Test Footer

Jumat, 02 Januari 2015

5 Wanita Haus Seks

Anda masih inget dengan seorang wanita yang bernama Nia? Hingga saat ini kami masih sering berhubungan bahkan sewaktu ketika saat saya sedang menelpon dia kami janjian untuk bertemu kembali.

"Hallo Nia.."
"Iya Man pa kabar?"
"Baik, kamu ada dimana?"
"Aku lagi di tempat kost temanku nih, main donk kesini teman-teman ku pingin kenalan sama kamu..", katanya
"Ehmm.. di daerah mana?" tanyaku.
"Daerah Radio Dalam, dateng ya sekarang"
"Ok deh nanti kalau aku dah deket aku telpon ya" kataku
"Ok aku tunggu ya, jangan lupa siapin diri, hehehe..", katanya lagi
"Lho, emang aku mau diapain?", tanyaku penasaran
"Mau diperkosa rame-rame siap nggak?"
"Siapa takut..", jawabku sekenanya

Lalu aku pun meluncur ke arah Radio Dalam dan sekitar 15 menit akupun sampai di tempat yang telah dijanjikan.
"Hallo Nia, aku dah di depan nih..", kataku
"Ok aku keluar ya, sabar.."

Lalu munculah seorang gadis yang sangat seksi tingginya sekitar 175 dengan berat sekitar 55 kg, wowww.. buah dadanya lebih besar dari pada punya Nia. Lalu dia menghampiri mobilku dan mengetuknya.
"Iya, ada apa?", jawabku dengan mataku yang tak lepas dari buah dadanya yang montok itu.
"Firman ya..", kata dia.
"Iya", kataku.
"Aku Melly temennya Nia yuk masuk yuk..", katanya dengan senyum nakalnya.
"Oh.. yuk", jawabku agak sedikit tergagap.

Wah, bakal ada pesta besar nih pikirku dalam hati. Sesampai dikamarnya aku disambut dengan pelukan dan ciuman oleh Nia dan aku diperkenalkan kepada 3 temennya yang lain yang satu bernama Dita, Ayu dan Kiki. Dan harus kuakui mereka bertiga tidak kalah menggiurkannya dengan si Melly.

Tiba-tiba Nia membuka omongan yang bagiku sifatnya hanya basa-basi dan kemudian diteruskan oleh teman-temannya dan lama-kelamaan omongan kami berlanjut ke arah selangkangan. Dan tiba-tiba dari arah belakang ada yang memelukku saat aku akan menengok, dengan cepatnya Melly mencium bibirku dengan liarnya, maka akupun tak kalah bernafsunya aku balas dengan liarnya pula.

Dan ternyata yang memelukku dari belakang adalah Nia dia terus menciumi leherku dan terus turun ke bawah mencoba membuka bajuku sementara aku masih saja berciuman dengan Melly. Ketika bajuku dilepaskan oleh Nia tiba-tiba ada tangan yang membuka celanaku termasuk celana dalamku maka langsung saja adekku yang telah tegang sedari tadi keluar dari sarangnya. Dan seketika itu juga "Adekku" langsung dilahap dengan liarnya setelah aku lihat ternyata Dita dengan ganasnya sedang mengulum kemaluanku.

Saat aku sedang diserang oleh tiga wanita ini aku sempat mencari kemana Ayu dan Kiki ternyata mereka ada di sofa dekat situ dan keduanya sudah telanjang bulat dan aku lihat Kiki sedang menjilati vagina Ayu dan Ayu pun mendesah-desah dan meliuk-liukan badannya diatas sofa tersebut sementara aku sendiri sedang kewalahan menangani seranga dari tiga wanita ini, maka aku tidak memperhatikannya.

Langsung saja aku buka baju Melly yang terdekat dengan aku dan ketika Melly sedang membuka seluruh bajunya aku tarik Dita keatas dan kami pun berciuman sementara itu Nia menggantikan posisi Dita mengulum kemaluanku. Begitu pula dengan Dita aku buka bajunya dan posisinya digantikan oleh Nia sedangkan posisi Nia digantikan oleh Melly, wow.. ternyata kuluman Melly lebih enak dari pada Nia dan Dita sampai akhirnya aku merebahkan diri di ranjang yang berada disitu.

Nia setelah melepas bajunya langsung saja memgang kemaluanku dan diarahkannya ke liang vaginannya yang ternyata sudah basah sedari tadi setelah pas maka diturunkan pantatnya perlahan-lahan hingga akhirnya..
Bless.., "Aah..", desah Nia.
Sementara Nia sedang asiknya menaik turnkan pantatnya diatasku, maka aku tarik Melly keatasku dan aku menjilati vaginanya.
"Ahh.. enak Man terus Man ohh.." desah Melly.
"Ahh.. ohh.sst" desah Nia yang bersahut-sahutan dengan Melly dan Ayu.
"Ohh.. yess lick my pussy Man ohh yess sst" racau Melly ketika klitorisnya aku hisap-hisap.

Sementara itu aku tarik pula si Dita dan aku masukan jari tengahku ke liang vaginanya sehingga membuat Dita meracau dan meliuk-liukan badannya.
"Ohh yes Man enak Man dalem lagi Man ohh.." racau Dita.
Sementara setelah berada dalam posisi seperti selama kurang lebih 15 menit akhirnya Nia menggenjotnya semakin cepat dan mengerang.
"Ahh.. Man aku keluar Man ah.." desah Nia dan seketika itu pula tubuhnya melemas dan menggelimpang disampingku dan ternyata tanpa aku sadari dibawahku sudah ada si Ayu yang dengan cepatnya langsung melumat kemaluanku maka aku pun menggeliat menahan nikmat hisapan Ayu dan Melly segera turun dari mulutku dan memasukan kemaluanku ke vaginanya dan langsung digoyangkannya naik turun dan kadang memutar, sementara Dita tidak mau kehilangan kesempatan maka dia menyodorkan vaginannya ke mulutku dan akupun menjilati dan mengihisap-hisap vaginanya.

Setelah 5 menit aku jilati vagina nya maka tubuh Dita mengejang dan dia berteriak, "Man ahh.. aku keluar Man.. ah.." sambil menekan vaginanya ke mulutku langsung saja aku menghisap vaginanya kuat-kuat dan aku merasakan mengalir deras cairan dari vaginanya yang langsung aku sedot dan aku telan habis.

Setelah Dita merebahkan diri di sampingku ternyata Kki juga tidakmau ketinggalan dia menaiki aku dan kembali aku disodorkan vagina ke 3 siang ini yang langsung aku lumat habis baru aku memulai menjilati vagina Kiki Melly yang masih bergoyang diatasku akhirnya mengerang kuat.
"Man aku keluar Man ah.. sst ahh.." racaunya.
Terasa sekali cairanya mengalir deras mambahasi kemaluanku dan seketika itu pula ubuhnya melemas dan menggelimpang disampingku dan ternyata Kiki sudah tidak tahan dan langsung menurunkan tubuhnya ke bawah dan memasukan penisku ke vaginanya dan..
"Ahh.. sst ahh.. Man mentok Man.. ah.." desahnya.
Sedangkan Ayu yang sedari tadi hanya melihat sambil masturbasi sendiri aku tarik keatasku dan aku jilat dan hisap vaginannya
"Ohh yess ohh lick it honey oh.." desah Ayu.
Setelah 10 menit Kiki diatasku dan menggoyangkan pinggulnya akhirnya dia pun mengalami klimaks.

Sementara aku sendiri yang sedari tadi belum keluar karena tidak konsentrasi maka setelah Kiki rebah di sampingku maka aku membalikan badan hingga Ayu berada di bawahku dan perlahan-lahan aku masukan penisku ke vaginanya terasa sangat sempit, ketika kepala penisku mulai menyeruak masuk hingga Ayu berteriak.
"Ahh.. pelan-pelan Man sakit"
Maka perlahan-lahan aku masukan lagi setelah setengahnya masuk aku diamkan sebentar agar vagina Ayu terbiasa karena aku melihat Ayu mengerenyitkan dahinya menahan sakit setelah Ayu tenag maka aku sorong pantatku dan akhirnya seluruh penisku berada dalam vagina Ayu
"Ahh Man sakit ah.." desah Ayu.

Dan perlahan-lahan Ayu mulai menggoyangkan pinggulnya maka aku pun menggenjot pantatku keluar masuk. Terasa semppit sekali vagina Ayu dan ketika aku melirik kebawah aku melihat ada teesan darah keluar dari vaginanya yang akhirnya baru aku ketahui bahwa memang Ayu yang termuda diantara semuanya dia baru masuk SMU kelas 1 dan hanya dia yang masih perawan.
"Ahh.. sst.. terus Man enak Man oh.. dalam lagi Man.." racau Ayu.
Maka aku menarik Ayu kepinggiran tempat tidur dengan posisi kakinya berada di bahu aku sementara aku berdiri memang Ayu tidak kelihatan seperti anak baru masuk SMU dengan tingginya sekitar 170 dan buah dadanya berukuran 36 B.

Setelah 10 menit aku menggenjot Ayu akhirnya dia pun mengerang.
"Man aku keluar Man ohh.. Man.."
Namun aku tidak perduli aku terus menggenjot Ayu karena aku sendiri mengejar klimaks ku, setelah itu aku balikan tubuh Ayu sambil terus menggenjotnya hingga akhirnya Ayu berada dalam posisi menungging dan aku terus menggenjotnya dari belakang sambil meremas buah dadanya 36Bnya yang mengayun-ayun.

Ketika aku sedang menggenjot dari arah bawah belakang aku merasakan ada yang menjilati buah pelirku dan ternya Melly sudah bangun lagi sehingga setelah 10 menit aku menggenjot Ayu dari belakang dia pun mengalami orgasme kembali.
"Ahh Man aku keluar lagi Man ah.." dan seketika itu tubuhnya benar-benar melemas melihat kondisinya yang seperti itu maka aku tidak tega dan langsung aku tarik Melly untuk mengangkang dan aku tusukan penisku ke vaginanya dan Melly dengan posisi dibawah mendesah-desah seperti orang yang kepedasan.
"Ahh.. Man terus Man.. esst enak Man terus Man oh.." racaunya.
"Enak Mel, aah.. esst ahh", racauku tidak karuan karena merasakan sedotan-sedotan di vagina Melly yang kata orang-orang 'empot ayam'.
Maka dengan semangatnya aku menggenjot Melly dan setelah 10 menit Melly berkata, "Man aku mau keluar Man.. Man ahh"
"Ntar Mell gue juga mau keluar barengan ya ahh" kataku.
Akhirnya, "Man gue nggak kuat Man ah..", ser.. ser.. ser.., terasa deras sekali semprotan Melly.
"Ahh gue juga Mell ah..", crot.. crot.. crott.., akhirnya akupun orgasme bersamaan.

Akhirnya Kamipun ketiduran dengan posisi aku diatas Melly. Kira-kira aku tertidur 15 menit tiba-tiba aku merasakan penisku dijilat-jilat dan dihisap-hiasap setelah aku membuka mataku ternyata Dita sedang mengulum penisku.
Maka seketika itu juga aku langsung meracau, "Ah.. ohh.. enak Dit terus Dit"
Tapi Dita tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada dia langsung naik keatas tubuhku dan memasukkan penisku ke liang vagiannya, memang dari 'peperangan' tadi hanya Dita yang belum merasakan penisku maka ketika yang lain lain sedang tidur Dita memanfaatkan momen tersebut sebaik-baiknya.

Terus dia menggoyangkan pinggulnya.
"Ahh.. esst enak Man ah.."
Aku pun merasakan keenakan dengan goyangan Dita karena goyangannya benar-benar seperti penari ular dia memutar-mutarkan pantatnya diatas penisku. Lama dia melakukan itu hingga akhirnya kami keluar bersamaan.
"Ahh Man enak Man ayo Man keluarin barengan ohh.."
Akhirnya, "Dit aku mau keluar ahh ohh crot.. crot.."
Kami pun lemas dan Dita menciumku bibirku mesra "Makasih ya Man, enak lho bener yang Nia bilang" katanya.
"Emang Nia bilang apa?" tanyaku penasaran.
"Kontolku kamu enak, kamu bisa bikin ceweq ketagihan nanti lagi ya" katanya.
Aku hanya tersenyum dan memeluk dia.

Akhirnya aku pun menginap disitu dan kami ber-enampun melakukannya berulang kali. Kadang aku mengeluarkan spermaku di dalam vagina Melly, Ayu ataupun yang lainnya secara bergantian. Hingga sekarang pun kami masih sering melakukan kadang satu lawan satu, kadang three some, ataupun langsung berenam lagi.

Buat para pembaca wanita yang penasaran dengan saya silahkan kirim e-mail ke mibbid@yahoo.com pasti saya balas. Saya tidak ganteng tapi saya bisa membuat ceweq ketagihan

Tamat

3 Lawan 1 Dalam Semalam

Hallo para pecinta Web Cerita Seks, aku akan menceritakan pengalamanku menjadi seorang gigolo, cerita ini tidak dibuat-buat, cerita ini benar-benar terjadi.

Namaku dedi, umur 24 tahun. Aku seorang gigolo di kota Bandung. Aku akan menceritakan pengalamanku melayani sekaligus 4 pelangganku dalam semalam. Aku menggeluti profesi ini sudah 4 tahun, dan sejak itu aku mempunyai pelanggan tetap namanya Tante Mira (bukan nama asli), dia seorang janda tidak mempunyai anak, tinggal di Bandung, orangnya cantik, putih, payudaranya besar walaupun sudah kendor sedikit, dia keturunan tionghoa. Dia seorang yang kaya, memiliki beberapa perusahaan di Bandung dan Jakarta, dan memeiliki saham di sebuah hotel berbintang di Bandung.

Sabtu pukul 7 pagi, HP-ku berbunyi dan terdengar suara seorang wanita, dan kulihat ternyata nomor HP Tante Mira.
"Hallo Sayang.. lagi ngapain nich.. udah bangun?" katanya.
"Oh Tante.. ada apa nich, tumben nelpon pagi-pagi?" kataku.
"Kamu nanti sore ada acara nggak?" katanya.
"Nggak ada Tante.. emang mo ke mana Tante?" tanyaku.
"Nggak, nanti sore anter Tante ke puncak yach sama relasi Tante, bisa khan?" katanya.
"Bisa tante.. aku siap kok?" jawabku.
"Oke deh Say.. nanti sore Tante jemput kamu di tempatmu", katanya.
"Oke.. Tante", balasku, dengan itu juga pembicaraan di HP terputus dan aku pun beranjak ke kamar mandi untuk mandi.

Sore jam 5, aku sudah siap-siap dan berpakaian rapi karena Tante Mira akan membawa teman relasinya. Selang beberapa menit sebuah mobil mercy new eye warnah hitam berkaca gelap berhenti di depan rumahku. Ternyata itu mobil Tante Mira, langsung aku keluar menghampiri mobil itu sesudah aku mengunci seluruh pintu rumah dan jendela.

