!"

Mbak Evie menjatuhkan kembali kepalanya di dadaku sementara rasa ngilu di ujung kepala penisku makin bertambah dan dengan kasar kubalikkan badanku sehingga aku berada di atas tubuhnya, segera aku pun menggerakkan pantatku naik turun dengan irama cepat serta putaran pinggulku yang ikut menjadi kasar dan garang.

"Oohh.. oohh.. aahh.. Mbaakk, akuu.. akuu.." sambil memeluk dadanya.
"Iyaa.. oohh.. iyaa Sayangg.. iyaa aahh!" sergahnya, desahannya dan akhirnya kami saling merengkuh, saling berpagut bibir dengan buas, jepitan pahanya mengeras, pahaku meregang dan, "Srroott.." spermaku, cairan nikmatnya saling keluar membasahi penisku dan lubang vaginanya.Rasanya lama kami berpelukan menikmati luar biasa Together Orgasme. Nafasku dan dan nafas Mbak Evie yang cantik terdengar tersengal-sengal beberapa saat. Luar biasa kali ini kami bermain cinta, hari masih pagi kira-kira jam 09:00, di tempat yang agak sepi lebih kurang 100 m dari pantai Sanur, hampir 1 jam aku bercinta dengan Mbak Evie dan kami bebas serta jauh dari semua orang yang kami kenal selama ini.

Aku bergerak ingin melepaskan tindihan tubuhku dari tubuh Mbak Evie tapi begitu aku memutarkan tubuhku dia memelukku dengan kaki yang dilingkarkan ke pinggangku seraya berkata, "Ngg.. jangan dilepas, jangaann.. aku nggak mau dilepas Dhit, biarkan kayak begini.. aku masih mau burungmu di dalam sarangku yang lamaa sekali.."

"Aku lemes banget Mbak.. dan lapar sekali, hanya telor setengah matang kan yang aku makan tadi pagi sebelum mengantar Mas sama Mbak Ranti ke airport." jawabku sambil mengelus puting coklat muda kegemaranku.

"Salah sendiri.. siapa suruh nggak sarapan.. rasakan akibatnya." celotehnya manja sambil menyusupkan wajahnya di dadaku.

Aku tersenyum sambil berbisik halus di telinganya, "Mbak Sayang, Dhitya tukang urut, playboy cap rantang.. lapaarr Mbak." Sambil meniup halus kupingnya, Mbak Evie menggelinjang dan mengangkat wajahnya sambil tertawa renyah, dia mengecup bibirku lembut dan mengusap pipiku mesra.

"Iya deh.. kita mandi dan cari makanan yaa, yuuk!" katanya seraya melepaskan pelukannya dan burungku keluar dari sarangnya.

Kami mandi membersihkan diri, saling menyabuni tubuh kami, saling siram menyiram dengan santai dan mesra. Hari itu kami berdua lewatkan dengan makan dan minum, jalan-jalan di pantai bergandengan tangan dengan sikap mesra dan masa bodoh dengan orangan-omongan di sekitar kami, tidur berpelukan sampai sore hari.

Malam hari kami makan di restaurant yang terdekat kemudian pulang sambil menyusuri pantai sampai dekat home stay, dia menahan langkah.
"Sayang.. kita berenang yuuk.." katanya sambil memandang ke arah laut kemudian menoleh ke arahku dengan senyumnya yang manis.
Aku termenung sejenak memikirkan sesuatu sambil membalas tatapan mata hitam yang indah itu.
"Oke.. tapi dengan syarat.." jawabku sambil memandang dan memegang kedua lengannya itu.
"Apa syaratnya Dhiet?" katanya lagi dengan wajah bertanya-tanya.
Tanpa menjawab kugandeng tangannya dan kami berjalan menuju villa.
"Apa dong syaratnya, Sayang.. ayo jawab." katanya lagi sambil menggoyangkan tangannya yang kucekal lembut dengan suara penasaran. Aku tetap tidak memberikan jawaban tapi tersenyum sambil berjalan memandanginya menuntun ke arah villa.

Kami kembali keluar villa dengan masing-masing membawa handuk besar dan lebar, aku mengenakan celana pendek pantai yang lebar dan plong dan Mbak Evie juga mengenakan celana pendek pantai yang lebar dan plong dan kaos tanpa lengan yang plong juga, sambil bergandengan tangan kami berjalan berpelukan pinggang menuju pantai. Handuk kutebarkan berdampingan sebagai alas duduk/tidur, pantai Sanur di bagian kami tinggal telihat dan terasa sepi dari pengunjung, ada satu dua turis bule lalu lalang dan seperti biasa mereka acuh tak acuh dengan keadaan sekitarnya.

Malam yang indah dengan langit terang berbintang, kami berdua berenang dengan baju lengkap seperti yang kuceritakan di atas, berendam, saling menyiramkan air ke tubuh dan wajah masing-masing. Kutangkap tubuhnya yang menggemaskan dan kutarik ke tempat yang agak dangkal sehingga air hanya sebatas pantat kami, di bawah langit yang bersih serta bintang-bintang menyinari keremangan laut dan pantai, kami saling pandang dengan mesra, terlihat dalam keremangan itu Mbak Evie dengan rambut dilepas tergerai basah, wajahnya yang bersih dari segala macam make up, polos tapi tetap cantik, kaos tanpa lengan basah memperlihatkan lengannya padat menempel rapat ke tubuhnya yang indah, montok dan buah dada yang besar serta puting yang tercetak jelas pada bagian depan kaos yang dikenakannya karena dia tidak mengenakan BH serta celana pantai tipis yang menekan rapat pantatnya, pangkal pahanya menonjol jelas karena dia juga tidak mengenakan CD, itulah yang kumaksud dengan plong! dan itu yang menjadikan Syarat yang kuutarakan kepadanya waktu kami berjalan menuju villa.

Aku tertegun sejenak dan penisku mulai tegak dan jelas terlihat, tercetak di balik celana pantaiku yang plong karena aku juga tidak memakai CD, cukup fair dan cukup membangun birahiku dan juga Mbak Evie, aku yakin. Gila benar, aku tidak tahan dan memeluk pinggangnya.

"Mbak.. cantik sekali deh, Mbak.. aku rasanya nggak mau pisah sama Mbak." kataku lembut sambil mengeratkan pelukanku.
"Iya Sayang.. aku juga nggak mau pisah sama kamu, aku mau kamu menemaniku teruus." jawabnya sambil memandangku.

Perlahan wajah kami saling mendekat dan tanpa menunggu reaksinya yang lain kukecup bibir sensual itu, dibalasnya dengan memainkan lidahnya yang pernah membuatku tersengal-sengal di hotel di Yogya sambil tangannya mengusap dan meremas penisku di balik celana pantai yang tipis. Buah dadanya yang besar dan menggemaskan menempel lembut di balik kaos tanpa lengan tipis karena basah, aku tidak tahan, seluruh badanku gemetar saat berpelukan dengan Mbak Evie dalam keadaan basah seperti ini. Gila! aku merasa terangsang hebat dengan kondisi tubuh indah Mbak Evie dalam keadaan ini.

"Mbaak.. aku mau.. aku nggak tahan Mbaakk.. oohh!" kulepaskan kecupan bibirku dari bibirnya yang sensual dan memeluknya erat sementara tangannya dengan lembut dan mesra terus meremas membelai penisku yang mulai terasa ngilu di bagian kepalanya.

"Iya Sayang.. aku juga mau sekarang Dhiiett..!" bisiknya di telingaku dengan desahan yang menggemaskan.

