Test Footer

Jumat, 01 Mei 2015

Dapur Kenangan

Sampai saat ini sebenarnya saya sedikit bingung bagaimana memulai ceritanya. Tetapi perlu anda ketahui bahwa yang saya ceritakan ini benar-benar terjadi pada diri saya. Saat ini saya berusia 20 tahun dan sudah menikah. Saya sampai saat ini masih kuliah di sebuah perguruan tinggi di Depok Semester lima. Saya menikah dengan suami saya Bang Hamzah yang lebih tua 8 tahun dari saya karena dijodohkan oleh orangtua saya pada saat saya masih berusia 18 tahun dan baru saja masuk kuliah. Namun saya sangat mencintai suami saya. Begitu pula suami saya terhadap saya (saya yakin itu benar).

Karena saya dilahirkan dari keluarga yang taat agama, maka saya pun seorang yang taat agama.Setelah pernikahan menginjak usia 1 tahun, suami saya oleh perusahaan ditugasi untuk bekerja di pabrik di daerah bogor. Sebagai fasilitas, kami diberikan sebuah rumah sederhana di komplek perusahaan. Sebagai seorang istri yang taat, saya menurutinya pindah ke tempat itu. Komplek tempat tinggal saya ternyata masih kosong, bahkan di blok tempat saya tinggal, baru ada rumah kami dan sebuah rumah lagi yang dihuni, itu pun cukup jauh letaknya dari rumah kami.

Karena rumah kami masih sangat asli kami belum memiliki dapur, sehingga jika kami mau memasak saya harus memasak di halaman belakang yang terbuka, ciri khas rumah sederhana. Akhirnya suami memutuskan untuk membangun dapur dan ruang makan di sisa tanah yang tersisa, kebetulan ada seorang tukang bangunan yang menawarkan jasanya. Karena kami tidak merasa memiliki barang berharga, kami mempercayai mereka mengerjakan dapur tersebut tanpa harus kami tunggui, suami tetap berangkat ke kantor sedangkan saya tetap kuliah.

Sampai suatu hari, saya sedang libur dan suami saya tetap ke kantor. Pagi itu setelah mengantar Bang Hamzah sampai ke depan gerbang, saya pun masuk ke rumah. Sebenarnya perasaan saya sedikit tidak enak di rumah sendirian karena lingkungan kami yang sepi. Sampai ketika beberapa saat kemudian Pak Sastro dan dua orang temannya datang untuk meneruskan kerjanya. Dia tampak cukup terkejut melihat saya ada di rumah, karena saya tidak bilang sebelumnya bahwa saya libur.

"Eh, kok Neng Anggie nggak berangkat kuliah..?"
"Iya nih Pak Sastro, lagi libur.." jawab saya sambil membukakan pintu rumah.
"Kalo gitu saya mau nerusin kerja di belakang Neng.." katanya.
"Oh, silahkan..!" kata saya.

Tidak lama kemudian mereka masuk ke belakang, dan saya mengambil sebuah majalah untuk membaca di kamar tidur saya. Namun ketika baru saja saya mau menuju tempat tidur, saya lihat melalui jendela kamar Pak Satro sedang mengganti pakaiannya dengan pakaian kotor yang biasa dikenakan saat bekerja. Dan alangkah terkejutnya saya menyaksikan bagaimana Pak Sastro tidak menggunakan pakaian dalam. Sehingga saya dapat melihat dengan jelas otot tubuhnya yang bagus dan yang paling penting penisnya yang sangat besar jika dibandingkan milik suami saya.

Saya seketika terkesima sampai tidak sadar kalau Pak Satro juga memandang saya.
"Eh, ada apa Neng..?" katanya sambil menatap ke arah saya yang masih dalam keadaan telanjang dan saya lihat penis itu mengacung ke atas sehing terlihat lebih besar lagi.
Saya terkejut dan malu sehingga cepat-cepat menutup jendela sambil nafas jadi terengah-engah. Seketika diri saya diliputi perasaan aneh, belum pernah saya melihat laki-laki telanjang sebelumnya selain suami, bahkan jika sedang berhubungan sex dengan suami saya, suami masih menutupi tubuh kami dengan selimut, sehingga tidak terlihat seluruhnya tubuh kami.

Saya mencoba mengalihkan persaan saya dengan membaca, tetapi tetap saja tidak dapat hilang. Akhirnya saya putuskan untuk mandi dengan air dingin. Cepat-cepat saya masuk ke kamar mandi dan mandi. Setelah selesai, saya baru sadar saya tidak membawa handuk karena tadi terburu-buru, sedangkan pakaian yang saya kenakan sudah saya basahi dan penuh sabun karena saya rendam. Saya bingung, namun akhirnya saya putuskan untuk berlari saja ke kamar tidur, toh jaraknya dekat dan para tukang bangunan ada di halaman belakang dan pintunya tertutup. Saya yakin mereka tidak akan melihat, dan saya pun mulai berlari ke arah kamar saya yang pintunya terbuka.

Namun baru saya akan masuk ke kamar, tubuh saya menabrak sesuatu hingga terjatuh. Dan alangkah terkejutnya, ternyata yang saya tabrak itu adalah Pak Sastro.
"Maaf Neng.., tadi saya cari Neng Anggie tapi Neng Anggie nggak ada di kamar. Baru saya mau keluar, eh Neng Anggi nabrak saya.." katanya dengan santai seolah tidak melihat kalau saya sedang telanjang bulat.

Perlu diketahui, saya memiliki kulit yang sangat putih mulus dan walau tidak terlalu tinggi bahkan sedikit mungil (152 cm), namun tubuh saya sangat proposional dengan dua buah payudara berukuran 34C yang sedikit kebesaran dibandingkan ukuran tubuh saya.

Saya begitu malu berusah bangkit sambil mentupi dada dan bagian bawah saya.
Namun Pak Satro segera menangkap tangan saya dan berkata, "Nggak usah malu Neng.., tadi Neng juga udah ngeliat punya saya, saya nggak malu kok.."
"Jangan Pak..!" kata saya, namun Pak satro malah mengangkat saya ke arah halaman belakang menuju dua orang temannya.

Saya berusaha memberontak dan berteriak, tapi Pak Sastro dengan santainya malah berkata, "Tenang aja Neng.., di sini sepi. Suara teriakan Neng nggak bakal ada yang denger.."
Melihat tubuh telanjang saya, kedua teman Pak Sastro segera bersorak kegirangan.
"Wah, bagus betul ni tetek.." kata yang satu sambil membetot dan meremas payudara saya sekeras-kerasnya."Tolong jangan perkosa saya, saya nggak bakalan lapor siapa-siapa.." kata saya.
"Tenang aja deh kamu nikmati aja.." kata teman Pak Sastro yang badannya sedikit gendut sambil tangannya meraba bulu kemaluan saya, sedang Pak Satro masih memegang kedua tangan saya dengan kencang.

Tidak berapa lama kemudian saya lihat ketiganya mulai melepas pakaian mereka. Saya melihat tubuh-tubuh mereka yang mengkilat karena keringat dan penis mereka yang mengacung karena nafsunya. Dengan cepat mereka membaringkan tubuh saya di atas pasir. Kemudian Pak Sastro mulai menjilati kemaluan saya.
"Wah.., memeknya wangi loh.." katanya.

Saya segera berontak, namun kedua teman Pak Satro segera memegangi kedua tangan dan kaki saya. Yang botak memegang kaki, sedangkan yang gendut memegang kedua tangan saya sambil menghisap puting susu saya. Tidak berapa lama kemudian Pak Sastro mulai mengarahkan penisnya yang besar ke lubang kemaluan saya. Dan ternyata, yang tidak saya duga sebelumnya, rasanya ternyata sangat nikmat. Benar-benar berbeda dengan suami saya. Namun karena malu, saya terus berontak sampai Pak Sastro mulai mengoyangkan penisnya dengan gerakan yang kasar, tapi entah kenapa saya justru merasa kenikmatan yang luar biasa, sehingga tanpa sadar saya berhenti berontak dan mulai mengikuti irama goyangnya.

Melihat itu kedua teman Pak Sastro tertawa dan mengendurkan pegangannya. Mendengar tawa mereka, saya sadar namun mau memberontak lagi saya merasa tanggung, sehingga yang terjadi adalah saya terlihat seperti sedang berpura-pura mau berontak namun walau dilepaskan saya tetap tidak berusaha melepaskan diri dari Pak Sastro.

Tidak lama kemudian Pak Sastro membalikkan tubuh saya dalam posisi doggie tanpa melepaskan miliknya dari kemaluan saya. Melihat itu, tanpa dikomando si gendut langsung memasukkan penisnya ke mulut saya. Saya berusaha berontak, namun si gendut menjambak saya dengan keras, sehingga saya menurutinya. Saya benar-benar mengalami sensasi yang luar biasa, sehingga beberapa saat kemudian saya mengalami orgasme yang luar biasa yang belum pernah saya alami sebelumnya. Tubuh saya menjadi lemas dan jatuh tertelungkup. Namun tampaknya Pak Satro belum selesai, sehingga genjotannya dipercepat sampai kemudian dia mencapai kelimaks dan memuntahkan spermanya ke dalam rahim saya.

Begitu Pak Sastro mencabutnya, si botak langsung memasukkan kemaluannya ke dalam milik saya tanpa memberi waktu untuk istirahat. Tidak lama kemudian si gendut mencapai kelimaks, dia menekan kemaluannya ke dalam mulut saya dan tanpa aba- aba, langsung menembakkan spermanya ke dalam mulut saya. Banyak sekali spermanya yang saya rasakan di mulut saya, namun ketika saya hendak membuang sperma itu, Pak Sastro yang saya lihat sedang duduk beristirahat berkata.
"Jangan dibuang dulu, cepet kamu kumur-kumur mani itu yang lama.. pasti nikmat.. ha.. ha.. ha.."
Dan seperti seekor kerbau yang bodoh, saya menurutinya berkumur dengan seperma itu.

Sementara si botak terus mengocok penisnya di dalam kemaluan saya, saya melihat Pak Sastro masuk ke dalam rumah saya dan keluar kembali dengan membawa sebuah terong besar yang saya beli tadi pagi untuk saya masak serta sebuah kalung mutiara imitasi milik saya. Tidak berapa lama kemudian si botak mencapai kelimaks dan saya pun terjatuh lemas di atas pasir tersebut. Melihat temannya sudah selesai, Pak Satro menghampiri saya sambil memaksa saya kembali ke posisi merangkak.

"Sambil menunggu tenaga kita kembali pulih, mari kita lihat hiburan ini.." katanya sambil memasukkan terong ungu yang sangat besar itu ke dalam vagina saya.
Tentu saja saya terkejut dan berusaha memberontak, tetapi kedua temannya segera memegangi saya.
Dan tidak lama kemudian, "Bless..!" terong itu masuk 3/4-nya ke dalam vagina saya.
Rasa sakitnya benar-benar luar biasa, sehingga saya menggoyang-goyangkan pantat saya ke kiri dan kanan.

"Lihat anjing ini.. ekornya aneh.. ha.. ha.. ha.." kata si botak.
"Sekarang kamu merangkak keliling halaman belakang ini, ayo cepat..!" kata si gendut.
Dengan perlahan saya merangkak, dan ternyata rasanya benar-benar nikmat.

Karena rasa geli-geli nikmat itu, sedikit-sedikit saya berhenti, tetapi setiap saya berhenti dengan segera mereka mencambuk pantat saya. Tidak berapa lama saya mencapai kelimaks, melihat itu mereka tertawa. Pak Sastro kemudian menghampiri saya, lalu mulai memasukkan kalung mutiara imitasi yang sebesar kelereng tadi satu persatu ke dalam lubang anus saya.
Saya kembali menjerit, tetapi dengan tenang dia berkata, "Tahan dikit ya.., nanti enak kok..!"

Sampai akhirnya, kemudian kalung itu tinggal seperempatnya yang terlihat, lalu sambil menggenggam sisa kalung tersebut dia berkata.
"Sekarang kamu maju pelan-pelan.."
Dan ketika saya bergerak, kembali kalung itu tercabut pelan-pelan dari anus saya sampai habis. Begitulah mereka mempermainkan saya sampai kemudian mereka siap memperkosa saya lagi berulang-ulang sampai sore hari, dan anehnya setiap mereka kelimaks saya pun turut orgasme dengan arti saya menikmati diperkosa.

Dan anehnya lagi, malam harinya ketika suami saya pulang, saya sama sekali tidak melaporkan kejadian tersebut kepadanya, sehingga pemerkosaan tersebut terus terjadi berulang-ulang setiap saya sedang tidak kuliah. Dan setiap memperkosa, mereka selalu menyelingi dengan mengerjai saya dengan cara yang aneh-aneh, dan itu berlangsung sampai dapur saya selesai dibangun.

TAMAT

Budak Nafsu

Nama lengkapnya adalah Vita Anggraeni. Umurnya 24 tahun, dan sebagian besar mahasiswa mengatakan Vita adalah gadis yang cantik, pintar sekaligus berani. Rambutnya hitam legam terurai hingga bahu. Buah dadanya berukuran sedang dan kenyal hingga mampu mengacung tegak walaupun ia tidak mengenakan BH. Perut Vita rata, pinggulnya bulat, pinggangnya ramping. Dan sepasang kaki yang ramping hasil fitness dan olah raga tampak mempercantik tubuhnya. Selama perjalanan dari kantor polisi di kotanya hingga penjara ini Vita masih dapat melihat jalan-jalan yang dilaluinya. Penjara ini benar-benar terpencil, ia sendiri tidak mengetahui ada penjara di tempat seperti ini. Dan ketika ia melihat jarak yang ditempuh ternyata jarak penjara itu dengan batas kotanya saja sudah lima puluh kilometer lebih dan penjara itu terletak di tengah hutan.