Aku pun langsung masuk ke dalam mobil itu duduk di jok belakang, setelah masuk mobil pun bergerak maju menuju tujuan. Di dalam mobil, aku diperkenalkan kepada dua cewek relasinya oleh tante, gila mereka cantik-cantik walaupun umur mereka sudah 40 tahun, namanya Tante Lisa umurnya 41 tahun kulitnya putih, payudaranya besar, dia merupakan istri seorang pengusaha kaya di Jakarta dan Tante Meri 39 tahun, payudaranya juga besar, kulitnya putih, juga seorang istri pengusaha di Jakarta. Mereka adalah relasi bisnis Tante Mira dari Jakarta yang sedang melakukan bisnis di Bandung, dan diajak oleh Tante Mira refreshing ke villanya di kawasan Puncak. Keduanya keturunan Tionghoa.

Di dalam mobil, kami pun terlibat obralan ngalor-ngidul, dan mereka diberitahu bahwa aku ini seorang gigolo langganannya dan mereka juga mengatakan ingin mencoba kehebatanku.

Selang beberapa menit obrolan pun berhenti, dan kulihat Tante Lisa yang duduk di sebelahku, di sofa belakang, tangannya mulai nakal meraba-raba paha dan selangkanganku. Aku mengerti maksudnya, kugeser dudukku dan berdekatan dengan Tante Lisa, lalu tangan Tante Lisa, meremas batang kemaluanku dari balik celana. Dengan inisatifku sendiri, aku membuka reitsleting celana panjangku dan mengeluarkan batang kemaluanku yang sudah tegak berdiri dan besar itu. Tante Lisa kaget dan matanya melotot ketika melihat batang kemaluanku besar dan sudah membengkak itu. Tante Lisa langsung bicara kepadaku, "Wow.. Ded, kontol kamu gede amat, punya suamiku aja kalah besar sama punya kamu.." katanya.
"Masa sich Tante", kataku sambil tanganku meremas-remas payudaranya dari luar bajunya.
"Iya.. boleh minta nggak, Tante pengen ngerasain kontol kamu ini sambil kontolku dikocok-kocok dan diremas-remas, lalu dibelai mesra?" katanya.
"Boleh aja.. kapan pun Tante mau, pasti Dedi kasih", kataku yang langsung disambut Tante Lisa dengan membungkukkan badannya lalu batang kemaluanku dijilat-jilat dan dimasukakkan ke dalam mulutnya, dengan rakusnya batang kemaluanku masuk semua ke dalam mulutnya sambil disedot-sedot dan dikocok-kocok.

Tante Meri yang duduk di jok depan sesekali menelan air liurnya dan tertawa kecil melihat batang kemaluanku yang sedang asyik dinikmati oleh Tante Lisa. Tnganku mulai membuka beberapa kancing baju Tante Lisa dan mengeluarkan kedua payudaranya yang besar itu dari balik BH-nya. lalu kuremas-remas.

"Tante.. susu tante besar sekali.. boleh Dedi minta?" tanyaku.
Tante Lisa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu tanganku mulai meremas-remas payudaranya. Tangan kiriku mulai turun ke bawah selangkangannya, dan aku mengelus-ngelus paha yang putih mulus itu lalu naik ke atas selangkangannya, dari balik CD-nya jariku masuk ke dalam liang kewanitaannya. Saat jariku masuk, mata Tante Lisa merem melek dan medesah kenikmatan, "Akhh.. akhh.. akhh.. terus sayang.."

Beberapa jam kemudian, aku sudah tidak tahan mau keluar.
"Tante.. Dedi mau keluar nich.." kataku.
"Keluarain di mulut Tante aja", katanya.
Selang beberapa menit, "Croot.. croot.. crott.." air maniku keluar, muncrat di dalam mulut Tante Lisa, lalu Tante Lisa menyapu bersih seluruh air maniku.

Kemudian aku pun merobah posisi. Kini aku yang membungkukkan badanku, dan mulai menyingkap rok dan melepaskan CD warna hitam yang dipakainya. Setelah CD-nya terlepas, aku mulai mencium dan menjilat liang kewanitaannya yang sudah basah itu. Aku masih terus memainkan liang kewanitaannya sambil tanganku dimasukkan ke liang senggamanya dan tangan kiriku meremas-remas payudara yang kiri dan kanan.

Sepuluh menit kemudian, aku merubah posisi. Kini Tante Lisa kupangku dan kuarahkan batang kemaluanku masuk ke dalam liang senggamanya, "Bless.. belss." batang kemaluanku masuk ke dalam liang kewanitaannya, dan Tante Lisa menggelinjang kenikmatan, ku naik-turunkan pinggul Tante Lisa, dan batang kemaluanku keluar masuk dengan leluasa di liang kewanitaannya.

Satu jam kemudian, kami berdua sudah tidak kuat menahan orgasme, kemudian kucabut batang kemaluanku dari liang kewanitaannya, lalu kusuruh Tante Lisa untuk mengocok dan melumat batang kemaluanku dan akhirnya, "Croot.. crott.. croott.." air maniku muncrat di dalam mulut Tante Lisa. Seketika itu juga kami berdua terkulai lemas. Kemudian aku pun tertidur di dalam mobil.

sesampainya di villa Tante Mira sekitar jam 8 malam. Lalu mobil masuk ke dalam pekarangan villa. Kami berempat keluar dari mobil. Tante Mira memanggil penjaga villa, lalu menyuruhnya untuk pulang dan disuruhnya besok sore kembali lagi.

kami berempat pun masuk ke dalam villa, karena lelah dalam perjalanan aku langsung menuju kamar tidur yang biasa kutempati saat aku diajak ke villa Tante Mira. Begitu aku masuk ke dalam kamar dan hendak tidur-tiduran, aku terkejut ketika ke 3 tante itu masuk ke dalam kamarku dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelain benang pun yang menempel di tubuhnya. Kemudian mereka naik ke atas tempat tidurku dan mendorongku untuk tiduran, lalu mereka berhasil melucuti pakaianku hingga bugil. Batang kemaluanku diserang oleh Tante Meri dan Tante Mira, sedangkan Tante Lisa kusuruh dia mengangkang di atas wajahku, lalu mulai menjilati dan menciumi liang kewanitaan Tante Lisa.

Dengan ganasnya mereka berdua secara bergantian menjilati, menyedot dan mengocok batang kemaluanku, hingga aku kewalahan dan merasakan nikmat yang luar biasa. Kemudian kulihat Tante Meri sedang mengatur posisi mengangkang di selangkanganku dan mengarahkan batang kemaluanku ke liang kewanitaannya, "Bless.. bleess.." batang kemaluanku masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Meri, lalu Tante Meri menaik turunkan pinggulnya dan aku merasakan liang kewanitaan yang hangat dan sudah basah itu. Aku terus menjilat-jilat dan sesekali memasukkan jariku ke dalam liang kewanitaan Tante Lisa, sedangakan Tante Mira meremas-remas payudara Tante Meri.

Beberapa jam kemudian, Tante Meri sudah orgasme dan Tante Meri terkulai lemas dan langsung menjatuhkan tubuhnya di sebelahku sambil mencium pipiku. Kini giliran Tante Mira yang naik di selangkanganku dan mulai memasukan batang kemaluanku yang masih tegak berdiri ke liang senggamanya, "Bleess.. bleess.." batang kemaluanku pun masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Mira. Sama seperti Tante Meri, pinggul Tante Mira dinaik-turunkan dan diputar-putar.

Setengah jam kemudian, Tante Mira sudah mencapai puncak orgasme juga dan dia terkulai lemas juga, langsung kucabut batang kemaluanku dari liang kewanitaan Tante Mira, lalu kusuruh Tante Lisa untuk berdiri sebentar, dan aku mengajaknya untuk duduk di atas meja rias yang ada di kamar itu, lalu kubuka lebar-lebar kedua pahanya dan kuarahkan batang kemaluanku ke liang kewanitaannya, "Bless..bleess.." batang kemaluanku masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Lisa. Kukocok-kocok maju mundur batang kemaluanku di dalam liang kewanitaan Tante Lisa, dan terdengar desahan hebat, "Akhh.. akhh.. akhh.. terus sayang.. enak.." Aku terus mengocok senjataku, selang beberapa menit aku mengubah posisi, kusuruh dia membungkuk dengan gaya doggy style lalu kumasukan batang kemaluanku dari arah belakang. "Akhh.. akhh.." terdengar lagi desahan Tante Lisa. Aku tidak peduli dengan desahan-desahannya, aku terus mengocok-ngocok batang kemaluanku di liang kewanitaannya sambil tanganku meremas-remas kedua buah dada yang besar putih yang bergoyang-goyang menggantung itu.

Aku merasakan liang kewanitaan Tante Lisa basah dan ternyata Tante Lisa sudah keluar. Aku merubah posisi, kini Tante Lisa kusuruh tiduran di lantai, di atas karpet dan kubuka lebar-lebar pahanya dan kuangkat kedua kakinya lalu kumasukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya, "Bless.. bless.. bless.." batang kemaluanku masuk dan mulai bekerja kembali mengocok-ngocok di dalam liang kewanitaannya. Selang beberapa menit, aku sudah tidak tahan lagi, lalu kutanya ke Tante Lisa, "Tante, aku mau keluar nich.. di dalam apa di luar?" tanyaku.
"Di dalam aja Sayang.." pintanya.
Kemudian, "Crott.. croott.. croott.." air maniku muncrat di dalam liang kewanitaan Tante Lisa, kemudian aku jatuh terkulai lemas menindih tubuh Tante Lisa sedangkan kejantananku masih manancap dengan perkasanya di dalam liang kewanitaannya.

Kami berempat pun tidur di kamarku, keesokan harinya kami berempat melakukan hal yang sama di depan TV dekat perapian, di kamar mandi, maupun di dapur.

Bila ada tante-tante atau cewek-cewek yang kesepian atau butuh kehangatan dan kejantanan seorang pria atau ada yang mau mencoba kejantananku, bisa hubungi e-mailku.

TAMAT

A Taste Of Honey - Party Time

Beberapa hari setelah malam kejadian pertama itu, aku berjumpa Hanny di mulut gang sedang menunggu angkot.
"Kemana Ibu Heni, eh.. Hanny?" tanyaku.
"Ini, mau ambil baju untuk dikreditkan. Bisnis kecil-kecilan".
"Han.. Ngghh boleh nggak aku.. Aaku.." tanyaku tergagap, bingung mau bilang mengajak bercinta lagi.
Ia mengerti keadaanku dan menukas, "Hmm.. Besok pagi jam sembilan kutunggu kamu di depan pintu masuk SM. Kita ke Puncak. OK?" katanya.

Aku berpikir sejenak. Besok ada jadwal kuliahku dua jam, tapi untuk mata kuliah ini aku masih belum pernah bolos dan rasanya aku sanggup untuk mengikuti ujian semester kalau hanya bolos satu kali.

"Setuju," jawabku .
"Dan jangan lupa nanti malam istirahat yang cukup. Besok pagi jam sembilan teet kamu sudah ada di SM".

Malam harinya aku sulit untuk memejamkan mata. Bayangan indah tubuh Hanny selalu melintas di khayalku. Adik kecilkupun juga menegang. Ingin rasanya kutumpahkan dengan berswalayan ria. Namun kutahan, mengingat besok pagi aku memerlukan stamina khusus yang prima. Akhirnya menjelang tengah malam akupun tertidur.

Esok harinya jam sembilan kurang sepuluh menit aku sudah di depan SM. Kikuk juga aku menunggu di sini. SM belum buka dan karyawan yang datang masih antri di depan pintu. Aku sedikit menyesali mengapa kemarin bikin janji di tempat ini. Jam sembilan lewat sepuluh aku sudah mulai gelisah, namun Hanny belum kelihatan juga.

Akhirnya lima menit kemudian kulihat ia datang. Hanny mengenakan baju lengan panjang tipis warna merah dengan motif bunga kecil-kecil. Ada gambar bunga tulip besar di dada kirinya. Bawahannya rok panjang di bawah lutut warna hitam dengan belahan di belakang sampai di atas lutut. Ia mengenakan sepatu dengan hak tinggi runcing, sehingga betisnya terlihat penuh bak padi bunting.

"Sudah lama nunggu ya? Sorry aku tadi ada keperluan lain, mendadak," katanya.
"Tiga puluh menit di sini, artinya itu sama dengan satu babak permainan bukan?" kataku pelan tapi agak ketus. Pura-pura saja, karena jangankan menunggu setengah jam, setengah haripun aku mau menunggunya.
"Sorry deh, nanti saya tambahin waktu untukmu. Kamu dapat lembur," suaranya merendah.
"Ayo. Jadi berangkat atau tidak.." katanya lagi.

Kami berdua segera berangkat. Di dalam angkutan sambil duduk berdempetan kami saling berbisik, ke mana kami akan beraksi. Akhirnya kami putuskan tidak usah terlalu jauh sampai ke atas, cukup di sekitar Ciawi saja. Lewat Ciawi sedikit, udara mulai terasa dingin. Akhirnya kami turun dan masuk ke sebuah hotel yang tidak terlalu mencolok.

"Berikan KTP mu, nanti aku yang urus di resepsionis," katanya meminta KTP-ku.

Kuberikan KTP-ku, aku maklum agaknya ia masih ada rasa segan untuk check in dengan menggunakan KTP-nya. Akhirnya kami masuk ke dalam kamar. Dia bilang kalau tadi harus mengantar baju pesanan temannya dua puluh potong. Sayang memang kalau rejeki ditolak.

Hanny tidak kelihatan kaku sama sekali masuk ke hotel ini. Setelah ngobrol dan kupancing-pancing tentang isu hubungan gelapnya dengan seorang pejabat akhirnya ia mengaku kalau dulu sering check in ke sini dengan pejabat teman selingkuhnya tersebut. Jadi ternyata benar selentingan yang pernah kudengar. Namun hubungan mereka sudah putus tiga tahun lalu, karena pejabat tadi terkena stroke. Kami memesan minuman dari dalam kamar, kemudian duduk di teras belakang kamar sambil melihat hijaunya Gunung Gede-Pangrango dari jauh.

"Room service!" terdengar ketukan di pintu kamar.

Minuman yang kami pesan sudah datang. Sambil nonton TV kami minum lemon tea pesanan kami. Sepatuku telah kulepaskan dan kutaruh di sudut ruangan. Hanny mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam tasnya dan menuangkan isinya ke dalam gelas kami masing-masing. Kucium gelas minuman. Ada aroma lengkeng.