Kembali kukecup bibirnya yang sensual sambil menariknya ke arah pantai pasir putih yang hanya berjarak 10 m dari tempat kami berdiri. Kurebahkan tubuhnya di atas handuk yang sudah kami tebarkan di atas pasir, kupandangi matanya lembut dan kukecup bibirnya dengan sedikit kasar. Aku tidak tahan, tanganku meremas buah dadanya yang besar dan kenyal itu tanpa membuka kaos tipis basahnya, dia memegang kedua belah pipiku sambil membalas kecupan garang dariku. Tanganku turun terus mengusap pahanya sambil mencoba menaikkan celana pantainya yang memang seperti rok itu dan tanganku menyentuh rambut lebat vaginanya yang tidak memakai CD seperti yang kuceritakan di atas. Kuusap belahan bibir hangat dan akhirnya klitorisnya yang mungil dengan lembut tapi dengan penuh nafsu.

"Ooohh Dhitya sayang.. teruuss.. aahh.." desahnya lembut sambil memeluk dan mengelus rambutku yang basah.
"Mbaakk, sekarang Mbaakk, aku nggak tahan lagi Mbaak!" kataku kehilangan kontrol.
"Iyaa Sayaang, aku mauu sekaraanngg.. ayoo.." katanya sambil membuka kedua pahanya.

Kuturunkan celana pantaiku dan penisku tegang 16 cm! Kemudian dengan nafas agak tersengal-sengal kuangkat kaki celananya yang memang longgar seperti rok itu dan kuarahkan penisku ke lubang vaginanya dengan perasaan sebab di pinggir pantai itu agak gelap hanya keremangan cahaya bintang saja yang ada.

"Ooohh Sayang.. ayoo masukkan burungmu itu cepaatt.. aku nggak tahan lagii.." erangnya sambil mencoba menekan pantatku seraya membuka pahanya lebih lebar dan amblas penisku ke dalam lubang vaginanya yang hangat dan terasa rambutnya yang basah menempel di perutku. Dia mendesah nikmat di balik kecupan buas bibirku yang sudah hilang kontrol. Edan! kami bercinta dengan dahsyat di pantai pasir Sanur, malam hari dibawah cahaya bintang-bintang, dengan badan basah asin air laut, tanpa melepas celana masing-masing.

Penisku masuk lewat salah satu kaki celananya tanpa dibuka, turun naik di dalam vaginanya yang hangat tanpa halangan apapun. Goyangan pinggul dan pantatnya yang membuat penisku terasa diurut oleh super otot dengan kuatnya. Aku mencoba meremas buah dadanya yang besar dan montok itu yang masih tertutup kaos tipis dengan putingnya terasa mengeras. Tiba-tiba kegilaanku muncul sesaat, kucengkram kaos tipis tanpa lengan dan dengan sekali sentak (sentakan tukang urut man!) "Breett..", robek dan muncullah pemandangan yang menggemaskanku, payudara, buah dada, susu Mbak Evie dengan puting yang menggairahkan langsung kujilati, kuhisap, kugigit-gigit dengan nafsu birahi tinggi dan gemas, sambil tetap menggenjot vaginanya dengan irama yang berubah-ubah diselingi oleh desahan-desahan nikmat Mbak Evie. "Ooohh.. aahh.. mmff.. Dhiieet.. ohh.. oohh.. teruuss sayaang!"

Entah berapa lama kami bersenggama dengan posisi lotus itu (menurut KAMASUTRA) dengan segala gerakan yang berusaha memuaskan diri masing-masing. Aku merasa badanku ngilu, bergetar hebat, kedua kakinya dilingkarkan ke pinggangku dan mulai terasa menjepit dan penisku terasa dijepit otot-otot vaginanya dengan kuat disertai desahan-desahan keluar dari mulutnya sanbil menciumi ubun-ubunku karena aku sedang menyusu bagaikan bayi minum ASI yang segar dan penuh air susu itu.

"Mmmff.. oohh, Dhiieett.. oohh.." erangnya dan aku merasa akan mencapai klimaks tidak lama lagi, kulepaskan kedua puting susunya dan kembali kukecup bibirnya yang sensual dengan ganas sampai nafasnya tersengal-sengal.

"Mbaakk.. aku nggak tahaann, Mbaakk.." jeritku tertahan sambil menyusupkan kepalaku di lehernya yang putih jenjang. Mbak Evie memelukku dengan hangat dengan kedua tangannya sambil mengecup kepalaku.

Tiba-tiba jepitan kedua belah pahanya menguat menjepit pinggangku disertai cengkraman tangan dan jari-jarinya di leherku, di kepalaku, di rambutku yang agak gondrong dan basah itu dan, "Aaahh.. Dhiieett.. akuu.." jeritnya tertahan, penisku terasa ngilu, hangat, basah dan berdenyut. Mbak Evie-ku yang manis mencapai orgasme dan beberapa saat kemudian terasa perih di lubang penisku dan, "Crroott.. crroott.. croott.." entah berapa banyak spermaku juga cairan kenikmatan Mbak Evie saling menyemprot di dalam vaginanya yang gila benar nikmatnya. Kami berpagut dengan ketatnya seolah tidak akan terlepas selamanya.

Gila! Edan! Nikmat! Orgasme bersama di tepi pantai Sanur, dibawah keremangan cahaya beribu bintang. Aku, pemuda lajang berumur 27 tahun bersama Mbak Evie, wanita ibu rumah tangga berumur 38 tahun bercinta dengan kegilaan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata yang jauh dari semua orang yang kami kenal dan kami cintai sebelum kami bertemu.

Sejenak kami masih belum saling melepaskan pelukan kami masing-masing, kami masih menikmati kebersamaan kami tanpa memikirkan di mana kami berada, pakaian basah kami yang masih melekat atau entahlah. Aku bergeser melepaskan diri, penisku masih tegang segera kunaikkan kembali celana pantai yang masih basah menutupinya dan berbaring memejamkan mata di sebelah Mbak Evie yang juga berputar menghadap ke arahku sambil berusaha menutupi payudaranya, buah dadanya, susunya yang sudah menjadi milikku setiap kali kami bercinta itu dengan mencoba menarik kaosnya yang robek.

"Dhitya sayang.. aku cinta kamu.. aku.." katanya pelan dengan sebelah tangannya dia mengusap bibirku sementara aku masih memejamkan mata mencoba menikmati apa saja yang baru terjadi dengan diriku. Sambil masih terpejam mataku, kuraih tangannya yang lembut itu, kukecup pelan, aku berputar menghadapnya dan membuka mataku memandangnya sambil tersenyum.

"Mbak Evie yang manis, mari kita jalin hubungan kasih ini tanpa meninggalkan orang-orang yang kita cintai sebelum kita berdua bertemu, Oke Mbak?" sahutku lembut sambil tetap menggenggam tangannya, dia mengangguk lembut juga sambil tersenyum sementara tangan yang satu tetap memegang ujung kaosnya untuk menutupi itu, payudara indahnya. Aku bangkit sambil membereskan alas handuk kami, dia masih terduduk memandangku dengan sayu, kuulurkan tanganku yang segera disambutnya, kutarik perlahan dan dia berdiri. Kututupi tubuh yang basah itu dengan handukku dan sambil berjalan menuju villa kami berpelukan di mana kepalanya disenderkan ke dadaku.

Malam berikutnya kami lewati dengan menikmati jalan-jalan, belanja oleh-oleh untuk Cempaka dan Melati, kedua puteri Mbak Evie, makan, medengarkan musik di beberapa pub/kafe kemudian pulang dan bercinta, bercinta dan bercinta seolah tiada habisnya.

Kesokan hari kami kembali ke Jakarta, dan seperti biasa aku laporan sama Mas Echa dan Mbak Ranti tentang apa yang diminta Mas Echa selama aku menemani Mbak Evie dan tentu saja 'Petualangan Bercinta' kami berdua tidak pernah keluar dari mulutku or I'M DEAD MAN.Hubunganku dengan Mbak Evie berlanjut sampai dengan tahun 1980 dalam konteks pembuatan film bersama Mas Echa dan juga hubungan 'Istimewa'.