Lamunan Vita terputus ketika sebuah piring seng berisi makanan didorong masuk ke dalam selnya lewat jeruji. Ia tiba-tiba tersadar bahwa dirinya belum makan dalam waktu 24 jam ini, sejak ia dipindahkan dari kantor polisi ke penjara ini. Ketika mengambil piring itu, Vita melihat makanannya hanya nasi kering dan sebuah tempe goreng. Tapi karena perutnya yang tiba-tiba terasa begitu lapar, Vita langsung menghabiskan makanan itu dan kemudian ia dengan terpaksa meminum air di ember tadi untuk menghilangkan rasa hausnya.

Tengah malam ketika Vita tertidur ditutupi oleh selembar selimut, seorang penjaga masuk ke dalam selnya. Sambil menarik selimut yang menutupi tubuh Vita, penjaga itu lalu menarik dan menyeret Vita keluar dari selnya. Vita berjalan sambil sesekali didorong-dorong oleh penjaga itu menyusuri gang demi gang sampai akhirnya ia sampai di sebuah tanah lapang yang dikelilingi tembok tinggi.

Di tengah lapangan itu sudah berdiri lima orang pejaga lain dan seorang tahanan wanita. Gadis itu tampak cantik sekali walaupun di sekelilingnya nyaris gelap, hanya ada beberapa api unggun yang menerangi tempat itu. Vita dengan tangan dilipat ke belakang oleh penjaga yang pertama tadi didorong terus hingga ia berdiri dengan jarak hanya beberapa meter dari gadis tadi.

"Buka baju!" Perintah itu bagaikan tamparan keras di wajah Vita. Vita ragu-ragu dan kaget setengah mati mendengar perintah tadi. Vita melihat gadis di depannya sudah membuka kancing bajunya. Sebuah pukulan mendarat di pundak Vita membuatnya terdorong maju.
"Gue bilang buka baju!" Masih termangu tak percaya Vita melepaskan satu-satunya kancing yang ada di bajunya dan melepaskan baju itu hingga dengan sendirinya terjatuh di kedua kaki Vita. Vita sudah menyadari apa yang akan terjadi pada dirinya. Ia akan diperkosa oleh keenam penjaga itu. Ia pernah membaca berita tentang tindakan aparat keamanan yang tidak senonoh kepada tahanan wanita, tapi waktu itu ia tidak percaya.

Tapi sekarang Vita sudah berdiri telanjang ditatap dengan penuh nafsu oleh para penjaga itu. Vita sendiri masih perawan, ia dan pacarnya belum pernah berhubungan lebih jauh dari sekedar petting, dan sekarang Vita berdiri gemetar berusaha menutupi tubuhnya yang telanjang bulat dengan tangannya. Gadis di depan Vita juga sudah telanjang bulat, dan Vita melihat tubuhnya yang sempurna, jauh lebih terawat dari pada dirinya. Gadis itu terlihat lebih tegar dan kuat daripada Vita, ia berdiri tak bergerak di tengah para penjaga dan matanya tidak menyiratkan rasa takut.

Penjaga yang membawa Vita berdiri di tengah mereka.
"Malam ini kita punya program latihan buat kamu semua. Kamu berdua harus melawan satu sama lain sampai salah satu dari kalian tidak bisa bangun lagi. Yang menang boleh balik ke selnya. Yang kalah musti menghibur kita di sini. Kalau kalian tidak serius, kalian berdua akan kena hukuman masing-masing tiga puluh kali pecutan. Jelas!"

Vita shock sekali mendengar perkataan itu sambil melihat gadis di depannya menganggukkan kepala. Sementara Vita masih berdiri karena terkejut, gadis di depannya sudah mendekat dan melayangkan pukulan ke perut Vita sekuat tenaga. Nafas Vita terhentak keluar ketika ia tersungkur jatuh berlutut sambil memegangi perutnya. Kemudian Vita melihat kaki gadis itu terangkat dan mengayun kemudian menghantam dagunya, membuat kepala Vita tersentak ke belakang dan tubuh Vita terjengkang ke belakang, tergeletak di atas tanah setengah sadar. Vita mendengar para penjaga bersorak-sorak ketika ia berguling ke atas perutnya dan berusaha bangun dengan susah payah. Vita kemudian merasakan tubuh gadis itu menyergapnya dari belakang dan melingkarkan tangannya ke leher Vita membuatnya susah bernafas. Dengan satu usahanya yang terakhir Vita mendorong tubuh gadis itu agar ia lepas dari tubuhnya.

Sekarang mereka berdua berdiri berhadapan satu sama lain. Gadis itu lalu langsung mendekat lagi sambil mengayunkan tinjunya, dan kembali menghajar Vita tepat di dagunya. Pandangan Vita berkunang-kunang berusaha keras menjaga keseimbangannya. Sebuah pukulan kembali mendarat di perut Vita membuat ia jatuh terjengkang lagi. Gadis itu langsung menindihnya dan terus mengayunkan pukulan ke wajah Vita sampai Vita hampir tak sadarkan diri. Vita masih bisa merasakan penjaga menarik gadis itu dari atas tubuhnya sementara ia sendiri terbaring tak berdaya. Setelah itu gelap.

Vita tidak mengetahui berapa lama ia tak sadarkan diri. Ia tersadar lagi setelah penjaga menyiramkan seember air ke wajahnya membuat Vita bangun terduduk dan tersedak. Keenam penjaga itu berdiri mengelilingi Vita. Gadis tadi sudah tidak kelihatan. Ketika Vita melihat wajah penjaga-penjaga itu, ia melihat wajah yang penuh nafsu dengan lidah yang menjilati bibir mereka. Vita tersadar bahwa kekalahannya tadi hanya merupakan awal dari mimpi buruknya malam ini.

Dua orang penjaga memegangi tangan Vita dan menyeretnya kembali ke bangunan utama. Setengah dipapah setengah diseret, Vita dibawa masuk ke kamar mandi pria. Dengan tubuh penuh keringat dan lumpur Vita didorong di bawah shower dan air sedingin es langsung menyembur membuat Vita berjongkok sambil menggigil di depan penjaga tadi. Seorang penjaga memasang sebuah borgol di tangan Vita dan mengaitkannya ke sebuah pipa di tembok. Vita menatap dengan panik ketika keenam laki-laki itu mulai melepaskan pakaian mereka. Ketika mereka telah telanjang bulat, dua orang penjaga memegangi kaki Vita dan membuka lebar-lebar. Vita meronta-ronta tapi tak berdaya. Penjaga yang lain mulai meremas dan menarik buah dada Vita sementara yang satu lagi meraba paha Vita setelah itu memasukkan jarinya ke lubang kemaluan Vita. Vita mengerang dan menangis ketika tangan-tangan mereka terus meraba tubuhnya tanpa henti.

Kemudian seorang penjaga berdiri di hadapan Vita, batang kemaluannya sudah tegang dan keras ketika ia tersenyum menyeringai pada Vita. Sambil meraih pinggul Vita dengan kedua tangannya, ia mengangkat tubuh Vita sedikit dari atas lantai sementara ia sendiri menekuk kakinya mengarahkan batang kemaluannya ke belahan kemaluan Vita. Dengan satu dorongan keras batang kemaluan itu merobek masuk ke lubang kemaluan Vita. Tubuh Vita terasa tersobek-sobek terutama lubang kemaluannya ketika batang kejantanan itu masuk ke dalam lubang senggamanya yang kering dan sempit. Vita menjerit-jerit keras hanya untuk menerima satu tamparan di wajahnya yang membuat Vita hampir tak sadarkan diri. Batang kemaluan yang bergerak keluar masuk liang senggama Vita, terasa seperti besi panas yang membuat nafas Vita terputus-putus.

Untuk meredam teriakan Vita seorang penjaga memasukkan segumpal kain ke dalam mulut Vita. Sekarang yang keluar dari mulut Vita hanya erangan tak jelas setiap kali penjaga yang sedang memperkosanya bergerak masuk. Setelah beberapa lama, Vita merasakan tubuh penjaga itu mengejang dan erangan nikmat keluar dari mulutnya. Sperma laki-laki itu menyembur masuk sebanyak-banyaknya ke dalam lubang kemaluan Vita. Sambil terengah-engah ia menarik batang kemaluannya yang berlumur sperma dan darah perawan Vita keluar dari tubuh Vita.

Sebelum sempat menarik nafas lagi, penjaga yang lain yang mengambil giliran selanjutnya dan dengan kasar ia juga mendorong batang kemaluannya masuk ke liang sorga Vita yang meneteskan darah bercampur sperma. Rasa sakit itu sekarang sudah berkurang tapi tetap menyakitkan sementara penjaga tadi tanpa peduli terus mendorong dan menarik batang kemaluannya. Vita memejamkan matanya berharap ia dapat mengurangi rasa sakit dan ngilu yang menyerang seluruh tubuhnya. Penjaga yang lain mendekat dan kembali meremas dan menarik buah dada serta puting susu Vita hingga nyeri. Suara yang dapat didengar Vita selain erangannya sendiri hanya suara pinggul penjaga itu yang menumbuk pantatnya ketika ia mendorong batang kemaluannya keluar masuk kemaluan Vita.

Ketika penjaga kedua selesai, Vita sudah bersiap untuk penjaga yang ketiga. Tapi dengan mata terbelalak kaget dan ngeri, Vita merasakan sepasang tangan membalikkan tubuhnya kemudian membuka belahan lubang kemaluannya. Vita menjerit tapi tak ada suara yang keluar selain erangan. Vita sempat merasakan kepala batang kemaluan penjaga itu menempel di liang anusnya sebelum seluruh rasa sakit kembali menyerang sekujur tubuh Vita. Vita tidak pernah merasakan rasa nyeri yang tak tertahankan seperti ini sebelumnya. Penjaga itu bergerak dengan brutal merobek-robek liang anus Vita, hingga ia pingsan kesakitan.

Sesaat kemudian Vita kembali tersadar dan ia merasa gumpalan kain yang ada di mulutnya ditarik keluar. Tetapi setelah itu seorang penjaga langsung memasukkan batang kemaluannya ke dalam mulut Vita sambil menarik kepala Vita kebelakang. Vita tersedak dan terbatuk ketika batang kemaluan yang keras itu memotong aliran udaranya membuat ia tidak bisa bernafas. Batang kemaluan di anus Vita masih terus bergerak keluar masuk dengan keras sementara mulut Vita juga dimasukan oleh batang kemaluan yang lain. Buah dada Vita terus disakiti oleh tangan keempat penjaga yang lain. Tubuh Vita bergerak maju mundur seirama dengan gerakan batang kemaluan yang keluar masuk di anus dan mulutnya.

Perkosaan itu berlanjut terus, hingga keenam penjaga itu mendapat giliran sedikitnya dua kali memperkosa Vita. Vita sekarang tergeletak tak bergerak di lantai kamar mandi, dengan sperma mengalir keluar dari lubang kemaluan dan mulutnya. Tubuh Vita kesakitan seperti baru saja dipukuli selama berhari-hari. Ia mengerang lirih ketika dua orang menarik tangannya berdiri dan melemparkan baju penjaranya.

Tak berdaya berjalan sendiri, mereka menyeret tubuh Vita ke selnya dan melemparkannya masuk ke dalam. Dari celah kecil di atasnya Vita dapat melihat sinar matahari pagi mulai memancar. Ia merangkak menuju ember berisi air dan dengan sekuat tenaga berusaha membersihkan dirinya. Kemudian ia kembali merangkak menuju matrasnya dan tersungkur tidur.
Hari-hari selanjutnya merupakan neraka bagi Vita dan itu terus berulang. Setiap pagi ia ditarik keluar dari sel jam lima pagi kemudian bersama tahanan yang lain mereka naik ke sebuah truk yang membawa mereka ke sebuah tanah lapang yang tandus. Di situ mereka harus mencangkul tanah lapang itu untuk diolah menjadi lahan perkebunan. Ditengah hari mereka diijinkan beristirahat selama setengah jam. Dan ketika matahari mulai tenggelam mereka baru kembali ke penjara.

Dan pada malam hari, di hari-hari tertentu sekelompok penjaga akan menyeretnya keluar dan memperkosanya bergantian hingga hari menjelang pagi. Dan jika Vita terlihat kelelahan pada siang harinya maka komandan penjara akan mengikat Vita di tengah lapangan dan memecuti tubuhnya disaksikan oleh para tahanan yang lain.

Setelah sebulan berlalu, dan ketika Vita sedang bekerja dengan giat demi menghindarkan dirinya dari hukuman komandan, sekelompok tahanan wanita yang berkuasa di situ menyeret tubuhnya ke dalam kamar mandi. Di situ mereka memukuli Vita karena dianggap mencari muka dengan bekerja sangat rajin. Mereka juga menyiksa Vita dengan memasukkan batang besi dan sebuah tongkat ke dalam anus dan lubang kemaluan Vita.

Satu bulan kemudian Vita kembali diseret keluar dari selnya dan dibawa mendekati sel tahanan pria. Dua orang penjaga memegangi tangannya dan menyeretnya agar masuk ke dalam sel tahanan yang penuh dengan tahanan pria.
"Malam ini kamu musti menghibur mereka!"
"Jangan! Jangaann! Jangan masukkan saya ke sana!" Vita memohon dan menjerit minta tolong.
Tahanan pria sudah mulai berkerumun sambil meraba bagian bawah tubuhnya. Jeritan Vita tak didengar sama sekali oleh penjaga itu yang terus membuka kunci pintu sel itu dan mendorong tubuh Vita masuk ke dalam sel yang lebih luas. Vita berusaha menjauh dari tahanan pria itu sambil akhirnya terdesak hingga jeruji sel itu. Sebuah tangan meraih bahu Vita dan menariknya hingga terjatuh ke lantai. Tangan-tangan lain meraih kaki Vita dan membukanya. Dan ketika Vita membuka mulutnya untuk menjerit sebuah batang kemaluan langsung masuk ke dalam mulutnya sementara sebuah batang kemaluan lain masuk ke dalam lubang kemaluannya.