"Kamu curiga minumannya kucampur racun ya?" Hanny menggodaku sambil menggelitik perutku.
"Bukan, takut kamu salah masukin obat tidur saja. Sia-sia jadinya jauh-jauh kita ke sini".
"Itu tadi madu lengkeng penambah stamina, jangan takut".

Sebentar kemudian ia sudah merapatkan badannya ke tubuhku sambil berkata.

" Puasin aku ya.. Aku percaya kamu sudah jauh lebih pintar sekarang ini".

Aku langsung merapatkan bibirku ke bibirnya. Kamu berciuman sangat bernafsu. Lidahnya masuk ke mulutku sambil menjelajahi setiap sudut dalam mulutku. Aku sangat terangsang, apalagi melihat tangannya mengusap-usap pangkal pahanya yang masih tertutup rok. Wanita ini nampaknya mempunyai nafsu seks yang besar, aku harus mengerahkan kemampuanku untuk memuaskannya.

Kuangkat badannya sehingga kami berdiri berdekapan. Aku membuka kancing bajunya dan langsung menyusupkan tanganku ke buah dada kirinya. Dia dengan cepat membuka tali branya sehingga menyembul dua bukit yang cukup besar. Kubuka bajunya dengan menggigit bagian krahnya dan menarik ke arah lengannya satu demi satu. Branya yang sudah kulepas kancingnya juga kuperlakukan demikian. Bibirku menyapu bahu dan lengannya yang mulus dan lembut sekaligus menggusur tali branya. Aroma parfumnya yang lembut membuat perasaanku menjadi rileks.

Branya dibiarkan jatuh di lantai, payudara bebas menantang di depanku. Aku langsung mengulum salah satu putingnya. Kurasakan makin lama makin keras. Kepalanya bergerak ke belakang menahan isapanku. Aku sangat menikmati ekspresinya ketika terangsang dan mengerang.

Begitu kancing dan ritsluitingnya kubuka maka roknya telah lepas dengan sendirinya. Ia kemudian membuka sepatunya. Kubisikkan aku ingin menikmati gaya seperti yang sering kulihat di film biru. Sambil berciuman ia membuka kancing bajuku dan melepaskannya dengan sedikit tarikan kasar. Kubuka ikat pinggang, kancing dan rilsuitingku dan langsung melorot. Dengan sebelah kakiku kuangkat bergantian maka celanaku telah teronggok di lantai lepas dari kakiku.

Tanganku telah masuk ke dalam celana dalamnya. Agak basah. Jari tengahku mengusap-usap klitorisnya yang masih terbungkus celana dalam. Ini membuat ia tak tahan. Kami saling mengisap sambil mengerang.

"Aaah.. Eeeh.. Haahh..".

Kutarik celana dalamnya ke bawah dan kulepas. Aku berjongkok di depannya sambil menciumi paha dan daerah sekitarnya. Kuangkat kaki kirinya ke atas bahu kananku dan bibirku segera mengulum klitorisnya, ia melenguh panjang keenakan.

"Aaauu.. Enak, To".

Ditekannya kepalaku semakin dalam ke sela-sela pahanya. Aku lakukan ini sekitar lima menit sampai Hanny menarik tubuhku dan gantian dia yang jongkok di depanku, dan mengulum, menjilati penis dan dua telur di bawahnya. Aku merasakan gairah kenikmatanku makin meningkat. Kepala penisku mengkilat oleh ludah dan cairan bening yang keluar dari lubangnya.

Hanny berdiri dan kudorong ke arah meja. Kupeluk dia dari belakang. Kedua tangan kami bertumpu pada bibir meja. Kutarik pinggulnya ke belakang hingga dia dalam posisi nungging dengan tangan tetap bertumpu pada meja.

"Ayo Anto, nggak tahan nih. Masukin cepet.."

Kuangkat kursi di dekatku, kutaruh bantal di atasnya dan kaki kanannya kulipat. Lututnya kuletakkan di atas kursi. Dengan lapisan bantal di atas kursi maka sudah kuperhitungan lututnya tidak akan merasa sakit.

Aku mencari posisi yang tepat, mengarahkan kejantananku ke liang senggamanya yang sudah sangat basah. Perlahan-lahan kupaskan pada lobang guanya dan kudorong masuk, meleset. Tangannya bergerak kebelakang menangkap penisku dan mengarahkan pada lubang vaginanya.

"Dorong To.. Tekan.. Enak sekali!"
Hanny melenguh, "Aaah.. Ya teruuss To".

Perlahan-lahan kupompa liang senggamanya sementara dia memaju-mundurkan pantatnya dengan gerakan cepat dan kaku. Ia ingin segera mendapatkan orgasme yang pertama.

"Terus To, aku suka sekali.. Enak.. Banget".

Kupompa makin cepat dan kuputar-putarkan kejantananku dalam liang senggamanya. Semenit kemudian badannya mengejang dan mulutnya berteriak..

"Aaah. sudah To aku sampai puncak. Aku dapat.. Aaah".

Aku menghentikan gerakanku agar ia bisa menenangkan napas dan detak jantungnya.

"Hebatth.. Sayang, Sudah kuduga pasti dalam waktu singkat kamu akan cepat belajar dan menghajarku habis-habisan. Enak sayang", katanya dengan manja setelah keadaan menjadi tenang. Kejantananku masih keras tertancap di liang vaginanya.
"Aku hanya mengikuti petunjukmu dan dengan menggunakan naluriku. Kita akan bertempur sampai tetes sperma penghabisan hari ini". Aku memulai memompa liang senggamanya lagi.
"Iya dong, kuharap kita dapat mencapai puncak bersama-sama. Terima kasih telah memuaskanku, mengantarku sampai ke puncak setinggi-tingginya", Hanny menjawab.

Kami telah bertempur lagi dan nampaknya Hanny telah kembali terangsang. Kadang-kadang aku memutar-mutar pantatku dengan arah yang berlawanan dengan putaran pantat Hanny.

"Aku capek yang, kita pindah ke ranjang.. Ouhh".

Kucabut penisku dan kurebahkan dia ke atas ranjang yang empuk, siap melanjutkan permainan kami. Ia mengangkat kedua kakinya dan membuka selebar-lebarnya. Ia kelihatan sangat seksi dalam keadaan seperti ini. Kuciumi sekujur betisnya dan kugigit bagian belakang lututnya. Ia merinding dan memekik.

"Ouuhh.. Kamu ppintar sekali. Puaskan a.. Kkk.. Ku!"

Kukocok penisku sebentar untuk mengembalikan ketegangannya dan kuarahkan ke vaginanya yang merekah merah. Sebentar kemudian penisku sudah mentok dan menyodok dasar rahimnya. Kuciumi dan kugigit dadanya. Kali ini dia menolak.

"Jangan To, nanti merah. Kemarin hampir ketahuan suamiku waktu aku berganti pakaian".

Kami benar-benar menikmati hubungan seks kami yang kedua ini. Suatu ketika tanpa sengaja kukencangkan otot perutku ketika kepala penisku dalam keadaan setengah masuk di bibir vaginanya. Aku terkejut merasakan efeknya. Penisku seperti membesar dan mendesak dinding vaginanya. Hannypun terkejut merasakan desakan pada vaginanya.

"Ouwww.. Nikmat sekali. Kamu apakan punyaku. Ouhh lagi dong.. Lagi" ia merintih.

Kembali kukencangkan otot perutku beberapa kali dan iapun memekik-mekik. Kaki kanannya kuangkat ke atas bahuku. Gerakan naik turunku semakin cepat dan lebih cepat lagi. Erangan, pekikan, rintihan dan desahan kami saling bersahutan. Tubuh kami sudah basah oleh keringat yang mengalir. Akhirnya aku hampir mencapai puncak.

"Hanny, .. Akk.. Kkku mau nyam.. Pppe. Uuiih.. Aaahh".
"Yaah.., aku juga!".

Kulepaskan kakinya dari bahuku. Semenit kemudian aku telah mencapai orgasme yang luar biasa sambil berteriak keras.

"Aaahh!!".

Kuhunjamkan penisku dalam-dalam. Hanny menyambutnya dengan mengangkat pinggulnya, kedua betisnya membelit pinggangku. Tangannya memukul-mukul kasur dan giginya tertancap di pundakku. Ia mencapai orgasmenya yang kedua sambil melenguh keras sekali.

"Aaauu.. Enak To.. To Uuffp. Aeeaahh".

Bahuku terasa sakit. Gigitannya tadi meninggalkan bekas, meskipun tidak sampai merah atau berdarah. Kami terdiam sejenak. Setelah reda, kami berciuman lagi secara lembut sekali. Kami mandi berendam bersama dalam bath tub sambil saling menyabuni dan sesekali saling menyentuh daerah-daerah sensitif sambil bersenda gurau dan tertawa cekikikan.

Sementara berendam dalam bath tub dan bercumbu, gairahku naik lagi lagi. Hanny juga terangsang karena penisku kugesek-gesekkan ke vaginanya ketika kami berpelukan. Setengah jam kemudian kami bercinta lagi. Kuangkat sebelah kakinya ke atas dinding bath tub. Aku ingin melakukan sambil berdiri. Karena sulit melakukannya, kami kembali ke tempat tidur untuk menyelesaikan satu babak permainan yang sangat seru dan lebih lama. Lagi-lagi kami melakukan mengalami orgasme yang sangat luar biasa. Aku harus menahan orgasmeku karena Hanny belum siap untuk mencapai orgasme. Akhirnya kami mengalami orgasme bersama-sama. Kukunya kali ini mencakar dada dan punggungku.

"Aaahh.. Aaahh".

Kami tertidur sampai sore dan setelah terbangun, kami memesan makanan. Setelah makan dan mandi kami lalu berkemas-kemas untuk pulang. Ketika melihat Hanny sedang mengenakan bajunya, namun tubuh bagian bawahnya masih telanjang, aku merasakan getaran nafsu lagi. Kupeluk dari belakang dan kuajak bercinta lagi. Dia menolak tapi kudorong dengan kasar ke ranjang dan kutindih. Penisku yang sudah cukup beristirahat siap melakukan tugasnya lagi. Tanpa melepas bajunya kusetubuhi dia dengan cepat dan kasar. Ia meronta-ronta dan berteriak-teriak.

"Sudah.. Sudah. Brengsek kamu To.. Lepaskan aku!"

Payudaranya kugigit dari luar bajunya. Kubisikan dengan lembut tapi penuh tekanan.

"Sorry Hanny, tapi sekali ini lagi saja.. Please!"

Iapun diam dan menurut. Ketika kutanya dengan pelan apakah ia ingin menikmatinya, Hanny menjawab hanya akan mengimbangi dan mengantarku ke klimaks, ia tidak berminat untuk mendapatkan orgasme lagi. Jadi dengan cepat kuselesaikan partai tambahan ini.

Akhirnya kami pulang setelah membersihkan diri lagi. Hanny masih sedikit marah dengan perlakuan terakhirku. Aku minta maaf dan kukecup bibirnya dengan lembut. Akhirnya dia luluh dan bahkan kejadian ini menjadi inspirasi bagi kami dalam berbagi kenikmatan pada waktu berikutnya.

Tamat

A Taste Of Honey - Outward Adventure

Suatu malam sekitar jam delapan aku bertemu dengan Hanny sedang membeli makanan di warung depan sana. Ketika penjaga warung mengatakan tidak ada uang kecil untuk kembalian belanjanya, Hanny meminta biarlah kembaliannya dibelikan permen saja. Kulihat ia mengambil permen rasa mint. Ketika pulang dan melewatiku ia mengedipkan sebelah matanya. Di depan perutnya kulihat jari tengah dan ibu jarinya membentuk lingkaran, jari lainnya lurus. Aku mengangguk. Aku tidak jadi beli alat tulis yang rencananya tadi akan kubeli.
Kubiarkan ia berjalan pulang duluan. Kutahan langkahku sambil ngobrol dengan tetangga sebelah lainnya di mulut gang. Setelah berbasa-basi sebentar kemudian akupun pulang. Perlahan-lahan kulewati rumah tetanggaku, kuda binalku itu. Kulihat ia menunggu di pintu pagar depan rumahnya. Ia berbisik dan memberi tanda dengan tangannya agar aku lewat pintu pagar samping dan ke teras belakang.

Kubuka pintu pagar samping rumahnya dan menuju teras belakangnya. Teras belakangnya ini sangat terlindung dari pandangan orang yang lewat di gang. Terlihat gelap karena lampunya dimatikan. Hanny sudah duduk di lantai teras belakang menungguku.

"Say.. Mau ya? Aku sendirian sampai jam sepuluh malam ini" katanya.

Aku hanya diam dan memberi isyarat dengan mukaku. Kuperhatikan lantai terasnya sudah dilapis dengan karpet tebal 2 X 1, 4 m. Hannyku memang luar biasa. Ia selalu cekatan untuk urusan bercinta.

Aku duduk di sampingnya dan ia menggeser duduknya lalu memelukku dari belakang. Saat itu ia mengenakan baju tidur yang tipis sehingga lekuk-lekuk tubuh indahnya jelas membayang meskipun keadaan remang-remang.

Diciumnya tengkukku. Aku menggelinjang. Dadanya dirapatkan di punggungku. Buah dadanya yang padat menekan punggungku. Tangannya memegang tanganku dan meremas-remas jariku. Ia menggigit pundakku yang masih tertutup kaus.

Ada sesuatu yang kupendam dari tadi tapi aku segan untuk mengatakannya. Akhirnya aku bertanya, "Han.. Boleh aku bertanya?".
"Kenapa tidak boleh. Jangankan bertanya. Menggenjotku di ranjangpun kuijinkan", katanya dengan nada sedikit tak senang.
"Apakah kamu juga melakukan dengan pemuda lainnya?" kataku sambil menunduk.

Ia terdiam. Aku merasa serba salah dan menyesal bertanya begitu.

"Kenapa kau tanyakan itu?" katanya berbisik sambil mengetatkan pelukannya di tubuhku.
"Aku dengar biasanya, wanita yang sudah agak berumur sering mencari pemuda untuk melampiaskan nafsunya".
Ia kemudian tertawa kecil. "Maksudmu ini tentang tante girang dan gigolo?"

Aku mengangguk.

Akhirnya kamipun membahas tentang kehidupan antara tante girang dan gigolo. Banyak sekali kutanyakan hal-hal tentang mereka kepadanya dan ia menjawabnya dengan fasih. Aku semakin curiga kalau ia termasuk salah satu tante girang dan kupancing lagi semakin jauh. Justru ia yang bertanya padaku.

"Aku jadi curiga padamu To. Kamu kok kelihatannya tertarik dengan tante-tante?"

Aku jadi kikuk dan salah tingkah.