Setelah aku lulus berkat bantuan Mas Echa sekeluarga, aku bekerja di bidang perminyakan. Dan perpisahan yang tak terelakkan dengan Mbak Evie karena Mas Irawan mendapat tugas dari perusahaannya ke Jepang selama 3 tahun yang mana mereka bermukim di sana lebih dari 3 tahun. Hubungan kami terputus total, tidak ada surat menyurat, telepon maupun komunikasi lainnya. Salah satu pengalaman yang amat berkesan bagiku, Mbak Evie.. oh Mbak Evie!

Tamat

Antara Ibu Pacarku Dan Tantenya

Namaku Donny, umur 18 tahun, wajahku cukup tampan dan tubuh atletis karena aku memang suka olah raga, tinggi 175 cm. Aku dilahirkan dari keluarga yang mampu. Tapi Aku merasa kesepian karena kakak perempuanku kuliah di Amsterdam, sedang kedua orang tuaku menetap di Bali mengurusi perusahaannya di bidang garment, mereka pulang sebulan sekali.

Saat ini aku kelas II SMU swasta di kota Surabaya. Perkenalanku dengan pacarku, Shinta setahun yang lalu. Di sekolah kami, dia memang kembangnya kelas II IPS, banyak cowok yang naksir padanya tapi dengan sedikit kelebihanku dalam merayu cewek, maka aku berhasil menggaetnya. Sebenarnya dia termasuk type cewek yang pendiam dan tongkrongannya biasanya di perpustakaan, karena itu dia sering dapat rangking kelas.

Keluarga Shinta termasuk keluarga yang kaya. Ayahnya, Pak Har berumur 54 tahun masuk jajaran anggota DPRD sedang ibunya, Bu Har yang nama aslinya Mustika berumur 38 tahun, orangnya cantik, tingginya sekitar 164 cm, kulitnya putih, dia asli Menado, rambutnya sebahu, orangnya ramah dan berwibawa. Kesibukannya hanya di rumah, ditemani oleh tantenya Shinta yaitu Tante Merry, berumur 30 tahun, orangnya seksi sekali seperti penyanyi dangdut Baby Ayu, tingginya 166 cm. Dia baru menikah 3 tahun yang lalu dan belum mempunyai anak, sedang suaminya Om Nanto adalah pelaut yang pulang hampir 3 bulan sekali.

Dalam masa pacaran boleh dibilang aku kurang pemberani karena memang Shinta orangnya selalu memegang prinsip untuk menjaga kehormatan karena dia anak tunggal. Dia hanya mengijinkan aku untuk mencium pipi saja, itu juga kalau malam minggu.

Sebenarnya aku bukanlah orang yang alim, karena kawan-kawanku Andi, Dito dan Roy terkenal gank-nya Playboy dan suka booking cewek, maka sebagai pelampiasanku karena pacarku orangnya alim aku sering mencari kesenangan di luar bersama teman-temanku, rata-rata dari kami adalah anak orang gedean, jadi uang bagi kami bukanlah soal, yang penting happy.

Suatu hari, tepatnya minggu sore kami berempat pergi ke Tretes dan rencananya akan menyewa hotel dan booking cewek. Sesampainya di sebuah hotel, kami segera ke receptionis, kami segera memesan 2 kamar, saat itu aku hanya duduk di ruang tunggu dan mengawasi Dito dan Andi yang sedang memesan kamar.

Tiba-tiba pandanganku jatuh pada perempuan setengah baya yang berkacamata hitam di sebelah Dito yang sepertinya lebih dulu mau memesan kamar. Aku seperti tak percaya, dia ternyata Tante Tika (Mustika) ibunya Shinta dan yang bersamanya seorang pemuda yang aku sendiri tidak kenal. Mereka kelihatan mesra sekali karena tangan pemuda itu tak mau lepas dari pinggang Tante Tika. Timbul niatku untuk menyelidiki apa sebenarnya tujuan Tante Tika datang ke hotel ini. Setelah mendapat kunci, mereka kemudian melangkah pergi untuk menuju kamar yang dipesan. Lalu aku menguntitnya diam-diam, pada Roy aku pamit mau ke Toilet. Ternyata mereka menuju ke kamar Melati no.3 yaitu salah satu kamar VIP yang dipunyai oleh Hotel itu.

Kemudian aku balik lagi ke teman-temanku, akhirnya mereka mendapat kamar Mawar no.6 dan 7 kebetulan lokasinya saling membelakangi dengan Kamar Melati, dan dipisahkan oleh parkiran mobil. Tak lama kemudian, Roy dan Dito pergi mencari cewek. Sambil menunggu mereka, aku iseng-iseng pergi ke belakang kamar. Saat itu jam 18:00 sore hari mulai gelap. Kebetulan sekali di Kamar Melati pada dinding belakang ada ventilasi udara yang agak rendah. Dengan memanjat mobil Roy, aku bisa melihat apa yang terjadi di dalam kamar itu. Ternyata Ibu pacarku yang di rumah kelihatan alim dan berwibawa tak disangka selingkuh dengan pria lain yang umurnya jauh lebih muda darinya. Keduanya dalam keadaan telanjang bulat, posisi Tante Tika sedang menaiki pemuda itu sambil duduk, kemaluan Tante Tika terlihat tertusuk oleh batang kejantanan pemuda yang sedang terlentang itu. Aku jadi ikut horny melihat dua sosok tubuh yang sedang bersetubuh itu. Wajah Tante Tika kelihatan merah dan dipenuhi keringat yang membasahi kulitnya. Nafasnya terengah-engah sambil menjerit-jerit kecil.

Tiba-tiba gerakannya dipercepat, dia berpegangan ke belakang lalu dia menjerit panjang, kelihatannya dia mendapat orgasmenya lalu badannya ambruk menjatuhi tubuh pemuda itu. Kelihatannya pemuda itu belum puas lalu mereka ganti posisi. Tante Tika berbaring di ranjang, kakinya di buka lebar lututnya dilipat, dengan penuh nafsu pemuda itu menjilati liang kewanitaan Tante Tika yang sudah basah penuh dengan cairan maninya. Ibu pacarku itu mengerang-erang manja. Setelah puas dengan permainan lidahnya, pemuda itu kembali mengarahkan batang kejantanannya ke bibir kemaluan Tante Tika lalu dengan mudah, "Blueess.." Kejantanan pemuda itu sudah amblas seluruhnya ke dalam lubang kemaluan Tante Tika. Aku melihatnya semakin bernafsu sambil mengocok kemaluanku sendiri, aku antusias sekali untuk menikmati permainan mereka. Pemuda itu terus memompa batang kejantanannya keluar masuk lubang kemaluan Tante Tika sambil tangannya meremas-remas payudara perempuan itu yang berukuran lumayan besar, 36B. Pinggulnya bergoyang-goyang mengimbangi gerakan pemuda itu.

Sekitar 6 menit kemudian pemuda itu mengejang, ditekannya dalam-dalam pantatnya sambil melenguh dia keluar lebih dulu, sedang Tante Tika terus menggoyangkan pinggulnya. Tak lama kemudian dijepitnya tubuh pemuda itu dengan kakinya sambil tangannya mencengkeram punggung pemuda itu. Kelihatannya dia mendapat orgasme lagi bersamaan dengan muncratnya mani dari kemaluannya. Lalu kusudahi acaraku mengintip Tante Tika, Ibu pacarku yang penuh wibawa dan aku sangat mengagumi kecantikannya ternyata seorang Hiperseks. Ada catatan tersendiri dalam hatiku. Aku sudah melihatnya telanjang bulat, hal itu membuat terbayang-bayang terus saat dia merintih-rintih membuatku sangat bernafsu hingga timbul keinginan untuk dapat menikmati tubuhnya. Paling tidak aku sekarang punya kartu truf rahasianya.