Vita harus dirawat selama tiga hari di rumah sakit penjara setelah semalam bersama tahanan pria itu. Tubuh Vita harus diseret keluar dari sel di pagi harinya dan Vita hanya merintih,
"Lagi.. lagi.. lagi.. lagi.. lagi.."
Sebelum Vita pingsan malam harinya, Vita masih bisa mengingat tiga orang laki-laki yang sekaligus menikmati tubuhnya dan ia menjerit dengan sisa-sisa tenaganya dengan batang kemaluan masuk di dalam mulutnya. Dan ketika ia sedang terbaring di rumah sakit, Vita mengingat kembali pengalamannya di dalam sel pria itu. Dan ia ingat betapa ia sendiri mencapai orgasme setelah beberapa orang memperkosanya. Setelah beberapa orang lagi ia kembali mengalami orgasme berkali-kali hingga ia pingsan kelelahan. Dan ia sendiri tidak mengerti mengapa itu semua terjadi pada dirinya.

Suatu hari Vita dan seorang tahanan lainnya Lia. Lia juga mahasiswi yang diciduk dari Bandung karena demonstrasi. Lia baru masuk sekitar satu bulan yang lalu, dan juga sudah habis-habisan dikerjai oleh para penjaga penjara. Vita dan Lia bekerja di bidang tanah yang lain. Hari itu amat sangat panas. Vita dengan segera telah terengah-engah kehausan. Menjelang tengah hari Vita mendengar Lia berbisik kepadanya.
"Vita, Vita.." ia memanggil dengan suara lirih. Vita mengangkat kepalanya dan melihat mata Lia membesar.
"Apa?" tanya Vita.
"Lihat! Para penjaganya nggak ada!"
Vita memperhatikan sekelilingnya dan ia terkejut ternyata Lia benar. Tidak ada seorang pun penjaga yang terlihat. Ia memandang kembali pada Lia dan langsung dapat menebak pikirannya. Mereka akan berusaha melarikan diri.

Lia langsung melemparkan cangkulnya dan berlari masuk ke dalam hutan. Vita juga langsung menyusul di belakangnya. Akar-akar yang bergantungan menghalangi pandangan Vita, tapi ia masih bisa melihat Lia yang berlari di depannya, entah menuju ke mana yang penting menjauhi neraka di belakang mereka.

Setelah beberapa saat nafas Vita makin berat dan terputus-putus. Semakin masuk ke dalam hutan, semakin sulit berlari dengan cepat. Sebuah dahan mengayun dan memukul pipi Vita hingga berdarah. Makin lama, pakaian yang dikenakan mereka berdua semakin terkoyak-koyak karena tersangkut dahan dan akar. Sekarang mereka hanya mengenakan serpihan kain yang sama sekali tidak menutupi tubuh mereka, Vita dapat melihat bahu Lia yang tersayat dahan dan memerah sementara ia terus berlari.

Akhirnya, karena letih dan kehabisan nafas mereka berdua jatuh tersungkur di bawah pohon yang besar. Selama beberapa menit mereka hanya bisa terengah-engah menarik nafas sementara keringat membanjir keluar dari sekujur tubuh mereka.

Lia berbaring telentang, dan buah dadanya yang mengacung bergerak naik turun seirama dengan nafasnya yang tersengal-sengal.
"Kita berhasil!" kata Lia dengan senyum penuh kemenangan.
Wajahnya lebih berseri, walaupun ada darah yang menetes dari dahi dan pipinya.
"Semoga kamu benar", kata Vita tenang.
"Kita masih harus keluar dari hutan ini dan mencari jalan kembali ke kota. Aku sendiri nggak tau kita ada di mana. Kamu tau?"
Saat itulah terdengar gonggongan anjing. Mereka langsung berdiri dan berlari lagi, mereka berlari tanpa mengetahui arah mereka. Anjing-anjing itu terdengar semakin dekat dan gonggongan mereka terdengar makin keras. Vita dapat mendengar suara teriakan penjaga-penjaga di sela gonggongan ajing itu, dan itu membuat ia makin ketakutan dan berlari makin cepat. Hutan itu makin gelap dan mereka sekarang sama sekali tidak tahu sedang menuju ke arah mana. Yang mereka inginkan hanya melepaskan diri dari regu pencari di belakang mereka.

Ketika mereka sampai di sebuah daerah kecil yang terbuka tiba-tiba saja mereka sudah dihadang oleh sekelompok penjaga, dan setiap kelompok memegang rantai yang mengikat seekor anjing doberman yang besar dan hitam. Doberman itu menggonggong dan melonjak-lonjak berusaha mendekati Vita dan Lia tak terkendali. Salah seorang dari penjaga berteriak dan doberman tadi langsung diam dan duduk di depan masing-masing kelompok. Lia dan Vita langsung jatuh berlutut ketakutan. Usaha mereka untuk melarikan diri gagal total.

"Betul juga kata komandan!" kata salah seorang penjaga.
"Yang dua ini pasti berusaha lari!"
"Ya benar, kita semua pasti dapet hadiah malem nanti!" kata yang lain.
"Iket mereka lalu seret balik ke penjara."
"Tunggu!" kata penjaga yang tadi menenangkan doberman.
"Masa anjing-anjing ini nggak dapet bagian. Mustinya mereka dapet hadiah, kan mereka yang nemuin cewek-cewek ini!"
Rasa mual langsung menyerang perut Vita, karena ia bisa menebak maksud penjaga itu. Sambil ditertawai oleh penjaga-penjaga itu, Vita dan Lia didorong hingga jatuh tersungkur di atas siku dan lutut, dan kaki-kaki mereka ditarik membuka lebar-lebar. Sementara dua penjaga memegangi tubuh Vita, penjaga yang ketiga menggiring seekor doberman mendekati tubuh Vita dari belakang. Vita dapat merasakan hembusan nafas ajing itu di pantatnya dan ia mendengar anjing itu mendengus-dengus. Tubuh Vita mengejang ketika lidah anjing itu menjilati lubang kemaluannya yang mengirimkan sensasi ke seluruh tubuhnya. Dan tiba-tiba kaki depan doberman itu menghujam ke pinggulnya dan batang kemaluan binatang itu masuk ke dalam lubang kemaluan Vita. Dengan perut mual Vita hanya bisa diam tak bergerak ketika doberman itu mulai bergerak memperkosanya dari belakang. Sementara penjaga-penjaga itu mulai tertawa lagi melihat adegan di depan mereka.

Perlahan tubuh Vita mulai bereaksi atas gerakan doberman itu dan tubuhnya mulai bergerak seirama dengan gerakan doberman. Lubang kemaluan Vita perlahan mulai terangsang ketika gerakan Vita makin seirama dengan gerakan doberman di belakangnya. Tubuh Vita mulai berkeringat lagi dan nafasnya makin tersengal-sengal. Vita mulai mengerang sembari menelan ludah dan pandangannya mulai kabur. Tubuh Vita mulai menuju orgasme yang makin lama makin memuncak di sekujur tubuhnya. Dan ketika doberman itu melolong, Vita merasakan sperma anjing memenuhi lubang kemaluannya dan ia menjerit dan mengerang nikmat. Doberman itu lalu mundur dan seekor anjing lain menggantikan posisinya. Kembali Vita merasakan sebuah daging panas masuk ke dalam lubang kemaluannya dan doberman itu mulai menyetubuhinya. Dengan tubuh makin bergejolak mendekati orgasme Vita masih sempat melihat Lia yang ada di seberangnya, ia melihat Lia yang meronta-ronta karena seekor doberman lain sedang menyetubuhinya juga.

Vita seperti sedang bermimpi melihat itu semua, yang nyata baginya hanyalah orgasme dalam tubuhnya yang makin mendekati puncak. Dan ketika doberman kedua menyemburkan spermanya, Vita menjerit dihantam gelombang orgasme yang kedua. Vita tidak tahu lagi berapa doberman lagi yang menyetubuhinya, tapi ketika anjing terakhir selesai, tubuh Vita langsung tersungkur kelelahan. Dari lubang kemaluan Vita mengalir sperma anjing dan di pinggulnya juga dilumuri oleh sperma mereka. Vita terus berbaring tak bergerak selama beberapa menit, terengah-engah dan gemetar ketika gelombang orgasme yang tersisa masih mengalir ke seluruh tubuhnya. Dengan mata terkejap-kejap ia melihat ke arah Lia, dengan seekor doberman di depannya dan batang kemaluan anjing itu di mulutnya, berusaha mengulum dan menjilati hingga akhirnya anjing itu menggeram dan sperma menyembur ke wajah Lia.

Setelah itu seorang penjaga mendekat dan menarik kepala Vita sambil mendekatkan batang kemaluannya ke mulut Vita. Tanpa bisa berpikir jernih lagi Vita membuka mulutnya dan mulai mengulum dan menjilat batang kemaluan laki-laki itu. Vita terus mengulum sementara batang kemaluan lain juga masuk ke lubang kemaluannya dan mulai bergerak. Vita sudah tidak menyadari keadaan sekelilingnya lagi. Semuanya tampak kabur sampai akhirnya gelap gulita. Vita mengulum batang kemaluan yang besar itu dengan penuh nafsu, lidahnya menjilati batang kemaluan hingga pangkalnya. Nafas Vita tersentak ketika sebuah batang kejantanan lain menghunjam ke anusnya. Vita sedang dalam posisi merangkak. Buah dada Vita mengayun-ayun ketika tubuhnya mulai bergerak didorong oleh gerakan batang kemaluan di anusnya. Tubuh Vita segera berkeringat ketika Vita dengan sekuat tenaga membuat dua orang itu mencapai klimaks. Vita sendiri telah mengalami dua kali orgasme sepanjang hari itu, dan ia sadar dirinya masih akan mengalami orgasme demi orgasme sebelum akhirnya ia kembali ke penjara lagi.

Sekarang Vita sudah menjadi pelacur bagi penjara itu. Ia harus melayani setiap orang yang sanggup dan mau membayar tubuhnya. Penjara itu ternyata memiliki kegiatan pelacuran kelas tinggi. Bisnisman dari manca negara yang pernah mendengar tentang penjara itu kebanyakan mengetahui tentang kegiatan terselubung itu, tak terkecuali juga pejabat-pejabat negara kelas tinggi yang kadang juga menggunakan tubuh Vita dan tubuh gadis lainnya yang sudah dipilih sendiri oleh komandan penjara.

Malam itu Vita harus melayani dua orang dari Inggris yang sudah membayar US$ 1.000 kepada komandan untuk dapat menggunakan tubuhnya selama delapan jam. Tiga minggu yang lalu Vita melayani seorang pejabat dari Brunei. Ia membayar US$ 2.000 agar ia dapat memecuti tubuh Vita yang menjerit dan mohon ampun, selama enam jam berturut-turut. Vita tidak dapat bergerak selama enam hari setelah peristiwa itu.

TAMAT

Andani Citra - Kegilaan Di Lift Kampus

Pengalamanku yang satu ini terjadi ketika masih kuliah semester empat, kira-kira empat tahun yang lalu. Waktu itu aku harus mengambil sebuah mata kuliah umum yang belum kuambil, yaitu kewiraan. Kebetulan waktu itu aku kebagian kelas dengan fakultas sipil, agak jauh dari gedung fakultasku, di sana mahasiswanya mayoritas cowok pribumi, ceweknya cuma enam orang termasuk aku. Tak heran aku sering menjadi pusat perhatian cowok-cowok di sana, beberapa bahkan sering curi-curi pandang mengintip tubuhku kalau aku sedang memakai pakaian yang menggoda, aku sih sudah terbiasa dengan tatapan-tatapan liar seperti ini, terlebih lagi aku juga cenderung eksibisionis, jadi aku sih cuek-cuek aja.

Hari itu mata kuliah yang bersangkutan ada kuliah tambahan karena dosennya beberapa kali tidak masuk akibat sibuk dengan kuliah S3-nya. Kuliah diadakan pada jam lima sore. Seperti biasa kalau kuliah tambahan pada jam-jam seperti ini waktunya lebih cepat, satu jam saja sudah bubar. Namun bagaimanapun saat itu langit sudah gelap hingga di kampus hampir tidak ada lagi mahasiswa yang nongkrong.

Keluar dari kelas aku terlebih dulu ke toilet yang hanya berjarak empat ruangan dari kelas ini untuk buang air kecil sejenak, serem juga nih sendirian di WC kampus malam-malam begini, tapi aku segera menepis segala bayangan menakutkan itu. Setelah cuci tangan aku buru-buru keluar menuju lift (di tingkat lima). Ketika menunggu lift aku terkejut karena ada yang menyapa dari belakang. Ternyata mereka adalah tiga orang mahasiswa yang juga sekelas denganku tadi, yang tadi menyapaku aku tahu orangnya karena pernah duduk di sebelahku dan mengobrol sewaktu kuliah, namanya Adi, tubuhnya kurus tinggi dan berambut jabrik, mukanya jauh dari tampan dengan bibir tebal dan mata besar. Sedangkan yang dua lagi aku tidak ingat namanya, cuma tahu tampang, belakangan aku tahu yang rambutnya gondrong dikuncir itu namanya Syaiful dan satunya lagi yang mukanya mirip Arab itu namanya Rois, tubuhnya lebih berisi dan kekar dibandingkan Adi dan Syaiful yang lebih mirip pemakai narkoba.

"Kok baru turun sekarang Ci?" sapa Adi berbasa-basi.
"Abis dari WC, lu orang juga ngapain dulu?" jawabku.
"Biasalah, ngerokok dulu bentar" jawabnya.

Lift terbuka dan kami masuk bersama, mereka berdiri mengelilingiku seperti mengepungku hingga jantungku jadi deg-degan merasakan mata mereka memperhatikan tubuhku yang terbungkus rok putih dari bahan katun yang menggantung di atas lutut serta kaos pink dengan aksen putih tanpa lengan. Walau demikian, terus terang gairahku terpicu juga dengan suasana di ruangan kecil dan dengan dikelilingi para pria seperti ini hingga rasa panas mulai menjalari tubuhku.