"Ahh.. Eee .. Ee ng.. enggak kok".
"Dari caramu menjawab saya ragu dengan jawabanmu tadi. Aku memang punya banyak kenalan dan sering berkumpul dengan tante-tante yang sering berkencan gonta-ganti pasangan dengan anak-anak muda. Aku juga sering diajak untuk masuk ke dalam dunianya. Aku tidak mau karena aku sadar bahwa dunia itu tidak cocok untuk keadaanku. Terlalu besar biayanya. Aku tak mampu. Aku juga mau ingatkan padamu, jangan kamu masuk dalam dunia mereka, karena sekali kamu masuk maka kamu akan terjerat dan akan diperbudak mereka. Kamu tidak bisa keluar dari lingkaran itu. Ingat kata-kataku ini. Ini bukan masalah aku bermaksud mengekang atau menguasaimu. Kukatakan ini karena aku tak mau kamu terjerumus".

Aku menarik napas panjang. Tangannya meremas kejantananku. Aku membalikkan tubuhku dan dalam posisi duduk di karpet kami akan mengawali pendakian malam ini. Kulihat sekeliling kami. Gelap karena lampu teras dimatikan dan malam ini bulan akan muncul selewat tengah malam. Hanya ada bintang bertaburan yang terlihat jelas karena cuaca cerah tak berawan. Kurasakan hembusan angin malam, dingin menusuk kulitku.

Kuperhatikan lagi bagian pekarangannya yang ditumbuhi rumput manila. Cukup terlindung oleh rimbunnya daun perdu dari pandangan di jalan. Kubisikkan padanya, "Aku mau bercinta ditemani oleh bintang". Ia belum paham dengan kata-kataku.
"Kamu lihat bagian pekarangan yang ada rumput manilanya? Cukup gelap dan terlindung dari pandangan orang lewat", kataku lagi. Ia kelihatannya mulai mengerti dengan arah pembicaraanku.
"Hmm. Kamu selalu penuh dengan ide gila dan liar. Tapi itu yang kusukai darimu".

Karpet kami gulung dan kami bawa ke atas rerumputan. Kuedarkan pandanganku sekali lagi untuk meyakinkan bahwa kami tidak terlihat oleh orang yang lewat di gang. Kemudian segera karpet kami hamparkan di atas rumput manila. Terasa lebih empuk daripada ketika dihampar di lantai teras.

Kulucuti celana dalamnya terlebih dahulu. Demikian juga ia melepas celana pendek dan celana dalamku. Tanganku mengusap pundaknya yang terbuka. Kucium mesra dan kurasakan tidak ada tali di atas pundaknya. Kupikir dia tidak memakai bra.

Kususupkan tanganku dari bagian bawah gaun tidurnya hendak meremas payudaranya. Ternyata masih ada penutup yang masih menghalangiku. Hanny mengerti pikiranku

"Stripless.. Yang. Buka saja di punggung seperti biasa" bisiknya lemah.

Tanganku ke punggungnya dan sebentar branya sudah kucampakkan ke atas karpet. Kini kami sudah siap untuk mulai mendaki lereng-lereng kenikmatan.

Hanny duduk di sebelahku dan menatapku sejenak. Ia merogoh kantung baju tidurnya dan mengambil sesuatu, merobek lalu tangannya memasukkan sesuatu tadi ke mulutnya. Ia mendekatkan mukanya ke mukaku dan menggerayangi pipi dan telinga dengan mesra. Dari mulutnya tercium aroma mint yang segar. Rupanya ia makan permen. Kucium jemari tangannya dan kukulum telunjuknya. Hanny terus mencumbuku. Kupeluk dan kutarik tubuhnya menindihku. Kakinya membelit kakiku. Tangannya merayap di atas dadaku yang tertutup kaus. Ia membelai-belai dadaku dengan lembut dan penuh perasaan.

Ia menindih tubuhku. Bibirnya mencium bibirku, lidahnya mendorong permen mint tadi ke luar dan menjepit dengan bibirnya. Kujilati bibir dan permen yang ada dimulutnya. Didorongnya permen ke dalam mulutku dan gantian ia yang menjilati bibir dan mulutku. Demikian aku dan dia saling berganti memainkan permen dalam mulut kami sampai akhirnya habis. Napas kami mulai memburu.

Payudara sebelah kanannya kuremas dengan tangan kiriku sementara tangan kiriku memainkanbulu halus di pahanya. Hanny mengerang dan merintih ketika putingnya kugigit kuat dari luar baju tidurnya.

"Aduhh.. Sakit To.. Ououououhh.. Nghgghh".

Hanny mengusap rambutku dan menjilati lubang telingaku. Aku sudah mulai terangsang. Senjataku mengeras ditindih oleh perutnya.

Bibirnya bergerak ke bawah, ke perut dan terus ke bawah. Digigitnya meriamku yang sudah tegak. Ia mengisap-isap buah zakarku dan menjilatinya sampai ke daerah perbatasan dengan anusku. Aku tidak tahan dengan rasa nikmat yang menjalariku. Kugigit bibir bawahku.

Tiba-tiba meriamku bergerak refleks mengencang memberikan responnya ketika lidah Hanny menjilat kepalanya. Kemudian kuatur gerakannya dengan mengendalikan otot Kegel yang sudah kulatih. Kuangkat kepalaku sedikit, kulihat Hanny dengan asyiknya menjilat, menghisap dan mengulum meriamku. Aku terpekik kecil setiap lidahnya yang merah menjilati lubang meriamku.

Kembali kepalanya ke atas dan bibirnya menyambar bibirku. Kubalas dengan ganas dan kudorong lidahku ke dalam mulutnya, menggelitik langit-langit mulutnya. Lidahku kemudian disedotnya dengan kuat. Dia berjongkok di atas pahaku. Tangannya kemudian meremas dan mengocok meriamku. Meriamku semakin kaku dan membatu.

"Ouououaahhkk.. Puaskan dahagaku.. Berikan aku.." ia mendesah.

Tidak lama kemudian kurasakan pantat dan pinggul Hanny bergerak-gerak menggesek meriamku. Dan kemudian.. Blesshh. Kepala meriamku masuk ke dalam gua kenikmatannya. Terasa lembab, hangat namun tidak becek. Kurasakan dinding guanya berdenyut-denyut meremas kemaluanku. Rupanya dia sudah berlatih senam Kegel dan mempraktekkannya saat ini.

"Akhh.. Oukkhh", kami saling merintih pelan.

Kami harus menahan suara kami agar jangan sampai ada orang yang kebetulan lewat di gang mendengarnya. Hanny mendongakkan kepalanya dan kujilati lehernya. Ia terus menggoyangkan pantat dan memainkan otot kemaluannya sehingga sedikit demi sedikit makin masuk dan akhirnya semua batang meriamku sudah ditelan oleh guanya.

Pantatnya bergerak naik turun untuk mendapatkan kenikmatan. Kadang gerakannya berubah menjadi maju mundur atau berputar-putar. Sesekali gerakannya menjadi pelan dan kontraksi ototnya dikuatkan mengurut meriamku. Kemudian ia mengangkat pantatnya dan dengan pelan menggesek-gesekkan bibir guanya pada kepala meriamku beberapa kali dan kemudian dengan cepat menurunkan pantatnya hingga seluruh batang meriamku tenggelam terhisap dalam putaran pantatnya. Ketika batang meriamku terbenam seluruhnya hingga mendesak dasar rahimnya ia bergetar dan kepalanya semakin mendongak. Napasnya mulai terputus-putus.

Kusingkapkan gaun tidurnya dan kubuka lewat kepalanya. Kini ia telanjang bulat. Kuisap puting buah dadanya yang sudah membatu. Tangannya tidak mau kalah dan tergesa-gesa melepaskan kausku. Gerakannya semakin liar. Tanganku memeluk punggungnya. Badanku seolah-olah seperti menggantung pada badannya. Kuisap payudaranya yang bergoyang-goyang mengikuti gerakannya.

Ia memelukku dan merebahkan tubuhnya ke atas tubuhku. Gantian dia mengeksplorasi area sekitar dadaku sampai dada dan bulu dadaku basah oleh jilatan ludahnya. Kini gerakannya pelan namun bertenaga penuh. Pantatnya naik ke atas sampai meriamku lepas, kemudian ia menurunkan lagi dengan pelan dan kusambut dengan gerakan pantatku ke atas. Kembali meriamku menembus guanya. Ketika meriamku mentok di rahimnya kami berdiam sebentar dan memainkan otot kemaluan seluruh batang meriamku mulai dari pangkal hingga ke ujung seperti diurut. Mendesak dan didesak dinding vaginanya.

Tangannya meremas dan menjambak rambutku, punggungnya melengkung menahan kenikmatan. Mulutnya merintih dan mengerang agak keras. Kututup mulutnya dengan tanganku.

"Ssstt..!", bisikku, "Jangan sampai nanti kami jadi tontonan orang."
"Anto.. Ouhh Anto, aku mau.., aku mau kelu.. ar"
"Sshh.. Shh.. Akupun.. Ju.. Ggghh"
"Anto sekarang ouhh.. Sekarang" ia memekik tertahan.

Kubalikkan tubuhnya. Hanny mengejang, kakinya membelit kakiku. Mulutnya mencari-cari bibirku dan kusambut agar ia tidak merintih-rintih. Vaginanya berdenyut kuat sekali dan pantatnya bergerak ke atas menyambut tusukan terakhirku setelah semua otot yang mendukung ketegangan penisku kukencangkan dan kutahan. Pantatku bergerak kebawah dengan keras hingga meriamku terasa sakit. Mungkin sampai lecet karena iapun mengencangkan otot vaginanya. Tembakanku memancar deras dan sebagian mengalir keluar ke pahanya. Vaginanya terasa becek, namun sempit. Kupeluk punggungnya dan kuusap dengan kuat dari leher sampai ke pinggangnya.

Tubuhku melemas di atas badannya. Kucabut penisku yang sudah mengecil dan berbaring di sampingya. Kukecup lembut bibir dan keningnya. Tubuh kami yang basah oleh keringat terasa segar ketika angin bertiup agak kuat.

"Terima kasih Anto, kuda arabku. Kau sungguh hebat sekali. Aku nggak tahan setiap bercinta denganmu. Tubuhku serasa remuk semua" ia berbisik di telingaku.
"Akhirnya kita nggak jadi Q.. Q, malahan masuk dalam sebuah permainan yang baru", katanya lagi.

Aku diam saja sambil mengelus-elus dan mencium rambutnya. Akhirnya Hanny bangkit setelah napasnya teratur dan menghela napas dalam-dalam. Ia mengenakan kembali gaun tidurnya. Akupun memakai celanaku dan sama-sama masuk ke dalam kamar mandi membersihan tubuh kami dari keringat dan ceceran sperma yang lengket di tubuh kami.

Setelah kembali ke pekarangan, membereskan karpet arena pertempuran tadi, Hanny kelihatan sedang memasak di dapur. Kudekati dan kulihat lima butir ayam kampung di dalam panci. Begitu air mendidih segera ia mengangkat telur ayam tadi, memecahkannya dalam sebuah gelas, menaburi dengan lada dan kecap asin ia mengaduknya. Diminumnya sebagian telur setengah matang tadi dan kemudian sisanya diberikan kepadaku dan segera kuminum sampai tandas. Aku pulang setelah memberikan french kiss yang ganas.

Aku duduk di atas karpet di dalam kamarku merapikan pakaian yang kupakai tadi. Sebuah pengalaman yang baru. Kupikir tadinya kami akan melakukannya dengan cepat, namun kini kami mempunyai sebuah pengalaman baru yang indah. Bercinta di tempat terbuka.

"Wuuiihh, dahsyat man!!", kataku dalam hati.

Paginya kuintip dari jendela, Hanny sedang menyapu. Ia dalam posisi membelakangi kamarku, daster bagian belakangnya sedikit naik karena ia menyapu sambil membungkuk. Kubayangkan sebentar kalau kami bercinta dalam posisi doggie style. Kubuka kaca nako dan aku bersiul. Ia menoleh, meleletkan lidahnya, menggoyangkan pantatnya dan kembali melanjutkan menyapu.

Beberapa hari kemudian Hanny mengajakku berenang di Cisarua. Sebenarnya kalau aku disuruh berenang sendirian ke sana, I.. Hh, sorry saja. Aku bisa kedinginan. Namun karena ada bara yang akan menghangatkanku dengan senang hati kuikuti ajakannya.

Hanya ada beberapa orang yang berenang di sana. Kupikir karena hari ini bukan hari libur atau akhir minggu. Jadi paling-paling hanya orang dari Bogor dan sekitarnya saja yang datang.

Selesai berenang kami tidak langsung pulang namun Hanny mengajakku jalan-jalan di kebun teh. Kami menyusuri jalan setapak, namun kemudian Hanny menyeretku masuk ke dalam kerimbunan rumpun teh agak jauh dari jalan setapak tadi. Yang kelihatan dalam pandangan kami cuma daun dan pohon teh saja. Jalan raya dan jalan setapak sudah tidak kelihatan. Kami berhenti dan tidak lama kedua tangannya menggayut manja di leherku.
Dikeluarkannya handuk besar yang dipakai mengeringkan tubuh seusai berenang tadi. Dihamparkannya di atas rerumputan di antara pepohonan teh. Hmm.. Rupanya ia akan mengulangi peristiwa di pekarangan rumahnya. Matahari sudah agak condong ke barat. Udara dingin menyapu tubuh kami.
"Ada orang lewat nanti Han!" kataku mengingatkan.
"Tidak ada. Pemetik teh tidak akan datang ke kebun sore-sore begini. Kalau nanti ada yang lewat pasti dia pasangan berbeda jenis seperti kita yang juga mencari tempat", katanya sambil tertawa kecil.

Benar juga kupikir. Mungkin kalau hari libur banyak orang Jakarta yang mencari udara segar bisa saja tersesat sampai di tempat kami, namun sekarang bukan hari libur. Jadi kupikir aman saja. Resiko selalu ada, namun masih imbang dengan keuntungannya.

Tidak lama kemudian kami berdua sudah berbaring berpelukan dalam keadaan bugil. Kucium bibirnya dan kuremas buah dadanya. Ia merintih, nafsunya mulai bangkit. Kubalikkan tubuhnya sehingga membelakangiku. Kuciumi tengkuk, cuping telinga, leher dan punggungnya.

"Ouhh jangan kau siksa aku.. Ayo kita lanjutkan say.."

Kami kembali berbaring miring berhadapan. Kuremas dadanya dengan kuat, kupilin putingnya. Kemaluanku cepat mengeras. Mulutnya mencari bibirku ketika bibirku sedang menjilati lehernya. Kuangkat sebelah kaki yang ada di atas dan kucoba memasukkan kemaluanku ke dalam vaginanya. Beberapa kali kucoba dan hanya kepala penisku yang bisa menyentuh bibir vaginanya. Akhirnya Hanny memajukan pantatnya, dada dan kepalanya menjauh dari tubuhku. Dalam posisi demikian akhirnya dengan kerja keras aku bisa menembus guanya.