Acaraku dengan teman-teman berjalan lancar bahkan saat menyetubuhi cewek yang bernama Ani dan Ivone justru aku membayangkan sedang menyetubuhi Tante Tika hingga aku cepat sekali keluar. Aku hanya melakukan sekali pada Ani dan dua kali pada Ivone, sedang teman-temanku melakukan sampai pagi tak terhitung sudah berapa kali mereka mendapat orgasme. Aku sendiri jadi malas untuk bersetubuh dengan mereka karena saat ini aku malah terbayang-bayang dengan keindahan tubuh Tante Tika.

Jam 10 malam setelah berpakaian, aku keluar dari kamar. Kubiarkan ketiga temanku mengerubuti kedua cewek itu. Kunyalakan rokok dan duduk di teras kamar, rasanya udara di Tretes sangat dingin. Kembali kutengok kamar melati no.3 dari ventilasi, kelihatan lampunya masih menyala berarti mereka belum pulang, lalu kuintip lagi dari jendela ternyata mereka sedang tidur saling berpelukan.

Tiba-tiba aku ingat Tante Tika selalu bawa HP, aku sendiri juga kebetulan bawa tapi aku ragu apakah HP-nya diaktifkan tapi akan kucoba saja. Begitu ketemu nomernya lalu kutekan dial dan terdengar nada panggil di dalam kamar itu. Tante Tika terbangun lalu buru-buru mengangkat HP-nya, dia sempat melihat nomer yang masuk.

"Haloo.. ini Donny yaa, ada apa Doon..?" kata Tante Tika dari dalam kamar.
"Tante sedang di mana..?" tanyaku.
"Lhoo.. apa kamu nggak tanya Shinta, hari ini aku kan nginap di rumah neneknya Shinta di Blitar, neneknya kan lagi sakit.." kata Tante Tika beralasan.
"Sakit apa Tan.." tanyak berlagak pilon.
Dia diam sejenak, "Ah nggak cuman jantungnya kambuh.. tapi sudah baikan kok, besok juga saya pulang," katanya pintar bersandiwara.
"Memangnya kamu, ada perlu apa..?" tanya Tante Tika.
"Maaf Tante.. tapi.. Tante jangan marah yaa..!"
"Sudah katakan saja aku capek nih.. kalau mau ngomong, ngomong saja.. aku janji nggak akan marah," kata Tante Tika.

"Tante capek habis ngapain..?" tanyaku.
"E..e.. anuu tadi mijitin Neneknya Shinta.." katanya gugup.
"Bener Tante..? masak orang sakit jantung kok dipijitin, bukannya mijitin yang lain..?" kataku mulai berani.
"Kamu kok nggak percaya sih.. apa sih maksudmu..?"
"Sekali lagi maaf Tante, sebenarnya saya sudah tahu semuanya..?"
"T..tahu apa kamu?" dia mulai gelagapan.
"Bukannya Tante sekarang berada di Tretes di Hotel **** (edited) di kamar melati no.3 bersama orang yang bukan suami Tante," kataku.
"D..Doon, kamu dimanaa?" katanya bingung.
"Temui saya di belakang kamar tante, di dalam mobil Civiv Putih sekarang.. kita bisa pecahkan masalah ini tanpa ada orang yang tahu," kataku menantang.
"B..b.baik, saya segera ke sana.. tunggu lima menit lagi," katanya lemah.

Tak lama kemudian Tante Tika datang dengan hanya memakai piyama masuk ke mobil Roy.
"Malem Tante," sapaku ramah.
"Doon tolong yaa, kamu jangan buka rahasia ini.." katanya memohon.
"Jangan khawatir Tante kalau sama saya pasti aman, tapii.." aku bingung mau meneruskan.
Aku terus membayangkan tubuh seksi Tante Tika dalam keadaan telanjang bulat sedang merintih-rintih nikmat.
"Tapi.. apa Doon..?, ngoomong doong cepetan, jangan buat aku tengsin di sini.. tolong deh jaga nama baik Tante.. Tante baru dua kali begini kook.. itu jugaa.. Tante udah nggak tahaan lagii, bener lhoo kamu mau tutup mulut.." katanya merajuk.
"Tunggu duluu.. emang sama Om, Tante nggak Puas..?" tanyaku.
"Sebenarnya siih, Mas Har itu udah menuhin kewajibannya.. cuman sekarang dia kan udah agak tua jadinya yaahh, kamu tahu sendiri kan gimana tenaganya kalau orang sudah tua.. makanya kamu harus maklum, kalau kebutuhan yang satu itu belum terpuaskan bisa gila sendiri aku.. kamu kan udah dewasa masalah kayak gitu harusnya udah paham, paling tidak kamu sudah tahu alasannya.. sekarang tolong Tante yaah, jaga rahasia Tante.. please!!" katanya mengiba.

"Baik Tante, saya akan jaga rahasia ini, tapi tergantung.."
"Tergantung apa..?
"tergantung.. imbalannya.. trus yang buat tutup mulut apa dong, masak mulut saya dibiarin terbuka..?"
"Kamu minta uang berapa juta besok saya kasih," balas Tante Tika agak sombong.
"Papa saya masih bisa kok ngasih uang berapapun, Emangnya uang bisa untuk tutup mulut, lihat Tante," sambil aku keluarin uang 100 ribuan lalu kutaruh di mulutku, kemudian uang itu jatuh ke lantai mobil.
"Tuhh, jatuhkan uangnya." kataku sambil ketawa kecil.
"Hihi..hi, kamu bisa apa aja becanda, terus kamu minta apa..?" tanya Tante Tika.
"Hubungan pacaran saya sama Shinta kan udah lama tapi Dia cuman ngasih ciuman di pipi saja, yang lainnya nggak boleh sama mamanya, sebenarnya saya pengin ngerasain yang lainnya.." kataku.

"Gila kamu, anakku kan masih perawan, harus bisa jaga diri dong..!"
"Saya kan laki-laki dewasa Tante, pasti juga kepingin ngerasain gituan, gimana kalau selain ciuman dari Shinta saya belajarnya sama Tante Tika.. saja," tanyaku nakal.
"Wah kamu semakin kurang ajar saja, mulai besok kamu nggak boleh pacaran lagi sama anakku," ancamnya serius.
"Memangnya Tante pengin lihat berita di koran, Isteri anggota DPRD Jatim berselingkuh dengan gigolo," aku balik mengancam.
"Ett.. jangan dong, kamu kok gitu sih, aku cuman bercanda kok, kamu boleh kok ngelanjutin hubungan kamu dengan Shinta, terus kalau mau diajarin gituan.. ee.. Tante nggak keberatan kok, sekarang juga boleh," katanya, akhirnya dia mengalah.
"Tante mau ML sama saya sekarang..?" tanyaku nggak percaya.
"Udahlah, ayo ke kamar Tante tapi.. biar pemuda itu kusuruh pulang dulu," katanya sambil melangkah pergi menuju kamarnya.
Malam itu kulihat arlojiku sudah menunjukkan jam 23:00 WIB. Kulihat seorang pemuda keluar dari kamar Tante Tika, aku segera masuk ke dalam kamar itu. Kulihat Tante Tika sedang duduk di meja rias sambil menyisir rambutnya menghadap ke cermin.
"Nggak usah berdandan Tante, udah cantik kok.." kataku memuji kecantikannya.
"Emang Tante masih cantik..?" tanyanya.
"Buat apa saya bohong, sudah lama saya mengagumi kecantikan Tante, juga tubuh Tante yang masih seksi," jawabku.
"Benarkah kamu mengagumi Tante..?"
"Malah saya sering ngebayangin gimana yahh rasanya ngentot sama Tante Tika, pasti enak." kataku merayunya.
"Ya udah nggak usah dibayangin, orangnya udah ada di depan kamu kok, siap melayani kamu," katanya sambil berdiri dan berjalan ke arahku.