"Langsung pulang Ci?" tanya Syaiful yang berdiri di sebelah kiriku.
"Hemm" jawabku singkat dengan anggukan kepala.
"Jadi udah gak ada kegiatan apa-apa lagi dong setelah ini?" si Adi menimpali.
"Ya gitulah, paling nonton di rumah" jawabku lagi.
"Wah kebetulan.. Kalo gitu lu ada waktu sebentar buat kita dong!" sahut Syaiful.
"Eh.. Buat apa?" tanyaku lagi.

Sebelum ada jawaban, aku telah dikagetkan oleh sepasang tangan yang memelukku dari belakang dan seperti sudah diberi aba-aba, Rois yang berdiri dekat tombol lift menekan sebuah tombol sehingga lift yang sedang menuju tingkat dua itu terhenti. Tas jinjingku sampai terlepas dari tanganku karena terkejut.

"Heh.. Ngapain lu orang?" ujarku panik dengan sedikit rontaan.
"Hehehe.. Ayolah Ci, having fun dikit kenapa? Stress kan, kuliah seharian gini!" ucap Adi yang mendekapku dengan nafas menderu.
"Iya Ci, di sipil kan gersang cewek nih, jarang ada cewek kaya lo gini, lu bantu hibur kita dong" timpal Rois.

Srr.. Sesosok tangan menggerayang masuk ke dalam rok miniku. Aku tersentak ketika tangan itu menjamah pangkal pahaku lalu mulai menggosok-gosoknya dari luar.

"Eengghh.. Kurang ajar!" ujarku lemah. Aku sendiri sebenarnya menginginkannya, namun aku tetap berpura-pura jual mahal untuk menaikkan derajatku di depan mereka.

Mereka menyeringai mesum menikmati ekpresi wajahku yang telah terangsang. Rambutku yang dikuncir memudahkan Adi menciumi leher, telinga dan tengkukku dengan ganas sehingga birahiku naik dengan cepat. Rois yang tadinya cuma meremasi dadaku dari luar kini mulai menyingkap kaosku lalu cup bra-ku yang kanan dia turunkan, maka menyembullah payudara kananku yang nampak lebih mencuat karena masih disangga bra. Diletakkannya telapak tangannya di sana dan meremasnya pelan, kemudian kepalanya mulai merunduk dan lidahnya kurasakan menyentuh putingku.

Sambil menyusu, tangannya aktif mengelusi paha mulusku. Tanpa kusadari, celana dalamku kini telah merosot hingga ke lutut, pantat dan kemaluanku terbuka sudah. Jari-jari Syaiful sudah memasuki vaginaku dan menggelitik bagian dalamnya. Tubuhku menggelinjang dan mendesah saat jarinya menemukan klitorisku dan menggesek-gesekkan jarinya pada daging kecil itu.

Aku merasakan sensasi geli yang luar biasa sehingga pahaku merapat mengapit tangan Syaiful. Rasa geli itu juga kurasakan pada telingaku yang sedang dijilati Adi, hembusan nafasnya membuat bulu kudukku merinding. Tangannya menjalar ke dadaku dan mengeluarkan payudaraku yang satu lagi. Diremasinya payudara itu dan putingnya dipilin-pilin, kadang dipencet atau digesek-gesekkan dengan jarinya hingga menyebabkan benda itu semakin membengkak. Tubuhku serasa lemas tak berdaya, pasrah membiarkan mereka menjarah tubuhku.

Melihatku semakin pasrah, mereka semakin menjadi-jadi. Kini Rois memagut bibirku, bibir tebal itu menyedot-nyedot bibirku yang mungil, lidahnya masuk ke mulutku dan menjilati rongga di dalamnya, kubalas dengan menggerakkan lidahku sehingga lidah kami saling jilat, saling hisap, sementara tangannya sudah meremas bongkahan pantatku, kadang jari-jarinya menekan anusku. Tonjolan keras di balik celana Adi terasa menekan pantatku. Secara refleks aku menggerakkan tanganku ke belakang dan meraba-raba tonjolan yang masih terbungkus celana itu.

Payudara kananku yang sudah ditinggalkan Rois jadi basah dan meninggalkan bekas gigitan kini beralih ke tangan Adi, dia kelihatan senang sekali memainkan putingku yang sensitif, setiap kali dia pencet benda itu dengan agak keras tubuhku menggelinjang disertai desahan. Si Syaiful malah sudah membuka celananya dan mengeluarkan penisnya yang sudah tegang. Masih sambil berciuman, kugerakkan mataku memperhatikan miliknya yang panjang dan berwarna gelap tapi diameternya tidak besar, ya sesuailah dengan badannya yang kerempeng itu.

Diraihnya tanganku yang sedang meraba selangkangan Adi ke penisnya, kugenggam benda itu dan kurasakan getarannya, satu genggamanku tidak cukup menyelubungi benda itu, jadi ukurannya kira-kira dua genggaman tanganku.

"Ini aja Ci, burung gua kedinginan nih, tolong hangatin dong!" pintanya.
"Ahh.. Eemmhh!" desahku sambil mengambil udara begitu Rois melepas cumbuannya.
"Gua juga mau dong, udah gak tahan nih!" ujar Rois sambil membuka celananya.

Wow, sepertinya dia memang ada darah Arab, soalnya ukurannya bisa dibilang menakjubkan, panjang sih tidak beda jauh dari Syaiful tapi yang ini lebih berurat dan lebar, dengan ujungnya yang disunat hingga menyerupai helm tentara. Jantungku jadi tambah berdegup membayangkan akan ditusuk olehnya, berani taruhan punya si Adi juga pasti kalah darinya.

Adi melepaskan dekapannya padaku untuk membuka celana, saat itu Rois menekan bahuku dan memintaku berlutut. Aku pun berlutut karena kakiku memang sudah lemas, kedua penis tersebut bagaikan pistol yang ditodongkan padaku, tidak.. bukan dua, sekarang malah tiga, karena Adi juga sudah mengeluarkan miliknya. Benar kan, milik Rois memang paling besar di antara ketiganya, disusul Adi yang lebih berisi daripada Syaiful. Mereka bertiga berdiri mengelilingiku dengan senjata yang mengarah ke wajahku.

"Ayo Ci, jilat, siapa dulu yang mau lu servis"
"Yang gua aja dulu Ci, dijamin gue banget!"
"Ini aja dulu Ci, gua punya lebih gede, pasti puas deh!"

Demikian mereka saling menawarkan penisnya untuk mendapat servis dariku seperti sedang kampanye saja, mereka menepuk-nepuk miliknya pada wajah, hidung, dan bibirku sampai aku kewalahan menentukan pilihan.

"Aduh.. Iya-iya sabar dong, semua pasti kebagian.. Kalo gini terus gua juga bingung dong!" kataku sewot sambil menepis senjata mereka dari mukaku.
"Wah.. Marah nih, ya udah kita biarin Citra yang milih aja, demokratis kan?" kata Syaiful.

Setelah kutimbang-timbang, tangan kiriku meraih penis Syaiful dan yang kanan meraih milik Rois lalu memasukkannya pelan-pelan ke mulut.

"Weh.. Sialan lu, gua cuma kebagian tangannya aja!" gerutu Syaiful pada Rois yang hanya ditanggapinya dengan nyengir tanda kemenangan.
"Wah gua kok gak diservis Ci, gimana sih!" Adi protes karena merasa diabaikan olehku.

Sebenarnya bukan mengabaikan, tapi aku harus memakai tangan kananku untuk menuntun penis Rois ke mulutku, setelah itu barulah kugerakkan tanganku meraih penis Adi untuk menenangkannya. Kini tiga penis kukocok sekaligus, dua dengan tangan, satu dengan mulut.

Lima belas menit lewat sudah, aku ganti mengoral Adi dan Rois kini menerima tanganku. Tak lama kemudian, Syaiful yang ingin mendapat kenikmatan lebih dalam melepaskan kocokanku dan pindah berlutut di belakangku. Kaitan bra-ku dibukanya sehingga bra tanpa tali pundak itu terlepas, begitu juga celana dalam hitamku yang masih tersangkut di kaki ditariknya lepas. Lima menit kemudian tangannya menggerayangi payudara dan vaginaku sambil menjilati leherku dengan lidahnya yang panas dan kasar. Pantatku dia angkat sedikit sampai agak menungging.

Kemudian aku menggeliat ketika kurasakan hangat pada liang vaginaku. Penis Syaiful telah menyentuh vaginaku yang basah, dia tidak memasukkan semuanya, cuma sebagian dari kepalanya saja yang digeseknya pada bibir vaginaku sehingga menimbulkan sensasi geli saat kepalanya menyentuh klitorisku.

"Uhh.. Nakal yah lu!" kataku sambil menengok ke belakang.
"Aahh..!" jeritku kecil karena selesai berkata demikian Syaiful mendorong pinggulnya ke depan sampai penis itu amblas dalam vaginaku.

Dengan tangan mencengkeram payudaraku, dia mulai menggenjot tubuhku, penisnya bergesekan dengan dinding vaginaku yang bergerinjal-gerinjal. Aku tidak bisa tidak mengerang setiap kali dia menyodokku.

"Hei Ci, yang gua jangan ditinggalin nih" sahut Adi seraya menjejalkan penisnya ke mulutku sekaligus meredam eranganku.

Aku semakin bersemangat mengoral penis Adi sambil menikmati sodokan-sodokan Syaiful, penis itu kuhisap kuat, sesekali lidahku menjilati 'helm'nya. Jurusku ini membuat Adi blingsatan tak karuan sampai dia menekan-nekan kepalaku ke selangkangannya. Kocokanku terhadap Rois juga semakin dahsyat hingga desahan ketiga pria ini memenuhi ruangan lift.

Teknik oralku dengan cepat mengirim Adi ke puncak, penisnya seperti membengkak dan berdenyut-denyut, dia mengerang dan meremas rambutku..

"Oohh.. Anjing.. Ngecret nih gua!!"

Muncratlah cairan kental itu di mulutku yang langsung kujilati dengan rakusnya. Keluarnya banyak sekali sehingga aku harus buru-buru menelannya agar tidak tumpah. Setelah lepas dari mulutku pun aku masih menjilati sisa sperma pada batangnya. Rois memintaku agar menurunkan frekuensi kocokanku.

"Gak usah buru-buru.." demikian katanya.
"Cepetan Ful, kita juga mau ngerasain memeknya, kebelet nih!" kata Rois pada Syaiful.
"Sabar jek.. Uuhh.. Nanggung dikit lagi.. Eemmhh!" jawab Syaiful dengan terengah-engah.

Genjotan Syaiful semakin kencang, nafasnya pun semakin memburu menandakan bahwa dia akan orgasme. Kami mengatur tempo genjotan agar bisa keluar bersama.

"Uhh.. Uhh.. Udah mau Ci, boleh di dalam gak?" tanyanya.
"Jangan.. gue lagi subur.. Ah.. Aahh!!" desahku bersamaan dengan klimaks yang menerpa.
"Hei, jangan sembarangan buang peju, ntar gua mana bisa jilatin memeknya!" tegur Adi.

Syaiful menyusul tak sampai semenit kemudian dengan meremas kencang payudaraku hingga membuatku merintih, kemudian dia mencabut penisnya dan menumpahkan isinya ke punggungku.

"Ok, next please" Syaiful mempersilakan giliran berikut.

Adi langsung menyambut tubuhku dan memapahku berdiri. Disandarkannya punggungku pada dinding lift lalu dia mencium bibirku dengan lembut sambil tangannya menelusuri lekuk-lekuk tubuhku, kami ber-french kiss dengan panasnya. Serangan Adi mulai turun ke payudaraku, tapi cuma dia kulum sebentar, lalu dia turun lagi hingga berjongkok di depan vaginaku. Gesper dan resleting rokku dia lucuti hingga rok itu merosot jatuh. Dia menatap dan mengendusi vaginaku yang tertutup rambut lebat itu, tangan kanannya mulai mengelusi kemaluanku sambil mengangkat paha kiriku ke bahunya. Jari-jarinya mengorek liang vaginaku hingga mengenai klitoris dan G-spotku.

"Sshh.. Di.. Oohh.. Aahh!!" desisku sambil meremas rambutnya ketika lidahnya mulai menyentuh bibir vaginaku.

Aku mengigit-gigit bibir menikmati jilatan Adi pada vaginaku, lidahnya bergerak-gerak seperti ular di dalam vaginaku, daging kecil sensitifku juga tidak luput dari sapuan lidah itu, kadang diselingi dengan hisapan. Hal ini membuat tubuhku menggeliat-geliat, mataku terpejam menghayati permainan ini. Tiba-tiba kurasakan sebuah gigitan pelan pada puting kiriku, mataku membuka dan menemukan kepala Syaiful sudah menempel di sana sedang mengenyot payudaraku. Rois berdiri di sebelah kananku sambil meremas payudaraku yang satunya.

"Ci, toked lu gede banget sih, ukuran BH-nya berapa nih?" tanyanya.
"Eenngghh.. Gua 34B.. Mmhh!" jawabku sambil mendesah.
"Udah ada pacar lo Ci?" tanyanya lagi.

Aku hanya menggeleng dengan badan makin menggeliat karena saat itu lidah Adi dengan liar menyentil-nyentil klitorisku. Sensasi ini ditambah lagi dengan Rois yang menyapukan lidahnya yang tebal ke leher jenjangku dan mengelusi pantatku. Sebelum sempat mencapai klimaks, Adi berhenti menjilat vaginaku. Dia mulai berdiri dan menyuruh kedua temannya menyingkir dulu.