Kudorong pantatku maju mundur dengan pelan. Agak sulit melakukannya dalam posisi miring. Kuputar badannya, tubuhku kini ada di atasnya. Kugenjot vaginanya. Tak berapa lama kembali ia memainkan otot vaginanya. Aku membiarkan ia bermain sendiri tanpa membalas kedutan ototnya.

Pantatku kunaik-turunkan dan rasa nikmat menjalar di sekujur tubuh kami. Kadang pantatku kugantung dan ia menaikkan pantatnya, menyongsong dari bawah. Demikian dalam posisi ini kami bertahan beberapa saat sampai akhirnya aku merasakan denyutan yang kuat di ujung penis dan sualtu liran yang cepat mengalir dalam saluran kencingku.

Keringat sudah membanjir di tubuh kami. Dinginnya udara tidak terasa lagi. Kupacu kudaku mendaki lereng terjal menuju ke puncak penuh kenikmatan. Kami saling memagut, mencium, meremas dan menjilat bagian tubuh yang bisa kami capai dengan mulut dan tangan kami.

"Aku tidak tahan lagi. Hebat kamu To, aku keluar.. Oukhh"
"Eeahh.. Haahhnn .. Nnyyhh!"

Ia berteriak dan melengkungkan badannya. Kuselesaikan permainan ini dengan sempurna. Kutekan kemaluanku sedalam yang aku bisa. Tangannya mencengkeram handuk. Sunyi sejenak tanpa ada suara apapun kecuali napas kami yang hampir putus.

Hanny memutarkan tubuhnya tanpa melepaskan kemaluanku, dalam posisi di atasku.

"Luar biasa kamu Anto, aku.. Seperti.. Tidak mau melepaskanmu".
"Akupun sangat puas, permainanmu juga hebatth", kataku sambil mengacungkan jempol.

Kami turun ke Bogor dan pulang ke rumah. Malamnya ia ke kamar kosku sambil membawa sekantung anggur hijau untukku. Ia memberi kode jari tengah bertemu dengan ibu jari. Aku menggeleng, kukatakan bahwa tenagaku sudah habis, nanti malah kamu kecewa. Luar biasa wanita ini, seakan gairahnya tidak pernah padam. Ia tersenyum, mengerti dengan keadaanku yang memang sangat kelelahan. Akhirnya ia pulang dan akupun tidur dengan memeluk guling erat-erat.

Pengalaman berikutnya terjadi setelah kami bergumul ria di sebuah bungalow di kawasan Puncak. Sengaja kami memilih bungalow yang paling ujung dan sudut. Di belakang bungalow ada tanah kosong yang ditanami rerumputan selebar tiga meter dan kemudian dibatasi dengan tembok yang mengelilingi kompleks bungalow. Keadaan di belakang bungalow ini tidak akan terlihat dari sudut manapun.

Satu babak permainan yang panjang dan liar sudah kami selesaikan dengan satu hentakan dan dengusan napas panjang. Keadaan ranjang berantakan sekali. Sprei sudah terlepas dan tersingkap kemana-mana. Bantal dan guling berjatuhan di lantai. Pakaian berceceran di lantai.

Setelah mandi bersama dengan air panas kubawa kursi plastik tanpa sandaran tangan yang ada di teras bungalow ke belakang. Aku bertelanjang ada, hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam. Kupikir mengenakan celana dalampun percuma. Tetanggaku yang binal ini masih minta extra show.

Aku duduk sambil mengamati bunga yang banyak tumbuh di sana. Sejuknya udara puncak membuatku berniat masuk ke kamar. Tapi sebelum aku beranjak Hanny telah menyusulku dengan mengenakan jubah mandi. Aku yakin 101%, dia tidak mengenakan apa-apa lagi di baliknya.

"Enak juga duduk disini, sepi", katanya sambil menjatuhkan pantatnya di pangkuanku. Tangannya langsung merangkul leherku. Hhh..

Kami mengobrol sambil sementara tubuhnya masih berada dipangkuanku. Sejuknya udara hilang begitu saja karena panas tubuh kami yang saling menghangatkan. Hanny mulai menggelitik telingaku dengan lidahnya,

"Lagi dong.. Yang!" bisiknya lirih.

Kuubah posisi duduknya sehingga ia kupangku dengan tubuh berhadapan. Kutarik rambutnya ke belakang sehingga kepalanya menengadah dan lehernya yang putih mulus segera basah oleh jilatan dan kecupanku.

Perlahan-lahan kejantananku bangkit kembali. Kemudian kutarik tali jubah mandinya. Mataku tak berkedip. Buah dadanya yang montok putih mulus dengan puting yang coklat kemerahan terasa menantang untuk kulumat. Kuremas-remas lembut payudaranya yang semakin mengeras.

"Ohh.. Teruss To.. Teruss..!" desahnya.

Kuhisap-hisap putingnya yang keras seperti kelereng, sementara tangan kiriku meremas pinggang dan buah pantatnya. Desahan kenikmatan semakin keras terdengar dari mulutnya. Kemudian ciumanku beralih ke ketiaknya. Hanny mengangkat lengannya untuk memberikan kesempatan padaku menciumi ketiaknya. Ia kegelian sambil mendesah, matanya terpejam dan kepalanya menengadah.

Ia mengikik ketika melihat kejantananku sudah setengah berdiri menempel pada perutnya. Tanpa basa-basi, ia menyambar kejantananku serta meremas-remasnya.

"Oh.., ennaakk.., terussh..!"

Desisanku ternyata mengundang gairahnya untuk berbuat lebih jauh. Ia kemudian melepaskan pelukanku dan berjongkok. Ditariknya celanaku hingga terlepas dan dengan serta merta melumat kepala kejantananku.

"Uf.. Sshh.. Auhh.. Nikmmaat.." Dikeluarkannya seluruh kemahirannya.

Ia tidak memberikan kesempatan kepadaku untuk berbuat banyak kecuali merintih dan memegang kepalanya. Dengan semangat, bibirnya mengulum dan tangannya mengurut kejantananku. Aku terbuai dengan sejuta kenikmatan. Tangannya terus mengocok, dan mulutnya terus melumat dan memaju-mundurkan kepalanya.

"Oh.. aduhh..!" teriakku dengan penuh kenikmatan.

Kuangkat lengannya, kami berdiri, kemudian berputar, kududukkan dia di atas kursi. Ia mengerti maksudku. Posisi duduknya agak maju, kakinya dibuka lebar. Kusibakkan pahanya semaik lebar. Aku melihat vaginanya yang berwarna merah muda dengan rumput hitam yang tebal tapi ditata rapi..

Aku berjongkok di depannya. Jari tengah dan ibu jariku membuka vaginanya. Dengan penuh nafsu, aku menciumi kemaluannya dan kujilati seluruh bibir luar dan sampai bibir dalamnya.

"Oh.. teruss.. An.. To.. Aduhh.. Nikmat..".

Aku terus mempermainkan klitorisnya yang sebesar biji kacang tanah. Seperti orang yang sedang berciuman, bibirku merapat di belahan vaginanya dan lidahku terus berputar-putar di dalamnya.

"Anto.. oh.. teruss sayamgg.. Oh.. Hhh!!".

Desis kenikmatan yang keluar dari mulutnya, semakin membuat gairahku berkobar. Kusibakkan bibir kemaluannya tanpa menghentikan aksi lidahku.

"OOoh.. Nikmat.. Teruss.. Teruss.." teriakannya semakin merintih.

Ia menekan kepalaku dan menjepit dengan pahanya. Ia mengangkat pinggul, cairan lendir yang keluar dari dinding vaginanya semakin membanjir. Sebagaimana yang ia lakukan kepadaku, aku juga tidak memberikan kesempatan padanya untuk melepaskan kepalaku. Vaginanya sudah basah terkena ludah bercampur lendirnya. Aku jilat lagi, terasa sedikit asin tapi nikmat.

"Sudah To.. Sudah.. Ayo kita..!!"

Aku meraih tangannya dan kubaringkan di atas rumput. Rambutnya sudah awut-awutan, jubah mandinya sudah melorot. Dengan sedikit mengerakkan badan, maka jubah mandinya pun terlepas, menjadi alas tempat kami bergulat. Kemudian kami sama-sama berpagutan bibir. Ternyata, wanita cantik ini benar-benar sangat agresif dan ekspresif.

Kugulingkan badanku, aku ingin untuk sementara ia yang mengendalikan kapal. Ia menjilat leher kemudian dada dan putingku. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Hanny tersenyum. Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman kembali. Lidahnya dimasukkan ke dalam mulutku, menari dalam rongga mulutku dan menjilati langit-langit mulutku. Aku membalas dengan mengulum dan menghisap lidahnya.

Gairah kami semakin bergelora dan kini saatnya untuk menimba kenikmatan. Kutarik buah kejantananku sehingga kelihatan semakin tegak dan memanjang. Pinggulnya naik dan bergerak di atas pahaku. Kumasukkan kejantannaku ke dalam vaginanya yang basah. Blesshh..

"Hhhahh!! Ooh.., enakk..".

Tanpa mengalami hambatan, kejantananku terus menerjang ke dalam vaginanya.

"Oh.., Gimana.. Rasanya sayang.., Ouuh!!" ia berbisik.

Batang penisku sepeti dipilin-pilin. Hanny terus menggoyangkan pinggulnya.

"Oh.. Hannyku.. Terus.. Sayang.. Mmhhkk..".

Pinggulnya kuhujamkan lagi lebih dalam. Hanny dengan hentakan pinggulnya yang maju mundur, naik turun dan berputar semakin menenggelamkan kontolku ke liang kenikmatannya.

"Oh.. Isap dadaku.. Sayaangg, remass.. Terus.. Oh.. Uhhu..!" Erangan dan rintihan kenikmatan terus memancar dari mulutnya.
"Oh.. Hanny.., terus lebih cepat..", teriakku menambah semangatnya.

Goyangan pinggulnya semakin di percepat. Tangannya menekan kuat dadaku. Aku menaikkan pinggulku dan bergerak melawan arah gerakan pinggulnya agar bisa saling memberikan kenikmatan.

"Ahh.. Ah.., aku.. Cepat.. Aku.. Maa.. Uu.. Keluuaarr.. Oh..!" ia mendesah.
"Jangan.. Ta.. Han dulu aku masih ingin menik.. Mati tu.. Buh.. Mu!" kataku terengah-engah.

Aku tahu wanita ini hampir mencapai puncak kulminasi kepuasannya.

Kemudian aku membalikkan tubuhnya, sehingga posisinya di bawah. Kuputar dan kunaikturunkan pinggulku. Iapun membalasnya dengan gerakan berlawanan. Kalau aku berputar ke kiri, ia ke kanan. Kalau aku menaikkan pinggul ia menurunkannya dan ketika aku menurunkan pinggulku, maka pinggulnya pun naik menyambut hantamanku sambil memekik kecil.

Kuberikan isyarat agar berhenti dulu sambil beristirahat sejenak. Kami hanya berdiam dengan saling memeluk. Kali ini tidak ada erangan atau pekikan. Yang ada hanya desisan kecil dan desahan lembut. Otot kemaluan kami saling berkontraksi. Rasanya kejantananku seperti diisap oleh sesuatu yang lembut. Tangannya terus mengelus punggung dan pinggangku.

Setelah beberapa saat berdiam, maka dengan perlahan aku mulai menggenjotnya lagi. Kuberikan irama 7-1. Aku menggenjotnya dengan pelan tujuh kali dan berikutnya kuhempaskan seluruh berat tubuhku di atas tubuhnya.

"Hhgghhkk..". Ia menahan napas menahan gempuranku.

Bibirnya mengejar putingku dan mengulumnya.

"Ohh.. Hanny.. Geli.. Desahku lirih. Namun Hanny tidak peduli. Ia terus mengecup, mengulum putingku kanan kiri berganti-ganti.

Karena rangsangan pada putingku maka kupercepat genjotanku sehingga ia memekik-mekik kecil.

"Oh.. Anto.. Nikmatnya.. Jantanku.. Kamu..!"

Ia diam hanya menunggu dan menikmati gerakanku. Beberapa saat ia hanya diam saja, seolah-olah pasrah. Aku menjadi gemas, kutarik rambutnya kebelakang. Dadanya naik dan kugigit putingnya. Kukecup gundukan payudaranya kuat sampai memerah

"Ouhh.. Sakit.. Ped.. Dih. Ouhh..!"
Kurasakan aku tidak akan kuat lagi menahan desakan dalam saluran kencingku. Kutatap matanya dan kubisikkan," Sekarang.. Yang.. Sekarang".
Ia mengangguk lemah," Yyachh.. Eghhkk".

Begitu semprotan pertama kurasakan sudah diujung laras meriamku, maka kembali kuhempaskan tubuhku ke bawah. Hanny menyambutnya dengan menaikkan pinggulnya kemudian memutar dengan cepat dan kembali turun. Tangannya menjambak rambutku dan kemudian memukul-mukul rerumputan. Akupun menarik rambutnya dan kepalaku kutekan di lehernya.

"Oh.. To.. Anto.. kau begitu pintar memuaskanku. Gila.. Kau liar sekali kuda arabku", ujarnya.

Denyutan-demi denyutan berlalu dan semakin melemah. Kukecup kening dan bibirnya dan menggelosor di sampingnya.

"Kalau begini terus rasanya aku tidak usah pakai pakaian saja To" katanya mesra sambil mengusap-usap dadaku.

Setelah beberapa lamanya berpelukan dan beberapa kali ciuman ringan, udara dingin kembali terasa.

Kami masuk ke dalam. Mandi berpelukan berendam dalam air hangat dan memejamkan mata. Setelah itu kami makan sate kambing dan minum air jahe untuk bekal pertempuran berikutnya. Aku sebenarnya sudah puas dan cukup, namun karena ia memintanya lagi maka aku harus bersiap lagi.

Tamat

4 Obsesiku

Aku Surti, masih muda, seorang istri dari suami yang sangat kucintai. Tetapi aku punya obsesi yang terus terang (sebagai istri menjadi kurang ajar dan tidak tahu diri) yang belum pernah terpenuhi hingga saat ini. Aku ingin seorang lelaki di luar suamiku, lelaki yang macam gimana tidak penting, tetapi penisnya besar dengan tubuhnya yang berotot. Aku ingin tidur dengannya. Itu obsesiku, hingga pada suatu sampai kejadian itu terjadi.

Karena ada sesuatu urusan, suamiku harus pergi ke Malang untuk 5 hari termasuk perjalanan. Aku tidak dapat ikut karena kebetulan ada perbaikan rumah, menambah ruang untuk gudang dan aku bertanggung jawab agar semuanya dapat berjalan sesuai rencana, termasuk mengawasi pekerjaan para tukangnya.