Lalu dengan kasar dibukanya reitsleting celanaku dan dilepasnya celanaku ke bawah juga celana dalamku hingga sampai lutut. "Waawww.. besar sekali punya kamu Don?" serunya, lalu secepat kilat tangannya menggenggam kemaluanku yang ukuran panjangnya 15 cm tapi diameternya kira-kira 3,7 cm kemudian mengelus-elusnya dengan penuh nafsu. Akupun semakin bernafsu, piyamanya kutarik ke bawah dan woowww.., kedua buah dada itu membuat mataku benar-benar jelalatan. "Mm.. kamu sudah mulai pintar, Don. Tante mau kamu.." belum lagi kalimat Tante Tika habis aku sudah mengarahkan mulutku ke puncak bukit kembarnya dan, "Crupp.." sedotanku langsung terdengar begitu bibirku mendarat di permukaan puting susunya. "Aahh.. Donny, oohh.. sedoot teruus aahh.." tangannya semakin mengeraskan genggamannya pada batang kejantananku, celanaku sejak tadi dipelorotnya ke bawah. Sesekali kulirik ke atas sambil terus menikmati puting susunya satu persatu. Tante Tika tampak tenang sambil tersenyum melihat tingkahku yang seperti monyet kecil menetek pada induknya. Jelas Tante Tika sudah berpengalaman sekali. Batang kejantananku tak lagi hanya diremasnya, ia mulai mengocok-ngocoknya. Sebelah lagi tangannya menekan-nekan kepalaku ke arah dadanya.

"Buka bajumu dulu, Don.." ia menarik baju kaos yang kukenakan, aku melepas sedotanku pada puting buah dadanya, lalu celanaku dilepaskannya. Ia sejenak berdiri dan melepas piyamanya, kini aku dapat melihat tubuh Tante Tika yang bahenol itu dengan jelas. Buah dada besar itu tegak menantang. Dan bukit diantara kedua pangkal pahanya masih tertutup celana dalam putih, bulu-bulu halus tampak merambat keluar dari arah selangkangannya. Dengan agresif tanganku menjamah CD-nya, langsung kutarik sampai lepas. Tante Tika langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Aku langsung menindihnya, dadaku menempel pada kedua buah payudaranya, kelembutan buah dada yang dulunya hanya ada dalam khayalanku sekarang menempel ketat di dadaku. Bibir kamipun kini bertemu, Tante Tika menyedot lidahku dengan lembut. "Uhh.." nikmatnya, tanganku menyusup diantara dada kami, meraba-raba dan meremas kedua belahan susunya yang besar itu.

"Hmm.. oohh.. Tante.. aahh.." kegelian bercampur nikmat saat Tante Tika memadukan kecupannya di leherku sambil menggesekkan selangkangannya yang basah itu pada batang kejantananku. Bibirku merayap ke arah dadanya, bertumpu pada tangan yang kutekuk sambil berusaha meraih susunya dengan bibirku. Lidahku mulai bekerja liar menjelajahi bukit kenyal itu senti demi senti.

"Hmm.. pintar kamu Doon.. oohh.." Desahan Tante Tika mulai terdengar, meski serak-serak tertahan nikmatnya jilatanku pada putingnya yang lancip. "Sekarang kamu ke bawah lagi sayang.." Aku yang sudah terbawa nafsu berat itu menurut saja, lidahku merambat cepat ke arah pahanya, Tante Tika membukanya lebar dan semerbak aroma selangkangannya semakin mengundang birahiku, aku jadi semakin gila. Kusibak bulu-bulu halus dan lebat yang menutupi daerah kewanitaannya. Uhh, liang kewanitaan itu tampak sudah becek dan sepertinya berdenyut. Aku ingat apa yang harus kulakukan, lidahku menjulur lalu menjilati liang kewanitaan Tante Tika. "Ooohh, yaahh.. enaak, Doon, Hebat kamu Doon.. oohh.." Tante Tika mulai menjerit kecil merasakan sedotanku pada klitorisnya. Sekitar lima menit lebih aku bermain di daerah itu sampai kurasakan tiba-tiba ia menjepit kepalaku dengan keras diantara pangkal pahanya, aku hampir-hampir tak dapat bernafas.

"Aahh.. Tante nggak kuaat aahh, Doon.." teriaknya panjang seiring tubuhnya yang menegang, tangannya meremas sendiri kedua buah dadanya yang sejak tadi bergoyang-goyang, dari liang kewanitaannya mengucur cairan kental yang langsung bercampur air liur dalam mulutku. "Makasih yaa Don, kamu udah puasin Tante.. makasih Sayang. Sekarang beri Tante kesempatan bersihin badan sebentar saja," ia lalu mengecupku dan beranjak ke arah kamar mandi. Aku tak tahu harus berbuat apa, senjataku masih tegang dan keras, hanya sempat mendapat sentuhan tangan Tante Tika. Batinku makin tak sabar ingin cepat menumpahkan air maniku ke dalam liang kewanitaannya. Ahh, aku meloncat bangun dan menuju ke kamar mandi. Kulihat Tante Tika sedang mengguyur tubuhnya di bawah shower.

"Tante Tika.. ayoo cepat," teriakku tak sabar.
"Hmm, kamu sudah nggak sabar ya?" ia mengambil handuk dan mendekatiku. Tangannya langsung meraih batang kejantananku yang masih tegang.
"Woowww.. Tante baru sadar kalau kamu punya segede ini, Doon.. oohhmm.." ia berjongkok di hadapanku. Aku menyandarkan tubuh di dinding kamar mandi itu dan secepat kilat Tante Tika memasukkan batang kejantananku ke mulutnya.
"Ouughh.. sstt.. nikmat Tante.. oohh.. oohh.. ahh.." geli bercampur nikmat membuatku seperti melayang. Baru kali ini punyaku masuk ke dalam alat tubuh perempuan. Ternyata, ahh.., lezatnya setengah mati. Batang kejantananku tampak semakin tegang, mulut mungil Tante Tika hampir tak dapat lagi menampungnya. Sementara tanganku ikut bergerak meremas-remas payudaranya.

"Waaouwww.. punya kamu ini lho, Doon.. Tante jadi nafsu lagi nih, yuk kita lanjutin lagi," tangannya menarikku kembali ke tempat tidur, Tante Tika seperti melihat sesuatu yang begitu menakjubkan. Perempuan setengah baya itu langsung merebahkan diri dan membuka kedua pahanya ke arah yang berlawanan, mataku lagi-lagi melotot ke arah belahan liang kewanitaannya. Hmm.. kusempatkan menjilatinya semenit lalu dengan cepat kutindih tubuhnya, kumasukkan batang kejantananku ke dalam lubang kemaluannya. "Sleepp.." agak susah juga karena kemaluannya lumayan sempit tapi kemudian amblas juga seluruhnya hingga sampai dasar rahim, lalu kupompa naik turun. "Hmm.. oohh.." Tante Tika kini mengikuti gerakanku. Pinggulnya seperti berdansa ke kiri kanan. Liang kewanitaannya bertambah licin saja. Batang kejantananku kian lama kian lancar, kupercepat goyanganku hingga terdengar bunyi selangkangannya yang becek bertemu pangkal pahaku. "Plak.. plak.. plak.. plak.." aduh nikmatnya perempuan setengah baya ini. Mataku merem melek memandangi wajah keibuan Tante Tika yang masih saja mengeluarkan senyuman. Nafsuku semakin jalang, gerakanku yang tadinya santai kini tak lagi berirama. Buah dadanya tampak bergoyang kesana kemari, mengundang bibirku beraksi.