"Minggir dulu jek.. Gua mo nyoblos nih! Walah.. Nih toked jadi bau jigong lu gini Ful!" omelnya pada Syaiful yang hanya ditanggapi dengan seringainya yang mirip kuda nyengir.

Paha kiriku diangkat hingga pinggang, lalu dia menempelkan kepala penisnya pada bibir vaginaku dan mendorongnya masuk perlahan-lahan.

"Ooh.. Di.. Aahh.. Ahh!" desahku dengan memeluk erat tubuhnya saat dia melakukan penetrasi.
"Aakkhh.. Yahud banget memek lu Ci.. Seret-seret basah!"

Kemudian Adi mulai memompa tubuhku, rasanya sungguh sulit dilukiskan. Penis kokoh itu menyodok-nyodokku dengan brutal sampai tubuhku terlonjak-lonjak, keringat yang bercucuran di tubuhku membasahi dinding lift di belakangku. Eranganku kadang teredam oleh lumatan bibirnya terhadapku. Senjatanya keluar-masuk berkali-kali hingga membuat mataku merem-melek merasakan sodokan yang nikmat itu. Aku pun ikut maju mundur merespons serangannya. Saat itu kedua temannya hanya menonton sambil memegangi senjata masing-masing, mereka juga menyoraki Adi yang sedang menggenjotku seolah memberi semangat.

Sementara dia berpacu di antara kedua pahaku, aku mulai merasakan klimaks yang akan kembali menerpa. Tubuhku bergetar hebat, pelukanku terhadapnya juga semakin erat. Akhirnya keluarlah desahan panjang dari mulutku bersamaan dengan melelehnya cairan kewanitaanku lebih banyak daripada sebelumnya. Namun dia masih bersemangat menggenjotku, bahkan bertambah kencang dan bertenaga, nafasnya yang menderu-deru menerpa wajahku.

"Uuhh.. Uuh.. Ci.. Yeeahh.. Hampir!" geramnya di dekat wajahku.

Tubuhnya berkelojotan diiringi desahan panjang, kemudian ditariknya penisnya lepas dari vaginaku dan menyemprotlah isinya di perutku. Dia pun lalu ambruk ke depanku sambil memagut bibirku mesra. Karena Adi melepaskan pegangannya terhadapku, pelan-pelan tubuhku merosot hingga terduduk bagai tak bertulang, begitu pun dengannya yang bersandar di lift dengan nafas ngos-ngosan. Aku meminta Syaiful mengambilkan tissue dari tasku, aku lalu menyeka keringat di keningku juga ceceran sperma pada perutku sambil menjilat jari-jariku untuk mendapatkan ceceran sperma itu. Hingga kini pakaian yang masih tersisa di tubuhku cuma sepatu dan kaos yang telah tergulung ke atas.

Tenggang waktu ke babak berikutnya kurang dari lima menit, Rois setelah meminta ijin dahulu, memegangi kedua pergelangan kakiku dan membentangkannya. Ditatapnya sebentar lubang merah merekah di tengah bulu-bulu hitam itu, kedua temannya juga ikut memandangi daerah itu.

"Ayo dong.. Pada liatin apa sih, malu ah!" kataku dengan memalingkan muka karena merasa risi dipelototi bagian ituku, namun sesungguhnya aku malah menikmati menjadi objek seks mereka.
"Hehehe.. Malu apa mau nih!" ujar Syaiful yang berjongkok di sebelahku sambil mencubit putingku.
"Lu udah gak virgin sejak kapan Ci? Kok memeknya masih OK?" tanya Rois sambil menatap liang itu lebih dekat.
"Enam belas, waktu SMA dulu" jawabku.

Kami ngobrol-ngobrol sejenak diselingi senda gurau hingga akhirnya aku meminta lagi karena gairahku sudah kembali, ini dipercepat oleh tangan-tangan mereka yang selalu merangsang titik-titik sensitifku. Rois menarikku sedikit ke depan mendekatkan penisnya pada vaginaku lalu mengarahkan benda itu pada sasarannya. Uuh.. Vaginaku benar-benar terasa sesak dan penuh dijejali oleh penisnya yang perkasa itu. Cairan vaginaku melicinkan jalan masuk baginya.

"Aa.. aadduhh, pelan-pelan dong!" aku mendesah lirih sewaktu Rois mendorong agak kasar. Sambil menggeram-geram, dia memasukkan penisnya sedikit demi sedikit hingga terbenam seluruhnya dalam vaginaku.
"Eengghh.. Ketat abis, memek Cina emang sipp!" ceracaunya.

Dia menggenjot tubuhku dengan liar, semakin tinggi tempo permainannya, semakin aku dibuatnya kesetanan. Sementara Syaiful sedang asyik bertukar ludah denganku, lidahku saling jilat dengan lidahnya yang ditindik, tanganku menggenggam penisnya dan mengocoknya. Sebuah tangan meraih payudaraku dan meremasnya lembut, ternyata si Adi yang berlutut di sebelahku.

"Bersihin dong Ci, masih ada sisa tadi!" pintanya dengan menyodorkan penisnya ke mulutku saat mulut Syaiful berpindah ke leherku.

Serta merta kuraih penis itu, hhmm, masih lengket-lengket bekas persenggamaan barusan, kupakai lidahku menyapu batangnya, setelah beberapa jilatan baru kumasukkan ke mulut, aku dapat melihat ekspresi kenikmatan pada wajahnya akibat teknik oralku.

Tak lama kemudian, Syaiful berkelojotan dan bergumam tak jelas, sepertinya dia akan klimaks. Melihat reaksinya kupercepat kocokanku hingga akhirnya cret.. cret.. Spermanya berhamburan mendarat di sekitar dada dan perutku, tanganku juga jadi belepotan cairan seperti susu kental itu. Saat itu aku masih menikmati sodokan Rois sambil mengulum penis Adi.

Kemudian Adi mengajak berganti posisi, aku dimintanya berposisi doggy, Rois dari belakang kembali menusuk vaginaku dan dari depanku Adi menjejalkan penisnya ke mulutku. Kulumanku membuat Adi berkelojotan sambil meremas-remas rambutku sampai ikat rambutku terlepas dan terurailah rambutku yang sebahu itu. Penis itu bergerak keluar-masuk semakin cepat karena vaginaku juga sudah basah sekali.

Tidak sampai sepuluh menit kemudian muncratlah sperma Adi memenuhi mulutku, karena saat itu genjotan Rois bertambah ganas, hisapanku sedikit buyar sehingga cairan itu tumpah sebagian meleleh di pinggir bibirku. Setelah Adi melepas penisnya, aku bisa lebih fokus melayani Rois, aku ikut menggoyang pinggulku sehingga sodokannya lebih dalam.

Bunyi 'plok-plok-plok' terdengar dari hentakan selangkangan Rois dengan pantatku. Mulutku terus mengeluarkan desahan-desahan nikmat, sampai beberapa menit kemudian tubuhku mengejang hebat yang menandakan orgasmeku. Kepalaku menengadah dan mataku membeliak-beliak, sungguh fantastis kenikmatan yang diberikan olehnya. Kontraksi otot-otot kemaluanku sewaktu orgasme membuatnya merasa nikmat juga karena otot-otot itu semakin menghimpit penisnya, hal ini menyebabkan goyangannya semakin liar dan mempercepat orgasmenya. Dia mendengus-dengus berkelojotan lalu tangannya menarik rambutku sambil mencabut penisnya.

"Aduh-duh, sakit.. Mau ngapain sih?" rintihku.

Dia tarik rambutku hingga aku berlutut dan disuruhnya aku membuka mulut. Di depan wajahku dia kocok penisnya yang langsung menyemburkan lahar putih. Semprotan itu membasahi wajahku sekaligus memenuhi mulutku.

"Gila, banyak amat sih, sampai basah gini gua!" kataku sambil menjilati penisnya melakukan cleaning service.

Setelah menuntaskan hasrat, Rois melepaskanku dan mundur terhuyung-huyung sampai bersandar di pintu lift dimana tubuhnya merosot turun hingga terduduk lemas. Dengan sisa-sisa tenaga aku menyeret tubuhku ke tembok lift agar bisa duduk bersandar. Suasana di dalam lift jadi panas dan pengap setelah terjadi pergulatan seru barusan. Aku mengatur kembali nafasku yang putus-putus sambil menjilati sperma yang masih belepotan di sekitar mulut, aku bisa merasakan lendir hangat yang masih mengalir di selangkanganku.

Adi sudah memakai kembali celananya tapi masih terduduk lemas, dia mengeluarkan sebotol aqua dari tas lusuhnya, Syaiful sedang berjongkok sambil menghisap rokok, dia belum memakai celananya sehingga batang kemaluannya yang mulai layu itu dapat terlihat olehku, Rois masih ngos-ngosan dan meminta Adi membagi minumannya. Setelah minum beberapa teguk, Rois menawarkan botol itu padaku yang juga langsung kuraih dan kuminum. Kuteteskan beberapa tetes air pada tissue untuk melap wajahku yang belepotan.

Kami ngobrol-ngobrol ringan dan bertukar nomor HP sambil memulihkan tenaga. Aku mulai memunguti pakaianku yang tercecer. Setelah berpakaian lengkap dan mengucir kembali rambutku, kami bersiap-siap pulang. Adi menekan tombol lift dan lift kembali meluncur ke bawah. Lantai dasar sudah sepi dan gelap, jam sudah hampir menunjukkan pukul tujuh. Lega rasanya bisa menghirup udara segar lagi setelah keluar gedung ini, kami pun berpisah di depan gedung sipil, mereka keluar lewat gerbang samping dan aku ke tempat parkir.

Dalam perjalanan pulang, aku tersenyum-senyum sendiri sambil mendengar alunan musik dari CD-player di mobilku, masih terngiang-ngiang di kepalaku kegilaan yang baru saja terjadi di lift kampus.

Mohon maaf atas menghilangnya milis yahooku karena dihack seseorang, selain itu aku sendiri sudah lulus dan bekerja sehingga tidak punya banyak waktu untuk mengurus milis itu. Bisa menuangkan pengalamanku ke dalam tulisan saja sudah cukup menyibukkanku dan biasa kulakukan kalau ada waktu senggang di kantor, jadi harap maklum pada penggemar cerita-ceritaku.

Tamat

Wanita-Wanita Frustrasi

Cerita ini terjadi sekitar 2 tahun yang lalu. Saat itu aku masih kuliah pada semester ke empat. Aku adalah seorang pria lajang 20 th dengan tinggi 175 cm berat 70 kg yang sedang kuliah di salah satu PTN di daerahku. Aku tinggal disebuah rumah bedeng 5 pintu dan aku berada pada pintu yang pertama. Kalau dibandingkan dengan teman-temanku, aku termasuk anak yang pemalu alias kuper (kurang pergaulan). Hal ini membuatku lebih betah berada di kosanku, oh ya di bedeng tersebut aku nge-kost, dari pada harus keluar rumah tanpa tujuan. Sesekali aku juga sering menonton film BF untuk memuaskan hasrat birahiku dan selalu berakhir dengan beronani.

Cukup sudah pengantarnya ok. Sekarang lanjut ke pengalaman pertamaku yang berawal dari tempat kost dimana aku tinggal. Disebelah (pintu no2) tinggal seorang wanita muda sekitar 25 tahun bernama Desi tinggi 160 berat 50 kg yang bersuamikan seorang supir taxi tetapi sudah 7 tahun belum dikarunia seorang anak. Pintu no3 ditempati oleh seorang wanita 35 tahun tinggi 165 berat 60 kg yang sudah memiliki 2 orang anak 7 dan 5 tahun yang semuanya perempuan, ia bernama Ita. Nah, dari sinilah semuanya berawal.

Seperti biasa pada pagi hari semua penghuni bedeng sibuk dibelakang (mandi, mencuci). Perlu diketahui bahwa kondisi di rumah ini memiliki 5 kamar mandi terpisah dari rumah dan 2 buah sumur (air harus diangkat ke kamar mandi, maklum yang punya rumah belum punya Sanyo). Aku yang sudah terbiasa mandi paling pagi sedang duduk santai sambil nonton TV. Lagi asik nonton terdengar olehku gemercik air seperti orang sedang mandi. Mulanya sih biasa saja, tapi lama kelamaan penasaran juga aku dibuatnya. Aku mencoba melihat dari balik celah pintu belakang rumahku, dan aduh!! betapa kagetnya aku ketika melihat Mbak Desi yang sedang mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Aku tidak tahu mengapa ia begitu berani untuk membuka tubuhnya pada tempat terbuka seperti itu. Mbak desi yang sedikit kurus ternyata memiliki payudara sekitar 32b dan sangat seksi sekali. Dengan bentuknya yang kecil beserta puting warna merah jambu untuk orang yang sudah menikah bentuknya masih sangat kencang.

Aku terus mengamati dari balik celah pintu, tanpa kusadari batang kejantananku sudah mulai berdiri. Sudah tak tahan dengan pemandangan tersebut aku langsung melakukan onani sambil membayangkan bercinta dengan Mbak desi ditempat terbuka tersebut. Semenjak hal itu, aku jadi ketagihan untuk selalu mengintip jika ada kesempatan. Keesokan harinya, aku masih sangat terbayang-bayang akan bentuk tubuh Mbak desi. Hari itu adalah hari minggu, dan aku sedikit kesiangan. Ketika aku keluar untuk mandi, aku melihat Mbak Ita sedang mencuci pakaian. Dengan posisinya yang menjongkok terlihat jelas olehku belahan payudaranya yang terlihat sudah agak kendor tapi berukuran 34 b. Setiap kali aku memperhatikan pantatnya, entah mengapa aku langsung bernafsu dibuatnya (mungkin pengaruh film BF dengan doggy style yang kebetulan favoritku). Kembali batang kemaluanku tegang dan seperti biasa aku melakukan onani di kamar mandi.