Setiap hari kusiapkan minuman dan makanan kecil untuk 3 orang tukang batu dan kayu. Mandornya Saridjo orang Tegal. Kebetulan Saridjo, kira-kira berumur 45 tahun, orangnya cekatan dan rajin. Dan kebetulan juga tanpa kusadari sebelumnya, orangnya besar dan berotot. Dengan kulitnya yang kehitaman, Saridjo bekerja ditimpa panas matahari dari pagi hingga sore hari. Oleh karenanya dia selalu hanya pakai celana kolor pendek dan kaos singlet untuk membungkus tubuhnya, agar mengurangi gerahnya selama bekerja.

Sore itu kira-kira pukul 15.00 pekerjaanku telah selesai, sehingga aku dapat sedikit beristirahat di kamar tidurku. Sementara itu para tukang di bawah mandor Kang Saridjo, bekerja di luar nampak dari jendela kamarku tanpa aku khawatir mereka dapat melihatku tergolek di tempat tidur karena memang demikian adanya. Pandangan dari luar sulit menjangkau ke dalam dengan adanya kaca pada jendela yang membuat silau.

Kuperhatikan Saridjo, setiap kali dia membungkuk mengambil semen untuk ditemplokkan ke dinding. Badannya basah mengkilat penuh keringat. Sebentar-sebentar tangannya menyeka keringatnya itu.
Ahh.., badan itu.. celana pendek dan ketat itu..
Obsesiku tiba-tiba menyeruak timbul dan jantungku berdegup keras.

Kepergian suamiku telah 3 hari, aku memang merasa mulai sepi. Dan 2 hari lagi suamiku akan sampai di rumah kembali. Ya, 2 hari lagi. Sementara di luar jendela ada lelaki berotot mengkilat penuh keringat sangat sesuai dengan obsesiku selama ini. Bagaimana bau keringatnya itu..? Ketiaknya..? Atau selangkangannya..? Aku tertegun. Ada rangsangan yang menyelusuri tubuhku dan mendesak kesadaran untuk meninggalkan ingatan pada suami. Aku terdorong untuk mengambil kesempatan yang tersisa 2 hari ini. Inilah kesempatan mewujudkan obsesiku, impian mengenai lelaki lain untuk teman tidurku.

Tiba-tiba kulihat tukang-tukang di luar beres-beres sebagai tanda selesainya jam kerja hari itu. Biasanya mereka membersihkan badan dan mandi sebelum pulang. Dan pikiranku berjalan cepat seperti kilat, jantungku berdegup semakin keras hingga terdengar dari telingaku. Aku gemetar, sejenis gemetar yang nikmat. Ahh.. ooh..

Aku keluar kamar dan, "Kang Saridjo sebelum pulang tolong saya sebentar..!"
"Ya, Bu.., apa Bu..? Saya mandi dulu sebentar."
"Nanti dulu.. Biar temennya saja mandi dulu, Kang Saridjo bantuin saya.. Sedikit koq..!"
Demikian peristiwa itu berjalan cepat. Aku menahan Kang Saridjo yang masih bau keringat untuk membantuku melakukan sesuatu yang dia belum tahu. Pokoknya aku harus dapat menahannya.

Aku pura-pura sibuk membongkar lemari dan menurunkan apa saja yang ada di dalamnya.
"Ini Kang banyak kecoaknya, tolong bantu dikeluar-keluarin dulu, saya mau ganti alasnya."
Dia mulai ikut membongkar isi lemari.
"Apa lagi, Bu..?"
"Ya, itu.. Ambil koran yang bersih.. eehh.., disapu dulu baru diganti alas korannya.." aku memberi tugas dan bersambung tugas hingga teman-temannya siap untuk pulang.

Aku berbisik, "Suruh mereka duluan..!" suatu omongan yang provokatif penuh menimbulkan tanda tanya bagi Kang Saridjo tentunya.
Dia melihat ke arah wajahku, dan aku berkedip sebelah mata. Dia senyum.., sepertinya mengerti.Aku sudah semakin nekat.
"Pulang duluan, geeh..! Aku masih bantuin Ibu, nih..!" katanya menyuruh teman-temannya pulang.
Aku tidak sabar dan semakin panas dingin.

Lima menit kemudian, kuperkirakan teman-teman Kang Saridjo sudah agak jauh. Intuisi dan reflek-reflekku mengalir. Dari sebelah dinding aku mengangkat bundelan buku dan aku menjatuhkan diri.
"Aduh.. duh.. duhh, achh.. Kakiku kesleo..!"
Buru-buru Kang Saridjo bangun menghampiriku, "Kenapa, Bu..?"
"Ini, nyandung buku.." aku menyalahkan buku sambil, "Aduuhh.. aacchh..!" dan mengurut-urut betisku.

"Tolong Kang..!" tanganku menggapai tangan Kang Saridjo, itu pertama kali aku menyentuhnya.
"Ibu istirahat saja.. Biar saya saja yang beberes.."
"Yaa.., tuntun aku ke kamar tidur..!" pintaku sambil terpincang-pincang memegangi betisku.
Kang Saridjo memapahku. Tangan dan bahuku menyentuh badannya yang masih lengket karena keringat. Saat itu sempat aku juga mencium bau badan Saridjo. Ooohh.. bau lelaki.

Aku kemudian telungkup berbaring di kasur.
"Tolong urut sini dong, Kang..!"
Mungkin dia menjadi bengong tetapi aku masa bodo, pura-pura tidak melihat, dan bergaya masalah demikian biasa, minta tolong karena kesakitan.

Dia mulai mengurut-urut betisku.
"Acch.. Oocchh.. Aaacchh..!"
"Sakit Bu..?"
"Ya.. iya to, kamu ini gimana sih..? Terus urut pelan-pelan..!"
Aacchh.., telapak tangannya yang kasar. Tapak tangan kuli, yang pada saat begini berubah menjadi tangan kasar penuh rangsangan.

Aku yang setengah tengkurap di kasur menggeliat-geliat pura-pura kesakitan.
"Hhaacch.. hacchh.. eecchh.." begitu aku merintih-rintih, makin membuat Kang Saridjo bingung tentunya.

Tangan Kang Saridjo terus mengurut-urut betisku dengan hati-hati. Sekali lagi reflek dan intuisiku mengalir. Rintihanku kusertai geliat tubuh. Terkadang pantatku yang mulus kuangkat, seakan dalam menahan sakit. Tetapi sementara itu rintihan yang keluar dari mulutku kusertai pula dengan meremas-remas bantal. Tentu ini menjadi pemandangan yang sangat erotis dan menggoda bagi lelaki. Dan Kang Saridjo, seperti yang kurasakan tidak banyak bertanya lagi, terus mengurut-urut betisku.

Makin lama rintihanku berubah nada, menjadi desahan. Aku tidak merintih sekarang. Aku mendesah sambil tanganku terus meremas-remas apa saja dengan maksud demonstratif agar didengar dan disaksikan Kang Saridjo. Dan.., rasanya ada hasil. Tangan Kang Saridjo terus mengurut lebih naik lagi hampir pada lipatan dengkulku. Kubiarkan dengan terus mendesah-desah secara erotis. Ya, erotis.

"Ahh.. aacchh..! Terus Kang, enaakk..! Ennaak Kangg..!" desahku lagi.
Tentu efeknya pada Kang Saridjo seperti pisau bermata dua. Enak apanya..? Enak bagaimana..? Sakitnya baikan atau..? Aku tidak perduli dan naluriku terus berjalan untuk membangkitan emosi Kang Saridjo.

Dan ketika tangan Kang Saridjo kurasakan makin berani ke atas hingga menyentuh ujung pahaku, aku sudah yakin, Kang Saridjo sudah masuk perangkapku. Aku terus mendesah-desah sambil meremas-remas apa saja. Ya bantal, kain sprei, selimut, yang kemudian bahkan kupeluki guling sementara pantatku bergoyang naik turun sebagaimana orang menahan sakit. Dan ketika tangan Kang Saridjo yang kasar itu meremas pahaku, darahku berdesir sangat kuat, jantungku berdegup, mataku mulai kabur. Yang kurasakan hanya kenikmatan sentuhan Kang Saridjo yang demikian kutunggu.

Kudorong lagi keberaniannya dengan desahan dan rintihan erotis.
"Yaa.. aacchh.. ennaakk.., terus Kang..! Yaahh..!"
Dan tangan Kang Saridjo tidak lagi menunjukkan keragu-raguan.

Ketika akhirnya jari-jari tangannya yang kasar dan kaku benar-benar menyentuh bibir vaginaku, aku tahu bahwa Kang Saridjo benar-benar telah siap memegang kendali untuk mengajakku menuju kenikmatan dahsyat yang akan sama-sama kami alami. Aku bergelinjang hebat saat jari tangannya menyibak CD dan merengkuh bibir kemaluanku yang sejak tadi telah membasah karena birahi. Aku mulai benar-benar merintih karena nikmat yang menerpaku.

Seluruh tubuhku menggelinjang. Vaginaku banjir oleh cairan birahi. Pantatku kuangkat sedikit naik untuk memberi kesempatan tangan Kang Saridjo leluasa meremasi kemaluanku. Ternyata perkembangan ini disergap cepat oleh Kang Saridjo.
"Oohh.., Bu.. Aku nggak tahan, Bu..!""Aachh.. eecchh.." jawabanku hanya rintihan dan desahan yang penuh kehausan dan kebuasan atau keliaran.
Begitu juga Kang Saridjo, keliarannya langsung muncul tidak dapat lagi terbendung.

Rokku disibakkan hingga seluruh paha dan pantatku terbuka. Badannya menindihku dan wajahnya langsung menubrukku, dan bibirnya langsung menyedot dan menjilati paha dan pantatku, sementara tangan kanannya meneruskan meremasi vaginaku. Tangan kirinya menyelusup ke bawah blus meraih buah dadaku, meremasinya dan mempermainkan puting susuku. Woowww.. Dahsyat..! Belum pernah aku merasakan gelinjang senikmat ini selama masa perkawinanku.

Bau badan dan kelaki-lakian Kang Saridjo itu yang membuat segalanya menjadi bergolak terbakar sangat dahsyat. Dia mulai mengerang seperti singa yang lapar. Kemudian dengan tangannya yang kekar, tubuhku dibalikkannya hingga telentang. Tiba-tiba tangan-tangannya meruyak dan merobek-robek rokku. Aku sangat kaget dan serem dengan adanya kejadian itu. Sesaat aku tersadar, tetapi keburu mulutku disumpal dengan lidahnya yang dengan menggila menghisapi lidah dan ludah di mulutku.

Untuk sesaat birahiku mau lenyap. Kecewa, marah, takut, seram, panik campur aduk, tetapi ternyata itu hanya sesaat. Sebuah sensasi erotik tiba-tiba menggelegak melalui darahku. Kekasaran itu menjadi berubah menjadi sensasi birahi yang dahsyat bagiku, melengkapi obsesiku mengenai seorang lelaki berotot untuk meniduriku. Aku sepertinya hendak diperkosanya. Aku harus melayani nafsu singa lapar.

Tangan-tangan yang meruyak ke atas dan merobek-robek rokku telah menemukan sasarannya. Susu-susuku diremasinya. Tubuhnya yang entah berapa beratnya menindihku. Susuku dicemolinya. Digigiti, dihisap-hisap. Wajahnya membenam ke dada dan ketiakku, lidahnya menjilat, bibirnya menyedot dan menggigiti ketiakku.
"Ohh.. Kang Saridjo jangan lepaskan.. aahh..! Teruuss. Djoo.. nikmatnya akan selalu terukir di hatiku.. Djoo..!"
Rasanya berjam-jam dia melumpuhkanku. Dan aku menikmati dalam kepasrahan. Aku menikmati sebagai orang taklukkan. Ya, aku takluk kepadamu Djo.
"Kang.., aku nggak tahan Kang..!" erangku dalam kenikmatan.
Dan Kang Saridjo semakin menggila. Ketiakku pedih. Berikutnya wajahnya dari ketiak dan susuku turun ke perut, kemudian pinggul. Kecupan, sedotan dan jilatan terus bertubi mengiringinya membuat aku seperti kesetanan.

Sambil terus bergeser bibirnya turun ke perut, turun ke selangkangan, turun dan.. woohh.. Dengan giginya ditariknya dan robek lagi CD-ku. Aahh.., sungguh kekasaran yang nikmat dalam badai birahiku.

Lidah itu.., lidah Kang Saridjo menyentuhi bibir-bibir vaginaku. Lidahnya yang ternyata juga kasar (mungkin lidah kuli pula) seperti amplas menjilati klitoris terus ke lubang vaginaku. "Lidahmu itu.. Djo.. kenapa kamu terus menusuki lubang vaginaku Djoo. Ampuunn..!"
Aku merasakan kegatalan yang dahsyat dari lubang vaginaku. Pantatku menjadi menggelinjang naik turun tidak karuan. Kuterkam kepalanya. Kutekan wajahnya ke selangkanganku, ke lubang kemaluanku, rambutnya kujambak-jambak dan remasi sebagai pelampiasan kegatalan vagina. Kucabut-cabut rambutnya. Emosiku sangat galau.

Kegatalan itu sangat memuncak. Kegatalan itu membuatku hilang kesadaran akan sekeliling. Aku berteriak.., mengaduh-aduh menghadapi kenikmatan tidak terhingga. Dan Kang Saridjo tahu, aku tidak mau berhenti.
"Aku.. orgasmee.. ohh.. orgasme.. ohh..!"
Sangat jarang kudapatkan orgasme.

Aku menjadi sangat haus. Mulutku kering. Tenggorokanku kering.. Hauss.. tolong.. Ooohh.. hausnya.. Sementara itu Kang Saridjo masih terus menjilati kemaluanku. Seluruh cairan dari vaginaku dijilatinya dan diminumnya. Dan membayangkan hal itu membuat birahiku tidak luruh karena orgasme tadi. Dasar kemaluan yang selalu gatal. Milikku, vaginaku, kemaluanku belum terpuaskan juga. Seluruh peristiwa ini sangat sensasional hingga hausku menerjang lagi.

Kutarik dia ke atas, mulutku mencari sasaran. Mulut Kang Saridjo serasa ingin kukunyah. Bibirnya yang tebal kugigit keras hingga dia mengaduh. Aku sudah hanyut dalam nafsu hewaniah. Indraku tidak lagi berfungsi, pandangan kabur, telinga tersumpal. Yang kurasakan hanya gelinjang pada pori-pori di seluruh permukaan kulitku, di paha, di perut, di payudara dan puting-putingnya.

Kali ini Kang Saridjo memitingku, ototnya yang kuat menjepitku hingga sesak nafasku. Ada sedikit celah di antara ketiaknya. Aku dapat sedikit bernafas dan sekaligus menggigiti bahu, dada dan menjilati ketiaknya yang menebar bau kejantanannya itu.