"Ooohh Sayang, kamu buas sekali. Hmm.. Tante suka yang begini, oohh.. genjot terus.." katanya menggelinjang hebat.
"Uuuhh.. Tante, nikmat Tante.. hmm Tante cantik sekali oohh.."
"Kamu senang sekali susu tante yah? oohh.. sedoot teruus susu tantee aahh.. panjang sekali peler kamu.. oohh, Doony.. aahh.." Jeritannya semakin keras dan panjang, denyutan liang kewanitaannya semakin terasa menjepit batang kejantananku yang semakin terasa keras dan tegang.
"Doon..?" dengusannya turun naik.
"Kenapa.. Tante.."
"Kamu bener-bener hebat Sayang.. oowww.. uuhh.. Tan.. Tante.. mau keluar hampiirr.. aahh.." gerakan pinggulnya yang liar itu semakin tak karuan, tak terasa sudah lima belas menit kami bersetubuh.
"Ooohh memang enaak Tante, oohh.. Tante oohh.. tante Tika, oohh.. nikmat sekali Tante, oohh.." Tak kuhiraukan tubuh Tante Tika yang menegang keras, kuku-kuku tangannya mencengkeram punggungku, pahanya menjepit keras pinggangku yang sedang asyik turun naik itu, "Aahh.. Doon.. Tante ke..luaarr laagii.. aahh.." liang senggama Tante Tika terasa berdenyut keras sekali, seperti memijit batang kejantananku dan ia menggigit pundakku sampai kemerahan. Kepala batang kejantananku seperti tersiram cairan hangat di dalam liang rahimnya.

Sesaat kemudian ia lemas lagi. Batang kejantananku masih menancap setia di liang kemaluan Tante Tika. "Sekarang Tante mau puasin kamu, kasih Tante yang di atas ya, Sayang.. mmhh, pintar kamu Sayang.." Posisi kami berbalik. Kini Tante Tika menunggangi tubuhku. Perlahan tangannya kembali menuntun batang kejantananku yang masih tegang itu memasuki liang kenikmatannya dan terasa lebih masuk.

Tante Tika mulai bergoyang perlahan, payudaranya tampak lebih besar dan semakin menantang dalam posisi ini, aku segera meremasnya. Tante Tika berjongkok di atas pinggangku menaik-turunkan pantatnya, terlihat jelas bagaimana batang kejantananku keluar masuk liang senggamanya yang terlihat penuh sesak, sampai bibir kemaluan itu terlihat sangat kencang. "Ooohh enaak Tante.. ooh Tante.. ooh Tante Tika.. ooh Tante.. hmm, enaak sekali.. oohh.." kedua buah payudaranya seperti berayun keras mengikuti irama turun naiknya tubuh Tante Tika. "Remas yang mesra dong susu Tante sayang, oohh.. yaahh.. pintar kamu.. oohh.. Tante nggak percaya kamu bisa seperti ini, oohh.. pintar kamu Doon oohh.. ganjal kepalamu dengan bantal ini sayang," Tante Tika meraih bantal yang ada di samping kirinya dan memberikannya padaku. "Maksud Tante supaya saya bisa.. srup.. srup.." mulutku menerkam puting susunya. "Yaahh.. sedot susu Tante lagi sayang.. hmm.. yak begitu teruus yang kiri sayang oohh.." Tante Tika menundukkan badan agar kedua buah dadanya terjangkau mulutku. Cairan mani Tante Tika yang meluber membasahi dinding kemaluannya. Akhirnya dia menjerit panjang, "Ouuhhgg.. Tante keluuaar, lagii," erangnya.

Aku yang belum puas memintanya untuk menungging. Tante Tika menuruti perintahku, menungging tepat di depanku yang masih terduduk. Hmm.., lezatnya pantat Tante Tika yang besar dan belahan bibir kewanitaannya yang memerah, aku langsung mengambil posisi dan tanpa permisi lagi menyusupkan batang kejantananku dari belakang. Kupegangi pinggangnya, sebelah lagi tanganku meraih buah dada besarnya. "Ooohh.. ngg.. Kamu hebaat Donn.. oohh, genjot yang cepat Sayang, oohh.. tambah cepat lagi.. uuhh.." desah Tante Tika tak beraturan. "Ooohh Tante.. Taan..tee.. oohh.. nikmat Tante Tika.." Kepalanya menggeleng keras kesana kemari, kurasa Tante Tika sedang berusaha menikmati gaya ini dengan semaksimal mungkin. Teriakannya pun makin ngawur. "Ooohh.. jangan lama-lama lagi Sayang, Tante mau keluar lagi ooh.." rintihnya. Lalu aku mempercepat gerakanku hingga bunyinya kecepak-kecepok akibat banyaknya cairan mani Tante Tika yang sudah keluar, lalu aku merasa ada sesuatu yang mau keluar.

"Aahh Tante.. uuhh.. nikmat sekali, oohh.. Tante sekarang.. Tante Tika, oohh.. saya nggak tahan tantee.. enaak.. oohh.." ceracauku tak beraturan. "Tante juga Doon.. ohh.. Doonny sayaangg, oohh.. keluaar samaan sayaang, ooh.." Kami berdua berteriak panjang, badanku terasa bergetar dan, "Croot.. crott.. croott.. croott.." entah berapa kali batang kejantananku menyemburkan cairan kental ke dalam rahim Tante Tika yang tampak juga mengalami hal yang sama, selangkangan kami saling menggenjot keras. Tangan Tante Tika meremas sprei dan menariknya keras, bibirnya ia gigit sendiri. Matanya terpejam seperti merasakan sensasi yang sangat hebat.

Sejak itu hubunganku dengan Tante Tika bertambah mesra tidak jarang kami mengadakan perjanjian untuk saling ketemu atau saat dia menyuruhku mengantarkannya ke arisan tapi malah dibelokkan ke rumahnya yang satu di daerah perumahan elit yang sepi, sedang aku sama Shinta tetap pacaran tapi perselingkuhanku dengan mamanya tetap kujaga rahasianya.
Suatu hari aku ke rumah Shinta sepulang sekolah, ternyata Shinta sedang les. Sedangkan ayahnya ada meeting 2 hari di Malang. Karena sudah terbiasa, setelah masuk ke rumah dan kelihatannya sepi, saat bertemu Tante Tika aku langsung memeluknya dari belakang.
"Mumpung sepi Tante, saya sudah kangen sama Tante.." kataku sambil menciumi leher dan cuping telinga Tante Tika.
"Jangan di sini Sayang, ke kamar tante saja.." katanya sambil mengandengku masuk ke kamar, aku seperti kerbau yang di cocok hidungnya, hanya menurut saja.

Setibanya di dalam kamar tanpa ba-bi-bu kami saling berpelukan dan kulumat bibirnya. Nafasnya terengah-engah. Kancing dasternya kubuka satu-persatu hingga semuanya lepas lalu kutarik ke bawah, sedang Tante Tika juga sudah melepas kemejaku, tangannya kini sibuk membuka reitsleting celanaku, aku membantunya. Setelah celanaku lepas lalu dia buang di lantai. Aku diam sejenak, kupandangi tubuh Tante Tika yang hanya memakai BH warna putih dan celana dalam yang juga putih. Lalu tali pengikat BH-nya kulepas, maka tersembullah buah dada Tante Tika yang montok dan menantang itu. Kemudian tanganku ganti memelorotkan celana dalam Tante Tika. Kini dia sudah telanjang bulat tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya. Kulitnya yang putih mulus memancarkan keindahan alami, aku jadi semakin bernafsu.