Dua hari kemudian terjadi keributan di tetanggaku, yaitu Mbak ita yang sedang bertengkar hebat dengan suaminya (seorang agen). Ia menangis dan kulihat suaminya langsung pergi entah kemana. Aku yang kebetulan berada disitu tidak bisa berbuat apa-apa. Yang ada dipikiranku adalah apa sebenarnya yang sedang terjadi. Keesokan harinya Mbak Ita pergi dengan kedua anaknya yang katanya kerumah nenek, dan kembali sorenya.

Sore itu aku baru akan mandi, begitu juga dengan Mbak ita. Setelah selesai aku langsung buru-buru keluar dari kamar mandi karena kedinginan. Diluar dugaanku ternyata aku menabrak sesuatu yang ternyata adalah Mbak ita. Keadaan waktu itu sangat gelap (mati lampu) sehingga kami saling bertubrukan. Menerima tubrukan itu, Mbak ita hampir jatuh dibuatnya. Secara reflek aku langsung menangkap tubuhnya. AduH! Tenyata aku tanpa sengaja telah menyentuh payudaranya. " Maaf.. Aduh maaf mbak, nggak sengaja" ucapku. " Nggak, nggak pa pa kok, wong saya yang nggak liat" balasnya.

Sejenak kami terdiam dikeheningan yang pada saat itu sama-sama merasakan dinginnya angin malam. Tanpa dikomando, tubuh kami kembali saling berdekatan setelah tadi sempat malu karena kecerobohan kami berdua. Aku sangat degdegan dibuatnya dan tidak tahu harus berbuat apa pada posisi seperti ini. Sepertinya Mbak ita mengetahui bahwa aku belum pengalaman sama sekali. Ia kemudian mengambil inisiatif dan langsung memegang kemaluanku yang berada dibalik handuk. Est ..est.. auw ..aku mengerang keenakan. Belum selesai aku merasakan belaian tangannya, tiba-tiba ujung kemaluanku terasa disentuh oleh benda lembut dan hangat. Mbak ita sudah berada dibawahku denagn posisi jongkok sambil mengulum kemaluanku. Aduuhh .. nikmatt.. terus .. Akh ..est .. Sekarang aku sudah telanjang bulat dibuatnya.

10 menit sudah kemaluanku dikulum oleh Mbak ita. Aku yang tadi pemalu sekarang mulai mengambil tindakan. Mbak ita kusuruh berdiri dihadapanku dan langsung kulumat bibinya dengan lembut. Est .. Ah ..uh ouw .. Ia mendesah ketika bibir kami saling berpagutan satu sama lain. Ciumanku sekarang telah berada pada lehernya. Bau sabun mandi yang masih melekat pada tubuhnya menambah gairahku. Est .. Ah .. teruss.. kepalanya tengadah keatas menahan nikmat. Kini tiba saat yang kutunggu. Handuk yang masih menutupi tubuhnya langsung kubuka tanpa hambatan. Secara samar-samar dapat kulihat bentuk payudaranya. Kuremas dan kukecup dengan lembut dan au ..est..nikmaat..teruss ..aow .., Mbak ita menahan nikmat.

Sambil terus mencicipi bagian tubuhnya akhirnya aku sampai juga didaerah kemaluannya. Aku sedikit ragu untuk memcicipi kemaluanya yang sudah sedikit basah itu. Seperti difilm BF aku mencoba mempraktekkan gaya melumat kemaluan wanita. Kucoba sedikit dengan ujung lidahku, rasanya ternyata sedikit asin dan berbau amis. Tetapi itu tidak menghentikanku untuk terus menjilatinya. Semakin lama rasa jijik yang ada berubah menjadi rasa ninkmat yang tiada tara. Est ..est ..teruuss ..tee..russ..auw ..nik, mat..mbak ita tak mampu menahan nikmat yang diterimanya dari jilatan mautku yang sesekali kuiringi dengan memasukkan jariku ke liang senggamanya. "Mbak mau .. kelu..ar ahh" racaunya.
Tanpa kusadari tiba-tiba keluar cairan kental dari vagina nya yang belakangan kutau bahwa itu adalah cairan wanita. Aku belum berhenti dan terus menjilati kemaluanya sampai bersih.

Puas aku menjilati kemaluannya kemudian langsung aku angkat ia kedalam rumahnya menuju kamar tidurnya. Aduh .. benar-benar tak habis pikir olehku, wanita segede ini bisa kuangkat dengan mudah. Sesampai dikamarnya aku langsung terbaring dengan posisi terlentang. Mbak ita tanpa diperintah sudah tahu apa yang kumau dan langsung mengambil posisi berada diatasku. Oh ..ya pembaca, bahwa batang kemaluanku standar-standar saja untuk orang Indonesia. Aku yang berada dibawah saat itu sengaja tidak berbuat apa-apa dan membiarkan Mbak Ita mengambil inisiatif untuk memuaskanku.

Mbak Ita langsung memegang kemaluanku dan mencoba memasukkannya kedalam liang senggamanya. Blues..bleb.. tanpa hambatan batang kejantananku tenggelam seluruhnya kedalam liang kenikmatan Mbak Ita. Est..es..auw..oh..ah..aku hanya terpejam merasakan kemaluanku seperti diperas-peras dan hangat sekali rasanya. Aku tak menyangka bahwa kenikmatan bersenggama dengan wanita lebih nikmat dibanding dengan aku beronani. Mbak Ita mulai menggenjot pantatnya secara perlahan tapi pasti. Ah..ah..ah..oh..oh..nik..maatt..ahh.. Mbak Ita terus melakukan gerakan yang sangat erotis. Desahan Mbak Ita membuatku semakin bernafsu ditambah dengan payudaranya bergoyang kesana-kemari. Rupanya aku tak bisa lagi tinggal diam. Aku berusaha mengimbangi genjotan Mbak Ita sehingga irama genjotan itu sangat merdu dan konstan. Tangankupun tidak mau kalah dengan pantatku.

Aku berusaha mencapai kedua payudara yang ada didepan mataku itu. "Wah ..indahnya pemandangan ini" ucapku dalam hati. Tidak puas dengan hanya menyentuh payudara Mbak Ita, aku langsung mengambil posisi duduk sehingga payudara Mbak ita tepat berada didepan wajahku. Kembali aku melumat putingnya dengan lembut kiri dan kanan bergantian. Ahh..ah ..ah..oh.. Est..ss Mbak ita kelihatannya tak tahan menahan nikmat dengan perlakuanku ini. Lama kelamaan genjotan Mbak Ita semakin cepat dan aku..a..ku.. kee..luuarr..ahh..ohh..nikmaatt Mbak ita akhirnya mencapai klimaks yang kedua kalinya. Aku yang belum apa-apa merasa kesal tidak bisa klimaks secara bersamaan. Akhirnya aku meminta Mbak Ita untuk kembali mengulum kemaluanku. Mbak Ita yang sudah mendapat kepuasan dengan semangat mengulum dan menjilati kemaluanku. Est..est..ahh..oh ucapku ketika Mbak Ita semakin mempercepat kuluman dan kocokannya pada kemaluanku. Sepertinya ia ingin segera memuaskanku dan menikmati air kejantananku.

Selang 10 menit ah..auw..oh..nik..maatt..oh.. crot..crot..crot..semua air maniku tertumpah diwajah Mbak Ita dan diseluruh tubuhnya. Saat itu Mbak Ita tidak berhenti kulumannya dan menjilati seluruh air jantan tersebut. Aku sangat ngilu dibuatnya tapi sungguh masih sangat nikmat sekali.

Setelah merasakan kepuasan yag tiada tara kami langsung jatuh terkulai diatas kasur. Mbak Ita tampaknya sangat kelelahan dan langsung tertidur pulas dengan keadaan telanjang bulat. Aku yang takut nanti ketahuan orang lain langsung keluar dari kamar tersebut dan mengambil handukku menuju rumahku.

Ketika aku baru akan keluar dari rumah Mbak Ita, alangkah terkejutnya aku ketika dihadapanku ada seorang wanita yang kuduga sudah berdiri disitu dari tadi dan menyaksikan semua perbuatan kami. Eh..mm..mbak..mbak ..Desi..ternyata ia tidak lain adalah Mbak Desi. "Permisi mbak, aku mau masuk dulu" ucapku pura-pura tidak ada yang terjadi. Sambil berjalan tergesa-gesa aku langsung menuju rumahku untuk menghindari introgasi dari Mbak Desi. Tiba-tiba "tunggu!!" teriak Mbak Desi. Aku langsung panas dingin dibuatnya. "Jangan jangan ia akan melaporkanku ke Kepala Desa lagi" ucapku dalam hati." Aduuhh gawat nih, bisa-bisa cuci kampung" pikirku. " A..a..ada apa ya mbak" balasku. Mbak Desi langsung mendekatku dan berkata " kamu akan aku laporkan kesuami Mbak Ita dan kepala desa atas apa yang telah kamu lakukan" ucap Mbak Desi. " Ta..tapi kami melakukannya atas dasar suka sama suka Mbak " balasku dengan perasaan sedikit cemas. Tiba-tiba " ha..ha..ha..ha.. " Mbak desi tertawa.

Aku semakin bingung dibuatnya karena mungkin Mbak desi punya dendam dan sekarang berhasil membalaskannya. " Nggak usah takut, pokoknya sekarang kamu tetap berdiri disitu dan jangan sekali-kali bergerak ok!" usulnya. "Mbak mau melaporkan saya atau takut saya lari" ucapku semakin bingung. Tanpa bicara lagi Mbak Desi semakin mendekatiku. Setelah tidak ada lagi jarak diantara kami tangan Mbak Desi langsung melepas handuk yang kugunakan tadi sehingga aku kembali telanjang bulat."Mbak jangan dikebiri ya.." ucapku."Nnggak..nggak pa pa kok" balasnya. Mbak Desi ternyata langsung berjongkok dan mulai mengocok kemaluanku.

Ah..ah..oh..oh.. aku yang tadi lemas kembali bergairah dibuatnya. Belum lagi aku selesai merasakan nikmatnya kocokan lembut dari tangan Mbak Desi, aku kembali merasakan ada benda lembut, hangat dan basah menyentuh kepala kemaluanku. Aku langsung tahu bahwa itu adalah kuluman dan jilatan dari mulut Mbak Desi setelah tadi aku merasakannya dengan Mbak Ita. Kuluman dan jilatan Mbak Desi ternyata lebih nikmat dari Mbak Ita. Aku bertaruh bahwa Mbak Desi telah melakukan berbagai macam gaya dan variasi dengan suaminya untuk memperoleh keturunan. Estt..ah..oh..oh..aduhh..auw.. desahku menahan hebatnya kuluman Mbak Desi. 15 menit sudah acara kulum-kuluman itu dan sekarang Mbak Desi telah berganti posisi dengan menungging. Pantatnya yang kecil namun berisi itu sekarang menantangku untuk ditusuk segera dengan rudalku. "Ayo..cepetan..kamu sudah lama menginginkan ini kan..Mbak tau kamu sering ngintip dari celah pintu itu..ayoo masukkan dong" ucapnya dengan mesra.

Aku jadi malu dibuatnya bahwa selama ini ia tahu akan perbuatanku. Tanpa pikir panjang aku langsung mencoba memasukkan batang kemaluanku ke liang kenikmatan Mbak Desi. "Aduh!!" meleset pada tusukanku yang pertama. Aku kembali mecoba dan bluess..akhirnya aku berhasil juga. "Gila nih perempuan "pikirku, "ternyata lubang kemaluannya masih sempit sekali" ucapku. Perlahan aku coba menggoyangkan pantatku mau-mundur. Ah.ah..ahh..oh..oh..oh..ah.. Mbah Desi mulai mendesah menahan nikmat. Aku semakin mempercepat goyanganku karena memang ini adalah gaya favoritku. "Ayo..teruuss..ayo.." teriakku memberi semangat". Ah..ah..ah..oh..desah Mbak Desi semakin terdengar kencang. Melihat payudaranya yang bergelantung dan bergoyang-goyang membuatku ingin mewujudkan impianku selama ini. Sambil terus menggenjot Mbak Desi aku berusaha mencapai payudaranya. Kuremas-remas dengan garangnya seolah meremas santan kelapa. Aw..sakiitt..adu..hh..ah..ah.. Mbak Ita tak tahan akan perlakuanku. Aku tidak memperdulikannya dan tetap menggenjot dengan cepat.

Kemudian aku mengganti posisi dengan menggendong Mbak Desi didepanku. Bluess.. Kembali batang kejantananku kumasukkan kedalam liang senggamanya. Ahh..ah..ah..ah..desah Mbak Desi menahan nikmat. Kulumat bibir dan kuciumi seluruh leher dan kukecup kedua puting susunya yang merah itu. Adu..nikkmatt sekaalii ah..ah..ah..oh..oh.. Mendapat perlakuan demikian bertubi-tubi akhirnya Mbak Desi tak sanggup lagi menahan klimaksnya "Keeluuarr ..mau..ke..lua..rr akhirnya Mbak Desi mencapai klimaksnya. Aku yang sedikit lagi juga hampil finish semakin menggenjot dengan cepat."Blep..blep..blep..bunyi hentakan sodokan antara kemaluanku dan kemaluan Mbak Desi yang sudah sangat basah tersebut. Tidak lama kemudian aku merasakan ada denyut-denyut di ujung batang kemaluanku dan:"Crot..crot..crot..tumpahlah seluruh iir maniku kedalam liang senggamanya.

Setelah itu kami berciuman sambil merasakan sisa-sisa nikmat yang ada dan kembali kerumah masing-masing. Keesokan harinya ketika bertemu, kami seolah-olah tidak merasakan sesuatu terjadi. Pembaca sekalian rupanya Mbak Ita tidak mau lagi berbicara denganku semenjak kejadian itu tapi aku terkadang masih melakukan hubungan sex ini hanya dengan Mbak Desi saja ketika saya sedang ingin atau ia sedang sangat ingin melakukannya. Sekarang saya sudah selesai kuliah dan tidak lagi tinggal dibedengan itu. Saya masih sangat merindukan untuk kembali berhubunagn sex dengan Mbak Desi atau Mbak Ita karena mereka telah membuat saya tidak virgin lagi.