Ternyata tanpa setahuku Kang Saridjo sendiri sudah telanjang bulat. Terasa ada sodokan-sodokan menimpa perutku dan kemudian turun ke selangkanganku dan mengarah ke lubang kemaluanku. Sodokkan itu seirama dengan naik turunnya pantat Kang Saridjo yang menindih seluruh tubuhku. Gerakkan memompa. Batang kejantanannya yang kurasakan panas dan bebal mengubek-ubek bibir kemaluanku yang 'mekrok' minta penis besar Kang Saridjo lekas menyuntiknya. Aku mulai menggoyang pantat untuk membantu kehausan dan kegatalan kemaluanku agar dapat selekasnya melahap batang kemaluan Kang Saridjo.

Terasa 'helm' penis Kang Saridjo seperti palu godam yang menonjok-nonjok untuk menghancurkan lubang sempit bibir vaginaku. Sesungguhnya bukan lubang itu sempit, tetapi nafsu birahilah yang membuat otot-otot bibir vagina mencengkeram dahsyat dan sulit untuk ditembus.
"Kasih ludah Kang..!" dengan penuh nafsu kusarankan Kang Saridjo agar selekasnya memasukkan meriamnya ke lubangku.
Dan kemudian, bless.. bless.. bless.. bless.., sungguh sempurna. Batang kejantanan itu telah mendapatkan sarangnya.

Aku bergoyang, Kang Saridjo memompa. Pelan.. bless.. Vaginaku menangkap dengan lahap senti demi senti batang kemaluan Kang Saridjo.
"Aacchh.. nikmatnyaa.. hoh.. Djoo.. Kang Djoo..!" aku terus meracau tidak tahan menanggung nikmat.
Kuku-kuku jariku menghunjam ke bahu Kang Saridjo, nafsuku benar-benar meledak tidak terkendali. Kerongkonganku kering dan terus terasa semakin kering."Djoo.., tolong.. Kang.. Ludahmu Kang.. Ludahmu Kang..! Aku mau ludahmu.. Tolong ludahmu Kang..! Ludahi aku.. ludahi mulutku.. ludahmu Kang.. Ludahi mulutku..! Aayyoo.. Kang aku hauss.." aku demikian ingin Saridjo meludahiku, meludahi mulutku, membuang ludahnya ke mulutku.
Ooohh.., bukankah aku telah menjadi taklukannya. Aku menjadi budaknya.. kan..?

"Ayoo Kang..! Ludahmu Kang..!" aku terus meracau.
Kang SariDjo heran, kenapa aku dapat menjadi begini. Tetapi kemudian melalui bibir tebalnya Kang Saridjo membuang ludah yang terkumpul di mulutnya ke mulutku. Aahh.. Kukenyam-kenyam kemudian kutelan. Kang Saridjo terus meludahi mulutku. Setiap kali dia mengumpulkan ludahnya dan membuang ke mulutku, birahiku semakin menggila.

Dan di bawah sana, batang kejantanan besar milik Kang Saridjo terus menghantam kemaluanku tanpa ampun. Genjotannya semakin kencang, semakin menghunjam, semakin dalam. Kegatalan kemaluanku juga semakin bertambah, hingga pantatku naik-naik seakan mengejar ujung batang kemaluannya untuk lebih dalam meruyak ke pintu rahimku.

Berkali-kali aku telah orgasme. Kemaluanku membanjir. Kalau kemaluan suamiku pasti sudah 'blonyoh' ngoplok-oplok, tetapi batang kejantanan besar milik Kang Saridjo tetap sesak dalam vaginaku. Aku yakin karena ukurannya yang besar itu. Dan itu pula yang membuat birahiku tidak padam-padam.

Kang Saridjo memang hebat. Terbukti pada saat mengayunkan pantatnya, tonjolan otot-otot pada lengannya keluar. Kulitnya yang mengkilat oleh keringat berminyak memperjelas anatomi tubuhnya. Setelah satu jam kami berasyik masyuk, Kang Saridjo sama sekali tidak menunjukkan kelelahan. Seakan kandungan energinya tidak terbatas. Mulutnya, lidahnya, tangannya, pantatnya hingga batang kejantanannya semua aktif belum sesaat pun istirahat. Usianya yang 45 tahun bukan menjadi hambatan, walaupun melayaniku yang jauh lebih muda.

Seperti saat ini, tembakkan batang kejantanannya pada vaginaku terus mencecar. Makin cepat dan dalam. Aku sendiri di antara rasa nikmat yang memang terus datang, sudah merasa payah. Udara kamar yang panas menambah rasa lelah tadi.
"Acchh.. uuhh.. oohh.. aacchh..!" kembali aku mendapatkan orgasmeku, kemaluanku makin banjir.Begitu bervariasi bunyi batang kejantanan dan kemaluanku yang saling interaksi, dan aku merasakan lelahnya. Aku ingin berhenti sebentar. Kudorong tubuh Kang Saridjo.
"Capee, Kang..!" kataku.

Tetapi kebuasan Kang Saridjo belum menunjukkan keredaan. Batang kejantanannya keluar masuk kemaluanku semakin cepat. Dia memiringkan tubuhku ke kanan. Kaki kiriku diangkatnya hingga membuat celah pahaku menjadi lebih luas. Batang kejantanannya jadi masuk lebih menghunjam lagi. Ahh.. enaknyaa.. Tetapi badanku tetap terasa lelah dan gairahku menurun.
"Capai, Kang..! Istirahat dulu.. Ahh..!"

Kali ini kupikir dia mengerti. Dia mencabut batang kejantanannya dari kemaluanku, dan dia menaruh bantal pada dinding dan diangkatnya aku untuk bersandar pada bantal tersebut. Jadi sekarang kepalaku lebih terangkat dan dapat menyender di dinding. Sepertinya memang aku disuruh istirahat dulu. Tetapi, diluar dugaanku, Kang Saridjo yang telanjang berdiri di tempat tidur, dengan batang kejantanannya yang tetap mengkilat, tegak dan kaku mengangkangiku, menghampiriku dan dengan setengah berjongkok, mengasongkan miliknya ke wajahku. Dia sentuhkan kepala penisnya ke bibir-bibirku.

"Isep, Bu.. Ayoo.. isep..!"
Aku belum lagi siap, kan..? Kutolak karena memang ingin berhenti dulu, tetapi.., "Ayoo, Bu..!Iseepp..! Saya nggak tahan lagi, nihh.., saya mau Ibu ngisep-isep, menjilat-jilat dan nanti minum pejuhnya.. Saya mau muncrat di mulut Ibu. Dan Ibu harus telan semua pejuh saya. Ayoo..!" katanya sambil tangannya meraih kepalaku mendekatkannya ke arah batang kejantanannya.

Ahh.., penaklukku benar-benar, nihh.. Dan aku heran, sensasi itu justru datang lagi. Gairah dan birahiku tiba-tiba menggelegak lagi. Nada omongan Kang Saridjo tadi seperti sihir. Seorang tuan yang menginjak-injak harga diri budaknya karena itu memang hak dia. Dan aku adalah budak yang boleh diapakan saja. Dan aku harus patuh, tanpa pilihan. Sihir itu betul-betul meluluhkan tetapi bukan melumpuhkan.

Karena sihir itu, tenagaku seakan pulih dan hadir lagi dengan birahi yang penuh. Kuraih batang kejantanan itu. Dalam genggamanku kuperhatikan kepalanya besar dan padat seperti jamur, dan terlihat mengkilat. Hoohh.., indahnya.

Belahan lubang kencingnya besar, seakan menyobek tepat di tengah seperti jamur yang merekah. Sangat menantangku. Woow.., sejak tadi aku memang belum secara langsung melihatnya. Kuelus kepala itu sesaat dan kemudian kedekatkan bibirku, lidahku. Hidungku menghirup aroma jantan dari kelamin Kang Saridjo. Dan lidahku mulai menjilat. Kujilat lubang kencingnya. Asin. Kujilati tepi-tepiannya. Kang Saridjo melenguh.

Lenguhan yang begitu nikmat merasuk ke telingaku.
"Kang.. apapun maumu. Aku budakmu Kang aacchh..!" desahku.
Kemudian batang kejantanannya mulai kukulum. Lahap seperti makan es mambo, setiap jilatan dan kuluman disertai bunyi. Aduuhh, sangat erotis.. eksotis.. Tidak pernah kudapatkan sebelumnya. Bahkan dengan suamiku pun tidak sejauh ini. Edan.

Rupanya cara ini yang akhirnya merontokkan pertahanan Kang Saridjo. Tidak terlalu lama, akhirnya dia mencapai pencak kenikmatannya dibarengi dengan rintihan, erangan dan racauan tidak karuanan yang keluar dari mulutnya.
"Bu.., budakku.., caboku.. uuhh.., isep teruuss..! Caboku.. Aku mau keluaarr.. Sayangku pelacurku.. zinahku.. cabokuu.. (gila, aneh, dampratan, makian, hinaan yang sangat merendahkan dan tidak terbayangkan olehku untuk seumur hidupku itu sekali lagi justru sangat memacu birahiku, nafsuku bergejolak) Ooohh.. oohh.. achh, Bu.. Aku keluar.., telenn..! Minum pejuhku..! Telen niihh..!" katanya sambil menekan kepalaku ke arah selangkangannya hingga aku gelagapan.

Ber'liter-liter' Kang Saridjo menyemprotkan spermanya ke mulutku. Hangat.., muncrat-muncrat memenuhi rongga mulutku. Kukecap-kecapi sebelum aku mulai menelannya (pada suamiku aku tidak akan mau begini, jijik, hii..!). Tapi sperma Kang Saridjo telah membasahi tenggorokkanku. Masih kuperas-peras batang kejantanannya hingga tidak ada yang tersisa.

Kujilati batang-batangnya hingga bersih. Rasanya sayang ada satu tetes pun yang tercecer. Terakhir, kulihat pula ada cipratan-cipratan sperma di bulu kemaluannya dan selangkangannya. Kudorong Kang Saridjo telentang, dengan lidahku kuhisap semuanya hingga benar-benar bersih. Ada banjir di kemaluanku dan gatal. Aku ingin disenggamai lagi.

Sementara itu Kang Saridjo jatuh lunglai. Keringatnya mengucur dari seluruh tubuhnya. Tangannya terentang mencari angin. Dan ketiaknya yang penuh bulu terbuka. Pelan-pelan kedekati, kubenamkan mulutku di ketiak itu. Hidungku menyergap bau ketiak. Aku menjilat-jilat. Kang Saridjo tertidur. Aku terus mencari kehangatan dan kenikmatan yang tersedia di tubuh Kang Saridjo yang tertidur lelap karena lelah.

Itulah kejadian yang menjadi kenangan bagiku bersama Kang Saridjo sebagai pengisi kekosongan dan perasaan birahiku. Akhirnya obsesiku tercapaikan dan aku puas.

Tamat

3 Rondeku Yang Luar Biasa

 Pertama-tama perkenalkan, aku adalah penggemar setia Web Cerita Seks. Sejak aku mengetahui alamat ini tujuh bulan lalu, hampir semua cerita aku baca, terutama yang merupakan kisah nyata. Karena itulah aku tergerak untuk mencoba menceritakan pengalamanku. Aku (sebut saja Aswin), umur hanpir 40 tahun, postur tubuh biasa saja, seperti rata-rata orang Indonesia, tinggi 168 cm, berat 58 kg, wajah lumayan (kata ibuku), kulit agak kuning, seorang suami dan bapak satu anak kelas satu Sekolah Dasar. Selamat mengikuti pengalamanku.

Cerita yang aku paparkan berikut ini terjadi hari Senin. Hari itu aku berangkat kerja naik bis kota (kadang-kadang aku bawa mobil sendiri). Seperti hari Senin pada umumnya bis kota terasa sulit. Entah karena armada bis yang berkurang, atau karena setiap Senin orang jarang membolos dan berangkat serentak pagi-pagi. Setelah hampir satu jam berlari ke sana ke mari, akhirnya aku mendapatkan bis.

Dengan nafas ngos-ngosan dan mata kesana kemari, akhirnya aku mendapat tempat duduk di bangku dua yang sudah terisi seorang wanita. Kuhempaskan pantat dan kubuang nafas pertanda kelegaanku mendapatkan tempat duduk, setelah sebelumnya aku menganggukkan kepala pada teman dudukku. Karena lalu lintas macet dan aku lupa tidak membawa bacaan, untuk mengisi waktu dari pada bengong, aku ingin menegur wanita di sebelahku, tapi keberanianku tidak cukup dan kesempatan belum ada, karena dia lebih banyak melihat ke luar jendela atau sesekali menunduk.

Tiba-tiba ia menoleh ke arahku sambil melirik jam tangannya.
"Mmacet sekali ya?" katanya yang tentu ditujukan kepadaku.
"Biasa Mbak, setiap Senin begini. Mau kemana?" sambutku sekaligus membuka percakapan.
"Oh ya. Saya dari Cikampek, habis bermalam di rumah orang tua dan mau pulang ke Pondok Indah," jawabnya.
Belum sempat aku buka mulut, ia sudah melanjutkan pembicaraan,
"Kerja dimana Mas?"
"Daerah Sudirman," jawabku.

Obrolan terus berlanjut sambil sesekali aku perhatikan wajahnya. Bibirnya tipis, pipinya halus, dan rambutnya berombak. Sedikit ke bawah, dadanya tampak menonjol, kenyal menantang. Aku menelan ludah. Kuperhatikan jarinya yang sedang memegang tempat duduk di depan kami, lentik, bersih terawat dan tidak ada yang dibiarkan tumbuh panjang. Dari obrolannya keketahui ia (sebut saja Mamah) seorang wanita yang kawin muda dengan seorang duda beranak tiga dimana anak pertamanya umurnya hanya dua tahun lebih muda darinya. Masa remajanya tidak sempat pacaran. Karena waktu masih sekolah tidak boleh pacaran, dan setelah lulus dipaksa kawin dengan seorang duda oleh orang tuanya. Sambil bercerita, kadang berbisik ke telingaku yang otomatis dadanya yang keras meneyentuh lengan kiriku dan di dadaku terasa seer! Sesekali ia memegangi lenganku sambil terus cerita tentang dirinya dan keluarganya. "Pacaran asyik ya Mas?" tanyanya sambil memandangiku dan mempererat genggaman ke lenganku. Lalu, karena genggaman dan gesekan gunung kembar di lengan kiriku, otakku mulai berpikiran jorok. "Kepingin ya?" jawabku berbisik sambil mendekatkan mulutku ke telinganya. Ia tidak menjawab, tapi mencubit pahaku.