Sesaat kemudian Tante Tika jongkok di hadapanku dan dengan sekali tarik celana dalamku dilepaskannya ke bawah, dengan kakiku CD-ku kulempar ke bawah ranjang Tante Tika. Lalu kami saling menatap, bibirnya didekatkan dengan bibirku, tanpa buang waktu kupagut bibir yang merah merekah kami saling mengulum, terasa hangat sekali bibir Tante Tika. Tanganku mulai bergerilya di dadanya, gundukan montok itu semakin lama semakin kencang dan putingnya terasa mengeras karena permainan tanganku. Kemaluanku tak luput dari tangan hangat Tante Tika yang begitu bernafsu ingin menguasai keperkasaan kejantananku. Tangan lentik itu kini mengocok dan meremas otot kejantananku. Aku semakin tak tahan, lalu aku melepas pelukannya, nafas kami sama-sama ngos-ngosan. Kulihat matanya memerah seperti banteng yang marah, dadanya naik turun inikah yang namanya sedang birahi. Lalu tubuh telanjang Tante Tika kubopong dan kubaringkan terlentang di atas ranjang, dia menekukkan lututnya dan kedua pahanya direnggangkan. Melihat pemandangan liang senggamanya yang sudah basah dan merah merekah, aku jadi semakin tidak sabar. Lalu kembali semua bagian dari liang kewanitaannya menjadi daerah operasi lidahku. Klirotisnya terlihat mengkilat karena banyaknya cairan yang membasahi liang senggamanya.

Tiba-tiba aku dikagetkan saat secara refleks aku melihat ke pintu. Memang pintu itu hanya di tutup kain gorden sedang daun pintunya tidak kami tutup. Kain gorden itu tersingkap sedikit dan terlihat sepasang mata mengintip perbuatan kami. Aku sempat deg-degan, jangan-jangan Om Har, kalau benar mati aku. Lalu saat gorden itu tertiup angin dari jendela samping aku baru tahu kalau ternyata yang berdiri di balik pintu adalah Tante Merry, adik Tante Tika. Aku jadi lega, paling tidak dia bukan suami Tante Tika ataupun pacarku Shinta.

Aku meneruskan permainanku dengan harapan semoga Tante Merry bisa melihat bagaimana aku bisa memuaskan kakaknya. Harapanku mendekati kenyataan, ternyata mata itu terus mengawasi permainan kami bahkan saat batang kejantananku hendak masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Tika, aku sempat mendengar Tante Merry menahan nafas. Kembali kugenjot liang kewanitaan itu hingga yang punya mengejang sambil mulutnya keluar erangan dan rintihan yang seperti mungkin pembaca pernah melihat Film Blue versi mandarin saat si cewek digenjot lawan mainnya. Aku sendiri semakin tambah bernafsu mendengar rintihan kecil Tante Tika karena suaranya merangsang sekali. Paling tidak 20 menit lamanya aku bisa bertahan dan akhirnya jebol juga pertahananku. "Ccroot.. croot.. croot.." cairanku banyak yang masuk ke dalam rahim Tante Tika, sedang sebelum itu Tante Tika juga sudah keluar dan setelah aku hampir selesai mengejang dan mengeluarkan spermaku, giliran Tante Tika mengejang yang kedua kalinya. Lalu tubuhku ambruk di samping Tubuh indah Tante Tika. Kulihat mata Tante Tika terpejam sambil tersenyum puas.

Lalu aku pamit mau ke kamar mandi. Sebenarnya aku hanya ingin menemuai Tante Merry tapi saat kucari dia sudah tidak di belakang gorden lagi. Lalu kucari di kamarnya. Kulihat pintu kamar terbuka sedikit lalu kutengok, ternyata kamarnya kosong. Akhirnya kuputuskan ke kamar mandi karena aku memang mau kencing, dengan tergesa-gesa aku berlari ke kamar mandi, kulihat pintu kamar mandi tidak tertutup. Saat aku di depan pintu, aku samar-samar mendengar bunyi air yang dipancurkan berarti ada yang mandi shower. "Ohh.. my God.." saat itu terpampang tubuh molek Tante Merry sedang mandi di pancuran sambil mendesah-desah, dia menggosok tubuhnya membelakangi pintu. Terlihat bagian pantatnya yang padat dan seksi, karena suara air begitu deras mungkin Tante Merry tidak mendengar saat aku melebarkan pintunya. Dari luar aku memandangnya lebih leluasa, tangannya sedang menggosok buah dadanya dan kadang buah dadanya yang berukuran 36C itu diremasnya sendiri, aku ikut terhanyut melihat keadaan itu.

Saat dia membalikkan badan, kulihat dia mendesis sambil matanya terpejam seperti sedang membayangkan sesuatu yang sedang dialaminya. Waaouuw.., dari depan aku semakin jelas melihat keindahan tubuh Tante Merry. Buah dadanya yang sedang diremas tangannya sendiri kelihatan masih tegak menantang bulat sekal dengan puting yang mencuat runcing di tengahnya, mungkin karena dia belum pernah menyusui bayi maka kelihatan seperti buah dada seorang perawan, masih segar. Aku sempat terperangah karena berbeda sekali dengan kepunyaan Tante Tika yang sudah agak menggantung sedikit tapi ukurannya lebih kecil sedikit. Lalu pandanganku semakin turun, kulihat hutan rimbun di bawah perutnya sudah basah oleh air, kelihatan tersisir rapi dan di bawahnya sedikit daging kecil itu begitu menonjol dan lubangnya lebih kecil dari lubang milik Tante Tika. Tak lama kemudian tangannya meluncur ke bawah dan menggosok bagian demi bagian. Saat tangan mungilnya digosokkan pada klirotisnya, kakinya ikut direnggangkan, pantatnya naik turun. Aku baru menyadari bahwa kemaluanku sudah tegak berdiri malah sudah keluar cairan sedikit. Aku semakin tak tahan, aku lalu main spekulasi aku harus bisa menundukkan Tante Merry paling tidak selama ini dia merasa kesepian, selama dua bulan terakhir ini dirinya tidak disentuh laki-laki berarti dia sangat butuh kepuasan batin.

Satu persatu pakaianku kulepas hingga telanjang bulat, burungku yang sudah berdiri tegak seperti tugu monas ini sudah tidak sabar ingin mencari sarangnya. Lalu diam-diam aku masuk ke kamar mandi dan aku memeluk Tante Merry dari belakang, tanganku ikut meremas buah dadanya dan kuciumi tengkuknya dari belakang. Tante Merry kaget, "Haii.. apa-apaan kamu Doonny!" bentaknya sambil berusaha melepaskan pelukanku. Aku tidak menyerah, terus berusaha.
"Doonn.. Lepaaskaan Tantee.. Jangaan.." Dia terus berontak.
"Tenang Tante.. saya cuma ingin membantu Tante, melepaskan kesepian Tante," aku terus menciuminya sedang tanganku yang satunya bergerilya ke bawah, kugantikan tangannya yang tadi menggosok liang kewanitaannya sendiri. Bibir kemaluannya kuremas dan kuusap-usap pelan.
"Tapi Doon, Ouhhg.. Aku kaan.. sshah.." dia sepertinya juga sudah menikmati permainanku.
"Sudah berapa lama Tante mengintip kami tadi.. Tante kesepian.. Tante butuh kepuasan.. saya akan memuaskan Tante.. nikmati saja," aku terus mencumbunya.
"Ouugh.. Ahh.. Jangaann Oohh.." dia terus melarang tapi sesaat kemudian dia membalikkan badan.
"Doonn, puaskan dahaga Tante.." katanya sambil melumat bibirku, kini dia begitu agresif, aku ganti kewalahan dan berusaha mengimbanginya, tanganku meremas kedua buah dada Tante Merry.
"Hmm kamu hebaat.. sayaang," tanpa sadar keluar ucapan itu dari mulutnya.