Tamat

Lily Panther - Berbagi Ceria Dimana Saja

"Ly, kita ke tretes yuk" terdengar suara dari Hari dari ujung telepon pada suatu siang.
"Kapan?" jawabku antusias karena udah beberapa minggu aku nggak keluar kota, sekalian refreshing, sekalian dapat duit, berarti taripnya adalah menginap di luar kota yang besarnya bisa 2-3 kali daripada short time.
"Ntar sore kujemput ke tempat kost-mu gimana, kita berangkat rame rame" kata Hari, salah seorang langgananku yang sudah seperti seorang teman meski tak pernah melupakan bisnis.
"Rame rame?, emang dengan berapa orang?" tanyaku penasaran.
"Kita tiga orang, tapi yang satu bawa pacarnya sedangkan satunya lagi masih kosong, dia baru datang dari Jakarta nanti jam 5 sore, kalo kamu ada teman boleh juga di ajak sekalian, tapi yang bagus dong, minim kayak kamu lah, ha.. ha.. ha"
"Berarti harus lebih cantik dong, ah nggak ah, ntar aku dicuekin, lagian susah nyari orang yang lebih cantik dari aku" jawabku tak mau kalah.
"Oke deh terserah kamu aja lah, yang jelas harus cantik, sexy, tinggi, putih dan .. ah kamu tahu sendiri deh gimana maunya, ntar aku jemput jam setengah empat, ke Juanda dulu lalu langsung ke Tretes, oke?"
"Jangan setengah empat, jam limaan gitu lho" aku mencoba menawar karena jam 2 nanti aku harus melayani tamuku di Shangri La, takut waktunya terlalu mepet.
"Jangan, ntar terlambat kasihan dia menunggu kelamaan di Juanda" jawabnya.
".. setengah lima deh"
"Oke tapi carikan temanmu ya.. "
"Oke aku carikan, tapi nggak janji lho, aku kan kurang punya teman" jawabku menyanggupi.

Beberapa teman kucoba kuhubungi tapi banyak yang lagi off atau sedang ada booking-an, aku nggak mau mencari lewat GM, karena khawatir tidak tahu ceweknya dan kalau ternyata nggak cocok menjadi bebanku. Akhirnya aku menyerah, tak bisa mendapatkannya.
Kucoba menghubungi Hari untuk melapor tapi HP-nya sibuk, sementara aku harus segera berangkat ke Hotel Shangri-La, menemui tamuku yang sudah bikin appointment. Untuk sementara kulupakan Hari, masih ada waktu 3 jam sebelum Hari menjemputku, waktu yang lebih dari cukup untuk sekedar short time.

Perhatianku benar benar kucurahkan pada tamuku ini, meskipun aku belum pernah bertemu tapi karena dia adalah rekanan bisnis dari Koh Toni, tamu langgananku, yang sedang di servis, maka aku harus memberikan servis dan kepuasan padanya, supaya tamu langgananku tidak kecewa. Koh Toni menyambutku di lobby hotel, berdua kami naik ke lantai 9 menemui rekanan bisnisnya.

Ternyata ada 3 orang di kamar itu, satu persatu aku diperkenalkan, sementara aku sendiri tak tahu yang mana yang harus aku layani. Sepuluh menit kami berlima di kamar itu, satu persatu mereka meninggalkan kamar hingga tinggallah aku, Koh Toni dan rekanan bisnisnya yang bernama Tio, inilah tamuku yang sebenarnya.

"Ly, aku tinggal dulu, kamu temanin Pak Tio ya, ntar kalo udah selesai hubungi aku di lobby" kata Koh Toni seraya meninggalkan kami berdua.
Sepeninggal Koh Toni kami berbasa basi sebentar, lalu seperti biasa kamipun berpacu menembus batas mengejar nafsu menggapai kepuasan. Detail permainan tak perlu diceritakan karena ini hanyalah pembuka alur cerita, detailnya ya seperti biasa saja, tak ada yang istimewa pada diri Pak Tio. Seperti kebanyakan tamuku besar nafsu tenaga kurang, meskipun kami bermain tiga babak tapi aku tak mendapatkan orgasme darinya karena masing masing babak hanya bertahan tak lebih dari 5 menit, jadi kurang
menarik untuk diceritakan.

Kuhabiskan waktu 1,5 jam menemani Pak Tio, kutinggalkan dia sendirian dengan mengantongi beberapa ratus ribu tips. Aku langsung pulang lewat pintu samping, tak sempat kutemui Koh Toni yang katanya di Lobby, seperti biasanya dia akan mentransfer pembayaran lewat rekeningku.

Di perjalanan pulang ternyata Koh Toni meneleponku.
"Kamu udah pulang kok nggak ngomong ngomong, ada apa?" tegurnya.
"Ah nggak ada apa apa, kata Pak Tio tadi nggak usah nunggu Koh Toni, jadi aku langsung pulang aja, gimana dia puas nggak?" jawabku memancing.
"Pak Tio puas banget sama kamu, dia malah minta kamu temanin dia ntar malam, gimana?"
Aku terdiam sejenak, baru sekarang teringat ajakan Hari.
"Maaf Koh, aku nggak bisa, ntar sore mau ke Tretes sama teman teman, biasa refreshing" tolakku halus
"Refreshing mah bisa menyusul, ntar aku ajak ke Bali deh, inikan ada duitnya" dia berusaha merayuku.
"Nggak bisa Koh, ini juga bisnis" aku berusaha menolak halus.
"Sayang deh, padahal dia suka kamu lho, sampai kapan di Tretes?" masih juga dia tak mau menyerah.
"Entahlan mungkin besok malam kali baru balik"
"Ya udah kita lihat besok deh, apa dia masih mau" akhirnya dia menutup telepon.

Sesampai di tempat Kost yang hanya 15 menit dari Shangri La, kucoba menghubungi Hari, melaporkan kegagalanku mendapatkan teman tapi HP-nya selalu sibuk. Pukul 4 hari menghubungiku, dia kecewa ketika tahu aku tidak bisa mendapatkan teman untuk tamunya yang dari Jakarta.
"Wah sekarang udah nggak ada waktu untuk hunting" jawabnya pasrah.
"Kita cari aja disana, kan banyak" hiburku
"Mana mau dia dengan cewek cewek di sana, bukan seleranya" jawabnya ketus.
Aku jadi serba salah, tentu saja aku tak mau ribut menyalahkan dia karena HP-nya selalu sibuk waktu dihubungi, biarlah kesalahan ini kutanggung aja.
"Ya udah, kita lihat saja nanti, kali kali dia bisa nemukan cewek yang cocok disana, aku jemput kamu 10 menit lagi, udah dijalan nih" katanya memutus pembicaraan.

Berempat kami berangkat menjemput kedatangan Piter di Juanda, Aku dan Hari mengendarai Mercy E320 keluaran terbaru sementara Ivan dan Nenny, pacarnya, membawa BMW 520. Untunglah selama perjalanan ke Juanda Hari tidak mengungkit ungkit kegagalanku mendapatkan cewek untuk Piter. Justru Hari banyak bercerita tentang Piter, rupanya mereka adalah sahabat karib sejak sekolah di California, begitu juga dengan Ivan, mereka adalah tiga serangkai yang menjalankan bisnis keluarga mereka masing masing dan sukses. Diusia mereka yang relative muda, awal 30-an, sudah manjadi pengusaha sukses, dan bisa berfoya foya tak perlu menunggu tua. Hubungan mereka bak saudara, sepiring bahkan seranjang bersama, berbagi kesenangan dan kesusahan.

Kami tak perlu menunggu terlalu lama di Juanda, begitu Piter keluar dari pintu kedatangan, mereka langsung berpelukan dan termasuk Nenny yang memberikan ciuman di pipinya. Kedua mobil langsung meluncur ke arah Tretes, berhenti sebentar di Restorant Dewi Sri di Pandaan untuk sekedar mengganjal perut, dan tak lupa membawa bekal karena ntar malam tak perlu keluar Villa mencari makan.

Setelah melewati pasar di depan Hotel Surya mobil belok kanan menyusuri jalan kecil yang hanya cukup untuk 1 mobil, 500 M kemudian tampaklah vila yang dituju, vila milik keluarga Hari. Si penjaga Vila buru buru membuka pintu gerbang dan menutupnya kembali setelah kami berada di dalam, lampu lampu yang tadi Cuma temaram sekarang terang benderang. Hari membawa kami masuk menjelajahi kamar kamar yang ada, semua ada 5 kamar dengan 2 kamar besar, kolam renang berbentuk oval tidak terlalu besar namun indah.

"Oke terserah kalian pilih kamar yang mana, yang jelas aku dan Lily ambil yang depan di sebelah kolam, Pit kamu kamar yang tempo hari kamu pakai aja biar Ivan dan Nenny bisa bulan madu di kamarnya bokap" kata Hari mengatur.
"Sip, gue sih kamar mana aja oke tapi temannya ini nih gimana?" Piter mulai menanyakan.
Aku dan Hari saling berpandangan.
"Van, kita mau hunting kamu terserah deh mau ikut apa nggak" kata Hari pada Ivan dan pacarnya.
"Nggak, disini aja, lagian ada Nenny" jawab Ivan sambil meringis dicubit pacarnya.

Bertiga kami turun menuju ke diskotik di depan Hotel Surya (namanya udah lupa tuh), beberapa cewek berdiri disitu menjajakan diri secara terselubung, beruntunglah aku tidak dalam grup itu, batinku.
Dari satu kelompok ke kelompok lain sepertinya Piter belum mendapatkan yang cocok dengan seleranya.
"Maumu yang gimana sih Van?" Tanya Hari yang sudah capek berkeliling jalan kaki karena lebih praktis daripada naik mobil.
"Ya yang kayak cewekmu itu" jawabnya ringan sambil tetap memelototi satu persatu cewek yang ada disitu.

Jarum jam menunjukkan pukul 21.00, makin banyak cewek yang datang ke diskotik, makin banyak pilihan tapi sepertinya belum ada yang sesuai dengan seleranya. Entah sudah berapa banyak jagung bakar dan bir hitam yang mereka tegak dan tak terhitung lagi batang rokok yang telah berceceran di bawah, tapi sang idaman tak juga kunjung didapat.

Mungkin karena sudah kedinginan dan pasrah atau karena terpaksa akhirnya dia menjatuhkan pilihan pada salah satu gadis yang ada disitu, aku yakin dia terpaksa memilih karena sudah tidak ada pilihan lagi, daripada kedinginan sendirian, maka kamipun kembali ke Vila dengan membawa seorang gadis.

Sesampai di Villa ternyata Ivan dan Nenny sudah masuk ke kamar, sayup sayup kami dengar jeritan kenikmatan Nenny dari dalam kamar, kami hanya tersenyum berpandangan dan langsung masuk ke kamar masing masing. Hari ngomel memaki maki Piter yang terlalu banyak pilihan, sudah berapa jam waktu terbuang percuma, aku makin merasa bersalah. Sebenarnya bisa saja Hari memintaku menemani Piter, berarti mengorbankan diri sendiri, tapi itu tak dilakukannya.

"Kasihan Piter, dia mendapat cewek yang bukan seleranya" kataku pelan sambil melepas sweater dan Jins-ku.
"Emang sih, tapi itu diluar rencana" jawabnya tanpa menyinggung kesalahanku tadi siang.
"Har, aku usul nih, jangan marah ya, janji?" aku memberanikan diri, dia diam menatapku tajam, lalu menganggukkan kepala.
"Piter kan jauh jauh dari Jakarta, sedangkan kamu kan di surabaya, gimana kalo aku temanin Piter malam ini, toh kita bisa ketemu kapan saja, anytime, tapi itu terserah kamu sih" aku memberanikan diri, takut dia tersinggung, tak berani menatapnya.

Hari diam saja memandangku makin tajam, sepertinya ada gejolak di batinnya, entah mempertimbangkan entah marah.
"Lalu aku harus tidur sama cewek kampung itu?" dengan nada tinggi.
Aku diam saja sambil berpura pura sibuk melepas bra-ku, menyesal mengajukan usul. Kupeluk dia dan kucium bibirnya.
"Ya udah, lupakan usulku itu sayang" kataku sambil melepas baju dan celananya, ternyata dia sudah tidak mengenakan celana dalam.
Aku langsung berlutut di depannya, kuraih kejantanannya yang lemas, kuremas dan kukocok sambil menciuminya untuk membangkitkan gairah yang terpendam sejak tadi. Hari meremas remas rambutku ketika aku mulai mengocok dengan mulutku, penisnya yang tidak disunat dengan cepat keluar masuk menerobos bibirku, apalagi ditambah gerakan pantatnya yang seakan mempercepat kocokannya. Mulutku kewalahan menerima gerakan liarnya, tetesan air liur keluar dari celah bibirku.
Kami pindah ke ranjang yang besar, baru kusadari ternyata kamar itu begitu erotis, dikelilingi cermin disepanjang dinding dindingnya, begitu juga atap di atas ranjang, aku bisa melihat pantulan bayanganku telentang pasrah di atas ranjang.

Hari langsung mendatangi selangkanganku, dilepasnya celana dalam ungu transparan yang menutupi kewanitaanku, dia mencium celana dalam itu sebelum melemparnya ke lantai.

Tanpa buang waktu, bibirnya segera mendarat di vaginaku, dikulumnya sambil mempermainkan lidah, klitorisku dipermainkan dengan jari tangannya. Dia menyedot seperti seorang yang kehausan, aku menjerit kaget dan nikmat, dengan cepatnya vaginaku menjadi basah, baik karena ludahnya maupun karena cairan vaginaku sendiri. Jari jari tangannya ikutan menjarah permukaan kewanitaanku, dua jari sudah mengocokku diselingi permainan lidah di klitoris, aku makin menjerit nikmat, tak kuhiraukan apakah jeritanku terdengar dari kamar sebelah, toh mereka juga melakukan hal yang sama.