Tanpa terasa bis sudah memasuki terminal Blok M, berarti kantorku sudah terlewatkan. Kami turun. Aku bawakan tasnya yang berisi pakaian menuju kafetaria untuk minum dan meneruskan obrolan yang terputus. Kami memesan teh botol dan nasi goreng. Kebetulan aku belum sarapan dan lapar. Sambil menikmati nasi goreng hangat dan telor matasapi, akhirnya kami sepakat mencari hotel. Setelah menelepon kantor untuk minta cuti sehari, kami berangkat.

Sesampai di kamar hotel, aku langsung mengunci pintu dan menutup rapat kain horden jendela. Kupastikan tak terlihat siapapun. Lalu kulepas sepatu dan menghempaskan badan di kasur yang empuk. Kulihat si Mamah tak tampak, ia di kamar mandi. Kupandangi langit-langit kamar, dadaku berdetak lebih kencang, pikiranku melayang jauh tak karuan. Senang, takut (kalau-kalau ada yang lihat) terus berganti. Tiba-tiba terdengar suara tanda kamar mandi dibuka. Mamah keluar, sudah tanpa blaser dan sepatunya. Kini tampak di hadapanku pemandangan yang menggetarkan jiwaku. Hanya memakai baju putih tipis tanpa lengan. Tampak jelas di dalamnya BH hitam yang tak mampu menampung isinya, sehingga dua gundukan besar dan kenyal itu membentuk lipatan di tengahnya. Aku hanya bisa memandangi, menarik nafas serta menelan ludah.

Mungkin ia tahu kalau aku terpesona dengan gunung gemburnya. Ia lalu mendekat ke ranjang, melatakkan kedua tangannya ke kasur, mendekatkan mukanya ke mukaku, "Mas.." katanya tanpa melanjutkan kata-katanya, ia merebahkan badan di bantal yang sudah kusiapkan. Aku yang sudah menahan nafsu sejak tadi, langsung mendekatkan bibirku ke bibirnya. Kami larut dalam lumat-lumatan bibir dan lidah tanpa henti. Kadang berguling, sehingga posisi kami bergantian atas-bawah. Kudekap erat dan kuelus punggungnya terasa halus dan harum. Posisi ini kami hentikan atas inisiatifku, karena aku tidak terbiasa ciuman lama seperti ini tanpa dilepas sekalipun. Tampak ia nafsu sekali. Aku melepas bajuku, takut kusut atau terkena lipstik. Kini aku hanya memakai CD. Ia tampak bengong memandangi CD-ku yang menonjol. "Lepas aja bajumu, nanti kusut," kataku. "Malu ah.." katanya. "Kan nggak ada yang lihat. Cuma kita berdua," kataku sambil meraih kancing paling atas di punggungnya. Dia menutup dada dengan kedua tangannya tapi membiarkan aku membuka semua kancing. Kulempar bajunya ke atas meja di dekat ranjang. Kini tinggal BH dan celana panjang yang dia kenakan. Karena malu, akhirnya dia mendekapku erat-erat. Dadaku terasa penuh dan empuk oleh susunya, nafsuku naik lagi satu tingkat, "burung"-ku tambah mengencang.

Dalam posisi begini, aku cium dan jilati leher dan bagian kuping yang tepat di depan bibirku. "Ach.. uh.." hanya itu yang keluar dari mulutnya. Mulai terangsang, pikirku. Setelah puas dengan leher dan kuping kanannya, kepalanya kuangkat dan kupindahkan ke dada kiriku. Kuulangi gerakan jilat leher dan pangkal kuping kirinya, persis yang kulakukan tadi. Kini erangannya semakin sering dan keras. "Mas.. Mas.. geli Mas, enak Mas.." Sambil membelai rambutnya yang sebahu dan harum, kuteruskan elusanku ke bawah, ke tali BH hingga ke pantatnya yang bahenol, naik-turun.

Selanjutnya gerilyaku pindah ke leher depan. Kupandangi lipatan dua gunung yang menggumpal di dadanya. Sengaja aku belum melepas BH, karena aku sangat menikmati wanita yang ber-BH hitam, apalagi susunya besar dan keras seperti ini. Jilatanku kini sampai di lipatan susu itu dan lidahku menguas-nguas di situ sambil sesekali aku gigit lembut. Kudengar ia terus melenguh keenakan. Kini tanganku meraih tali BH, saatnya kulepas, ia mengeluh, "Mas.. jangan, aku malu, soalnya susuku kegedean," sambil kedua tangannya menahan BH yang talinya sudah kelepas. "Coba aku lihat sayang.." Kataku memindahkan kedua tangannya sehingga BH jatuh, dan mataku terpana melihat susu yang kencang dan besar. "Mah.. susumu bagus sekali, aku sukaa banget," pujiku sambil mengelus susu besar menantang itu. Putingnya hitam-kemerahan, sudah keras.

Kini aku bisa memainkan gunung kembar sesukaku. Kujilat, kupilin putingnya, kugigit, lalu kugesek-gesek dengan kumisku, Mamah kelojotan, merem melek, "Uh.. uh.. ahh.." Setelah puas di daerah dada, kini tanganku kuturunkan di daerah selangkangan, sementara mulut masih agresif di sana. Kuusap perlahan dari dengkul lalu naik. Kuulangani beberapa kali, Mamah terus mengaduh sambil membuka tutup pahanya. Kadang menjepit tangan nakalku. Semua ini kulakukan tahap demi tahap dengan perlahan. Pertimbanganku, aku akan kasih servis yang tidak terburu-buru, benar-benar kunikmati dengan tujuan agar Mamah punya kesan berbeda dengan yang pernah dialaminya. Kuplorotkan celananya. Mamah sudah telanjang bulat, kedua pahanya dirapatkan. Ekspresi spontan karena malu.

Kupikir dia sama saja denganku, pengalaman pertama dengan orang lain. Aku semakin bernafsu. Berarti di hadapanku bukan perempuan nakal apalagi profesional. Kini jari tengahku mulai mengelus perlahan, turun-naik di bibir vaginanya. Perlahan dan mengambang. Kurasakan di sana sudah mulai basah meski belum becek sekali. Ketika jari tengahku mulai masuk, Mamah mengaduh, "Mas.. Mas.. geli.. enak.. terus..!" Kuraih tangan Mamah ke arah selangkanganku (ini kulakukan karena dia agak pasif. Mungkin terbiasa dengan suami hanya melakukan apa yang diperintahkan saja). "Mas.. keras amat.. Gede amat?" katanya dengan nada manja setelah meraba burungku. "Mas.. Mamah udah nggak tahan nikh, masukin ya..?" pintanya setengah memaksa, karena kini batangku sudah dalam genggamannya dan dia menariknya ke arah vagina. Aku bangkit berdiri dengan dengkul di kasur, sementara Mamah sudah dalam posisi siap tembak, terlentang dan mengangkang. Kupandangi susunya keras tegak menantang.

Ketika kurapatkan "senjataku" ke vaginanya, reflek tangan kirinya menangkap dan kedua kakinya diangkat. "Mas.. pelan-pelan ya.." Sambil memejamkan mata, dibimbingnya burungku masuk ke sarang kenikmatan yang baru saja dikenal. Meski sudah basah, tidak juga langsung bisa amblas masuk. Terasa sempit. Perlahan kumasukkan ujungnya, lalu kutarik lagi. Ini kuulangi hingga empat kali baru bisa masuk ujungnya. "Sret.. sret.." Mamah mengaduh, "Uh.. pelan Mas.. sakit.." Kutarik mundur sedikit lagi, kumasukkan lebih dalam, akhirnya.. "Bles.. bles.." barangku masuk semua. Mamah langsung mendekapku erat-erat sambil berbisik, "Mas.. enak, Mas enak.. enak sekali.. kamu sekarang suamiku.." Begitu berulang-ulang sambil menggoyangkan pinggul, tanpa kumengerti apa maksud kata "suami".

Mamah tiba-tiba badannya mengejang, kulihat matanya putih, "Aduuh.. Mas.. aku.. enak.. keluaar.." tangannya mencengkeram rambutku. Aku hentikan sementara tarik-tusukku dan kurasakan pijatan otot vaginanya mengurut ujung burungku, sementara kuperhatikan Mamah merasakan hal yang sama, bahkan tampak seperti orang menggigil. Setelah nafasnya tampak tenang, kucabut burungku dari vaginanya, kuambil celana dalamnya yang ada di sisi ranjang, kulap burungku, juga bibir vaginanya. Lantas kutancapkan lagi. Kembali kuulangi kenikmatan tusuk-tarik, kadang aku agak meninggikan posisiku sehingga burungku menggesek-gesek dinding atas vaginanya. Gesekan seperti ini membuat sensasi tersendiri buat Mamah, mungkin senggamanya selama ini tak menyentuh bagian ini. Setiap kali gerakan ini kulakukan, dia langsung teriak, "Enak.. terus, enak terus.. terus.." begitu sambil tangannya mencengkeram bantal dan memejamkan mata. "Aduuhm Mas.. Mamah keluar lagi niikh.." teriaknya yang kusambut dengan mempercepat kocokanku.

Tampak dia sangat puas dan aku merasa perkasa. Memang begitu adanya. Karena kalau di rumah, dengan istri aku tidak seperkasa ini, padahal aku tidak pakai obat atau jamu kuat. Kurasakan ada sesuatu yang luar biasa. Kulirik jam tanganku, hampir satu jam aku lakukan adegan ranjang ini. Akhirnya aku putuskan untuk terus mempercepat kocokanku agar ronde satu ini segera berakhir. Tekan, tarik, posisi pantatku kadang naik kadang turun dengan tujuan agar semua dinding vaginanya tersentung barangku yang masih keras. Kepala penisku terasa senut-senut,
"Mah.. aku mau keluar nikh.." kataku.
"He.. eeh.. terus.. Mas, aduuh.. gila.. Mamah juga.. Mas.. terus.. terus.."
"Crot.. crot.." maniku menyemprot beberapa kali, terasa penuh vaginanya dengan maniku dan cairannya. Kami akhiri ronde pertama ini dengan klimaks bareng dan kenikmatan yang belum pernah kurasakan. Satu untukku dan tiga untuk Mamah.

Setelah bersih-bersih badan, istirahat sebentar, minum kopi, dan makan makanan ringan sambil ngobrol tentang keluarganya lebih jauh. Mamah semakin manja dan tampak lebih rileks. Merebahkan kepalanya di pundakku, dan tentu saja gunung kembarnya menyentuh badanku dan tangannya mengusap-usap pahaku akhirnya burungku bangun lagi. Kesempatan ini dipergunakan dengan Mamah. Dia menurunkan kepalanya, dari dadaku, perut, dan akhirnya burungku yang sudah tegang dijilatinya dengan rakus. "Enak Mas.. asin gimana gitu. Aku baru sekali ini ngrasain begini," katanya terus terang. Tampak jelas ia sangat bernafsu, karena nafasnya sudah tidak beraturan. "Ah.." lenguhnya sambil melepas isapannya. Lalu menegakkan badan, berdiri dengan dengkul sebagai tumpuan. Tiba-tiba kepalaku yang sedang menyandar di sisi ranjang direbahkan hingga melitang, lalu Mamah mengangkangiku.

Posisi menjadi dia persis di atas badanku. Aku terlentang dan dia jongkok di atas perutku. Burungku tegak berdiri tepat di bawah selangkangannya. Dengan memejamkan mata, "Mas.. Mamah gak tahaan.." Digenggamnya burungku dengan tangan kirinya, lalu dia menurunkan pantatnya. Kini ujung kemaluanku sudah menyentuh bibir vaginanya. Perlahan dan akhirnya masuk. Dengan posisi ini kurasakan, benar-benar kurasakan kalau barang Mamah masih sempit. Vagina terasa penuh dan terasa gesekan dindingnya. Mungkin karena lendir vaginanya tidak terlalu banyak, aku makin menikmati ronde kedua ini. "Aduuh.. Mas, enak sekali Mas. Aku nggak pernah sepuas ini. Aduuh.. kita suami istri kan?" lalu.. "Aduuh.. Mamah enak Mas.. mau keluar nikh.. aduuh.." katanya sambil meraih tanganku diarahkan ke susunya. Kuelus, lalu kuremas dan kuremas lagi semakin cepat mengikuti, gerakan naik turun pantatnya yang semakin cepat pula menuju orgasme.

Akhirnya Mamah menjerit lagi pertanda klimaks telah dicapai. Dengan posisi aku di bawah, aku lebih santai, jadi tidak terpancing untuk cepat klimaks. Sedangkan Mamah sebaliknya, dia leluasa menggerakkan pantat sesuai keinginannya. Adegan aku di bawah ini berlangsung kurang lebih 30 menit. Dan dalam waktu itu Mamah sempat klimaks dua kali. Sebagai penutup, setelah klimaks dua kali dan tampak kelelahan dengan keringat sekujur tubuhnya, lalu aku rebahkan dia dengan mencopot burungku. Setelah kami masing-masing melap "barang", kumasukkan senjataku ke liang kenikmatannya. Posisinya aku berdiri di samping ranjang. Pantatnya persis di bibir ranjang dan kedua kakinya di pundakku. Aku sudah siap memulai acara penutupan ronde kedua. Kumulai dengan memasukkan burungku secara perlahan. "Uuh.." hanya itu suara yang kudengar. Kumaju-mundurkan, cabut-tekan, burungku. Makin lama makin cepat, lalu perlahan lagi sambil aku ambil nafas, lalu cepat lagi. Begitu naik-turun, diikuti suara Mamah, "Hgh.. hgh.. " seirama dengan pompaanku.

Setiap kali aku tekan mulutnya berbunyi, "Uhgh.." Lama-lama kepala batanganku terasa berdenyut.
"Mah.. aku mau keluar nikh.."
"Yah.. pompa lagi.. cepat lagi.. Mamah juga Mas.. Kita bareng ya.. ya.. terus.." Dan akhirnya jeritan..
"Aaauh.." menandai klimaksnya, dan kubalas dengan genjotan penutup yang lebih kuat merapat di bibir vagina, "Crot.. crott.." Aku rebah di atas badannya. Adegan ronde ketiga ini kuulangi sekali lagi. Persis seperti ronde kedua tadi.

Pembaca, ini adalah pengalaman yang luar biasa buat saya. Luar biasa karena sebelumnya aku tak pernah merasakan sensasi se-luar biasa dan senikmat ini. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi, meski aku tahu alamatnya. Kejadian ini membuktikan, seperti yang pernah kubaca, bahwa selingkuh yang paling nikmat dan akan membawa kesan mendalam adalah yang dilakukan sekali saja dengan orang yang sama. Jangan ulangi lagi (dengan orang yang sama), sensasinya atau getarannya akan berkurang. Aku kadang merindukan saat-saat seperti ini. Selingkuh yang aman seperti ini.

Tamat