Selama 25 menit kami saling mencumbu, saling meremas dalam keadaan berdiri hingga..
"Ahh.. Doon, cukuup Doon.. lakukanlah, aku sudah tidaak tahaan.. Ohh.." rintihnya.
Lalu kudorong tubuh Tante Merry menepi ke dinding, kurenggangkan kakinya. Sesaat kulihat bibir kemaluannya ikut membuka lebar, klitorisnya terlihat meriang memerah dan sudah banyak cairan yang membasahi dinding kewanitaannya. Lalu kuletakkan batang kejantananku yang sudah mengeras itu di bibir kemaluan Tante Merry, pelan-pelan kumasukkan. "Uhh.. ss, pelaan sayang, punyamu terlalu besar," jeritnya kecil. Memang kelihatannya liang kewanitaan yang satu ini masih sempit mungkin jarang dipakai. Perlahan batang kejantananku mulai masuk lebih dalam hingga akhirnya amblas seluruhnya. "Aouuwww.." Tante Merry menjerit lagi mungkin dia belum terbiasa dengan batang kejantanan yang berukuran besar. Setelah keadaan agak rileks, aku mulai menggerakkan batang kejantananku maju mundur. "Oohh.. teruskaan Sayaang.. gendoong aku," katanya sambil menaikkan kakinya dan dijepitkan di pinggangku. Saat itu batang kejantananku seperti dijepit oleh dinding kewanitaannya tapi justru gesekannya semakin terasa nikmat.

Tante Merry terus melakukan goyang pinggulnya.
"Ohh.. ennaak Tantee.." aku semakin terangsang.
"Tantee jugaa nikmaat.. Doon, punya kamu nikmaat banget.. Ohh, rasanya lebih nikmat dari punya suamikuu.. Ahh.. Uhh.. Tusuk yang lebih keras sayang." desis Tante Merry.
"Aaahh.. Aaagh.. Ohh.. Sshh.." Tante Merry merintih tak karuan dan gerakan pinggulnya semakin tak beraturan.
"Doon, Ohh.. genjoot teruuss.." dia setengah menjerit, "Don, masukin yang dalam, yachh.."
"Enaak Tante, mmhh.." aku merasakan sukmaku seperti terbang ke awan, liang kewanitaan perempuan ini nikmat betul sih, sayang suaminya kurang bisa memuaskannya.
"Ouuhh, Doon.. Tantee.. Mauu Keel.. Aaahh.." dia menjerit sambil menekankan pantatnya lebih dalam. "Seerr.." terasa cairan hangat membasahi batang kejantananku di dalam rahimnya. Tapi aku terus memacu gerakanku hingga aku sendiri merasakan mau mencapai orgasme.
"Tantee.. dikeluarkan di dalam apa di luar," aku masih sempat bertanya.
"Di dalam sajaa, berii aku bibitmu sayang," pintanya.

Tak lama kemudian aku merasakan ada dorongan dari dalam yang keluar, "Crroott.. crroott.. croott.." cairan maniku langsung memenuhi rahim Tante Merry, lama kami berpelukan kencang hingga akhirnya aku merasa kakiku lemas sekali, tapi aku terus mencumbu bibirnya.
"Terima kasih Doon, kamu telah menghilangkan dahagaku," kata Tante Merry.
"Tante, boleh nggak kapan-kapan saya minta lagi sama Tante, tapi sekarang Shinta mau datang dari les, kita sudahi dulu yaa.." tanyaku.
"Aku yang harusnya meminta, masak cuma Kak Tika yang kamu puasi, sedangkan aku nggaak, tadi aku ngiri deh sama kakakku bisa ngedapatin kepuasan dari pemuda gagah seperti kamu," jawabnya.
"Baiklah, nanti kita bertiga akan rundingkan, saya yakin dia akan mengerti kok, dan bisa memberi kesempatan sama adiknya sendiri, yang penting kita bisa menjaga rahasia ini, ya nggak.." tanyaku.
"Benar Sayang, terserah kamu asal kamu mau ngasih aku jatah.. aku sudah puas, kok.." jawabnya.

Kemudian kami sudah mengenakan pakaian kami masing-masing dan keluar dari kamar mandi. Kulihat ke kamar Tante Tika, dia masih tertidur, lalu kubangunkan.
"Tante banguun, cepatlah berpakaian.. nanti Shinta curiga kalo Tante masih telanjang begini," kemudian Tante Tika gelagapan sendiri terus bangun.
"Hahh, hampir jam lima.. Ya ampuun, Tante tertidur yaa, kamu tadi ke mana kok ninggalin Tante?" tanya Tante Tika.
"Sudahlah, Tante berpakaian dulu nanti saya ceritakan, sekarang saya tunggu di ruang tamu," kataku sambil ngeloyor ke ruang tamu. Di sana Tante Merry sudah menungguku, dia masih menyisir rambutnya yang masih basah. Tak lama kemudian Tante Tika muncul ke ruang tamu.
"Ehh kamuu Mer, sudah lama datangnya," tanya Tante Tika sambil duduk di hadapanku.
"Wah sudah hampir 2 jam yang lalu, Mbak sih di kamar terus jadi nggak tahu kalau saya sudah datang, mana pintu depan nggak dikunci lagi, gimana tadi kalau ada Shinta yang datang trus nyari Mamahnya, dan melihat Mamahnya kayak tadi, wah bisa terjadi perang dunia ketiga," katanya santai.
Tante Tika wajahnya kelihatan pucat, "Jadii, Kamu sudaah.."
"Santai saja Mbaak, saya bisa ngerti kok, rahasia aman," kata Tante Merry.
"Iya Tante, kita sudah kompakan kok," sahutku, "Tapi misalkan Tante Tika berbagi denga Tante Merry gimana?"
"Gini lhoo Mbak, masak cuma Mbak yang dipuaskan, saya kan juga kesepian, boleh dong kita berbagi kejantanan Donny. Saya akui dia hebat Mbak, bisa memuaskan saya," katanya sambil mengerlingkan matanya ke arahku.
"Ohh.. jadi kalian juga sudah.." tanya Tante Tika.
"Benar Tante, sekarang kami sudah terus terang, sekarang tergantung Tante, boleh nggak saya juga main dengan Tante Merry, kasihan kan suaminya jarang pulang dia juga butuh kepuasan seperti Tante."
"Yahh mau gimana lagi.. aku bisa ngerti kok sama Adikku, asal si Donny bisa bersikap adil aku nggak keberatan."

Itulah kisahku dengan Ibu pacarku dan Tantenya, hubunganku dengan Shinta terus berlanjut dan perselingkuhanku dengan Mama dan Tantenya juga nggak berhenti, hingga 1 tahun kemudian Tante Merry melahirkan anaknya. Saat aku dan Shinta membesuknya di persalinan, kulihat Om Nanto sedang ngobrol dengan Tante Tika. "Mari silakan masuk.." Om Nanto kelihatan gembira menyambut kelahiran anaknya. Kulihat Tante Merry tersenyum pada kami, saat Shinta menghampiri box bayi yang jaraknya tidak begitu jauh dari ranjang ibunya. Tante Merry memanggilku dengan isyarat tangan. Dengan setengah berbisik dia berkata, "Lihat anakmu sangat tampan dan gagah Sayang, seperti kamu," katanya kepadaku. Aku tersenyum penuh arti.

Tamat