Aku benar benar dibuatnya kelojotan karena permainan tangan dan oralnya, nikmat sekali, kuremas remas kedua buah dadaku. Berkali kali kutarik rambutnya untuk segera memasukkan penisnya, tapi tak digubris, sepertinya dia menikmati siksaannya.

Tubuhku dibalik pada posisi menungging, aku berharap dia segera melakukannya dengan posisi doggie, tapi kembali kurasakan tangan dan lidahnya yang menyentuh organ kenikmatanku, jeritanku makin keras ketika lidahnya menyentuh anusku, tak kusangka dia melakukan itu meski aku sering malakukan padanya hal yang sama.

"Come on Har, pleeasse" desahku tak tahan menghadapi foreplay-nya, napasku sudah tersengal sengal menahan gejolak birahi.
Aku mendekap bantal erat erat saat kurasakan kepala penisnya mulai mengusap bibir vaginaku, bersiap mendapatkan kenikmatan darinya.
"Aauuwww.. sshit" teriakku kaget ketika tanpa aba aba Hari langsung mendorong masuk penisnya dengan keras dan sekali dorong, meskipun ukurannya tidak terlalu besar, alias rata rata tapi dengan sodokan keras seperti itu tak urung membuatku kaget, sakit bercampur nikmat, semua beraduk menjadi satu. Dia tersenyum penuh kemenangan melihatku menggeliat karena sodokannya.

Dengan tempo tinggi dia langsung mengocok vaginaku tanpa ampun diiringi remasan remasan kuat di buah dadaku. Hari tak mempedulikan jeritanku, justru semakin aku menjerit semakin kuat dia menghentakkan penisnya, berulang kali aku berusaha menahan sodokannya tapi tanganku selalu ditepisnya, sepertinya dia melampiaskan dendam yang sudah lama terpendam.

Suatu permainan kasar yang tidak biasa dia lakukan, lima menit kemudian aku sudah bisa menyesuaikan dengan irama permainannya. Kubalas setiap hentakan dengan hentakan lagi, bahkan aku menggoyang goyangkan pantatku mengimbanginya. Tiba tiba dia menarik penisnya dengan kasar, aku menjerit kecewa.

Dia meninggalkanku turun dari ranjang, sambil menyalakan rokok, dikecilkan lampu kamar hingga meredup dan dibukanya jendela yang ke arah kolam. Pemandangan kota Surabaya terlihat indah di malam hari, diiringi dinginnya udara pegunungan yang menerobos masuk ke kamar. Aku masih belum tahu apa maksudnya, menghentikan permainan yang lagi seru dan membuka jendela, memandang keluar sambil merokok. Kuselimuti tubuhku dengan selimut untuk menahan dinginnya udara malam pegunungan yang menerobos masuk kamar, kudekap Hari dari belakang.

"Kok tiba tiba berhenti sayang" tanyaku manja sambil mengelus elus dadanya manja.
Dia diam, hanya menghembuskan asap rokok kuat kuat keluar. Tubuh telanjangku kupepetkan ke punggungnya, terasa kehangatan yang mengalir, elusanku turun ke perut dan selangkangan, aku kaget, ternyata penisnya basah dan banyak cairan, ketika kucium aroma sperma yang kuat menyengat, ternyata dia menariknya keluar saat orgasme.
"Ih curang, begitu keluar ditarik keluar" protesku sambil menggigit ringan pundaknya.
Dia hanya tertawa terbahak bahak, kami kembali berpelukan di depan jendela yang terbuka, selimut penutup tubuhku sudah jatuh ke lantai, udara dingin berubah menjadi kehangatan pelukan gairah birahi.

"Ntar dilihat orang" bisikku disela sela ciumannya.
"Nggak mereka udah pergi kok, lagian tempat ini terpencil" hiburnya meyakinkanku.
Maka kamipun kembali bercinta di depan jendela yang terbuka dengan pemandangan kelap kelip kota Surabaya, dinginnya angin malam tak mampu mengusir panasnya nafsu kami.

Aku tak bisa mengingat sudah berapa kali orgasme dan berapa babak melayani buasnya nafsu Hari dengan berbagai posisi, meskipun begitu bersemangat tapi kami harus menyerah dengan apa yang namanya capek dan lapar, mungkin terlalu banyak energi yang keluar ketika kami bercinta tadi. Sebenarnya aku masih ingin melanjutkan merengkuh kenikmatan lebih lama, aku sendiri tak tahu, semakin bergairah semakin bersemangat aku bercinta tanpa mengenal lelah, namun Hari sudah menyerah dan minta "Time out", terpaksa aku harus ikutan menunda keinginanku. Akhirnya kami putuskan untuk break dan membuka bekal yang kami bungkus dari Dewi Sri tadi.

Perlahan lahan kami membuka bungkusan di tengah temaram lampu ruang tamu yang sengaja tidak kami besarkan. Dalam waktu singkat ludeslah seekor ayam berpindah ke perut kami berdua didorong setengah botol Aqua, masih menyisakan 2 ekor lagi tapi kami biarkan tetap terbungkus.

Limabelas menit kami beristirahat di ruang tamu, udara dingin mulai terasa menusuk kulit, apalagi aku hanya mengenakan kemeja tipis milik Hari tanpa dilapis jaket, bahkan kakiku tetap telanjang tanpa penutup, hanya kemaja Hari itulah yang menutupi tubuhku hingga ke paha. Begitu juga dengan Hari yang hanya mengenakan celana pendek tipis, kamipun duduk berpelukan menikmati sunyinya malam dipegunungan diiringi suara jangkrik yang jelas terdengar, suasana begitu romantis.

Terbawa suasana, tak lama kemudian kamipun akhirnya berciuman, kuselipkan tanganku ke dalam celana Hari, dia melepas kancing kancing kemejaku dan meremas kedua buah dadaku bergantian. Aku mendesah pelan ketika dia mengulum putingku, kuremas makin keras kejantanannya, segera kami kembali dalam pergulatan penuh nafsu, lupa sudah dimana kami berada.

Hari duduk di sandaran sofa menerima kulumanku pada penisnya, dia mendesah perlahan, mungkin takut terdengar lainnya.
Hari berlutut didepanku, penisnya disapukan sejenak lalu menyodokku dengan keras, seperti sebelumnya, aku hanya menggigit jariku menerima kocokan kerasnya, tak berani bersuara, tangannya ikutan meremas dan memilin ringan putingku, membuatku semakin kepanasan, semakin keras kugigit jariku. Dia tersenyum melihat expresiku yang aku sendiri tak bisa menggambarkan seperti apa, begitu bernafsu dia menggerakkan penisnya keluar masuk vaginaku.

Kurebahkan Hari di atas sofa, langsung kubimbing penisnya memasuki liang kenikmatanku, sama seperti yang dilakukannya padaku tadi, dengan sekali gerakan melesaklah kejantanannya mengisi rongga vaginaku dengan cepat, dia menjerit kaget tanpa sadar, aku hanya tersenyum melihatnya. Sebelum dia sadar, kususul dengan gerakan dan goyangan pantat yang liar tidak beraturan, aku ingin melihatnya terkapar dalam kenikmatan, seperti apa yang telah dilakukannya padaku, lebih mengasyikkan lagi karena dia tidak berani mendesah keras, kunikmati permainan ini. Gerakanku makin menjadi ketika dia mulai meremas remas buah dadaku, kami sadar bahwa permainan ini beresiko tertangkap basah sama lainnya, tapi kami tak peduli, hanya menjaga supaya tidak menimbulkan berisik yang bisa membangunkan macan tidur.

Tiba tiba lampu ruang tamu menyala terang, kami berdua kaget, bersamaan kami menoleh ke arah pintu depan, ternyata Piter sudah berdiri disitu, matanya tertuju pada tubuhku, dalam keadaan kaget kami ternyata hanya terbengong, aku masih di atas Hari dengan penis yang masih tertanam, sementara tangan Hari masih meremas buah dadaku. Celakanya, begitu tersadar bukannya segera menutupi diri tapi langsung memeluk rapat tubuh Hari, maksudnya menutupi tubuhku dari pandangan Piter, tapi justru posisi itu makin membuat pemandangan menjadi lebih erotis.

"Wah curang, kalian bermain begitu hot, tapi aku kamu kasih si mayat hidup" komentar Piter sambil berjalan masuk dan duduk di depan kami.
Aku yang masih di pelukan Hari jadi serba salah, apalagi Piter duduk tepat menghadap kami yang sedang telanjang berpelukan, sepertinya dia sudah biasa, tak ada rasa segan menghadapi kami yang sedang dalam keadaan begini.
"Lho cewek kamu kemana?" Tanya Hari yang masih memelukku.
"Aku pulangin, habis udah hitam nggak bisa ngapa ngapain, untuk apa dilanjutin, aku tadi keluar mau nyari lagi, tapi rupanya nggak ada yang bagus" jawabnya sambil menyalakan rokoknya.
"Iadi kamu belum main toh"
"Nggak ah sayang, mending dikasih ke cewek lain yang cocok, entah kapan dimana"

Tak mungkin kami ngobrol dalam keadaan begini, kuberanikan untuk turun dari tubuh Hari dengan resiko tubuh telanjangku terlihat Piter. Meskipun aku seorang call girl yang terbiasa telanjang di depan laki laki tapi belum pernah aku telanjang dihadapan orang yang tidak mem-booking-ku.

"Wow, suit suit" celetuk Piter melihat tubuhku, langsung kututupi dengan kemeja yang ada di lantai, aku ingin masuk kamar tapi Hari mencegahku dan meminta duduk disampingnya menemani ngobrol dengan Piter, agak segan juga aku karena sudah pasti kemeja tipis itu tak mampu menutupi postur tubuhku, apalagi selangkanganku saat duduk, terpaksa kuturuti kemauan Hari.
Hari tetap telanjang sambil memelukku ketika bicara dengan Piter yang mengeluhkan cewek-nya tadi, pada dasarnya dia kecewa apalagi membandingkan denganku. Ternyata sudah lama dia berada di luar, dia melihat semua yang kami lakukan di kamar tamu, bahkan sesaat dia melihat kami bercinta di depan jendela kamar yang terbuka. Kembali rasa bersalah menyelimutiku.

"Kamu nggak fair Har, masak teman yang jauh disuruh cari sendiri, terang aja nggak bisa, bilang kek kalo kamu nggak bisa nyariin, kan aku nggak perlu jauh jauh terbang hanya untuk ketemu si mayat hidup tadi" Piter mulai protes, aku diam saja, begitu juga Hari, entah apa yang ada dalam benaknya karena apa yang diucapkan Piter meskipun dengan bergurau ada benarnya dan sama dengan usulku tadi, tapi semua itu tergantung pada Hari.

Hari menatapku tapi kualihkan pandanganku ke luar sambil menyalakan rokok yang ada di meja.
"Oke sekarang maumu apa?" Tanya Hari
"Ya cariin aku cewek yang seperti dia dong, kan nggak mungkin aku minta ke Ivan"
"Malam malam begini? ngaco kamu" kata Hari.
"Ya udah selamat bersenang senang deh, aku mau tidur aja biar besok bisa tenang kembali ke Jakarta" kata Piter seraya berdiri meninggalkan kami berdua, sepertinya dia ngambek.

Aku dan Hari terdiam melihat sikap Piter, semua tergantung Hari, namanya orang dibayar aku sih terserah sama yang bayar, lagipula dari segi fisik, umur maupun wajah mereka tak jauh berbeda.
"Ly, kamu keberatan nggak kalo nemenin Piter malam ini" kata Hari dengan suara terbata bata.
"Terserah kamu saja Har, toh kamu yang booking, lagipula apa kata Piter emang ada benarnya" kataku pelan takut membuatnya tersinggung.
"Tapi rasanya aku nggak rela melepasmu ke Piter, kamu nggak akan puas sama dia, aku tahu betul permainannya, mana bisa dia muasin kamu dengan permainan sejam nonstop kayak tadi" bisik Hari.
"Ya terserah saja, kalo kamu nggak rela sama sahabat sendiri ya tungguin saja biar tahu aku lagi diapain " jawabku asal karena sudah kesal sama Hari yang selalu mencari pembenaran tindakannya disamping itu aku juga ingin menebus kesalahanku, tak ada pamrih lain.
"Kamu nggak keberatan aku ikut ndampingi?" tanyanya bego
"Jangan Tanya aku, Tanya sama Piter, mau nggak dia main ditungguin dan dipelototin gitu"
Tanpa menjawab dia langsung menuju ke kamar Piter, aku sendirian kedinginan, kembali kudengar sayup sayup desahan Nenny dan Ivan.
"Oke dia setuju" katanya menggandengku menuju kamar Piter.

Kini ganti aku yang salah tingkah, baru kusadari konsekuensi atas ucapanku tadi, belum pernah aku bercinta ditonton laki laki lain, kalo dilihat bahkan main bertiga dengan dua wanita sih udah sering tapi kali ini keadaannya terbalik, penontonnya adalah Hari, tamu langgananku sendiri.
Aku berhenti di depan pintu kamar Hari, entahlah seolah ada yang menahanku, sepertinya aku belum siap untuk bercinta dihadapan laki laki lain, tapi Piter menyambutku dengan senyuman kemenangan, dia membimbingku ke ranjang diikuti Hari yang sudah mengenakan celana pendeknya, dia langsung duduk di sofa di ujung kamar setelah menyalakan lampu dengan terangnya, seolah ingin melihat dengan jelas bagaimana sobatnya memuaskanku atau ingin melihat bagaimana aku melayani laki laki lain.

Piter langsung melucuti pakaian satu satunya penutup tubuhku, kini aku telanjang dihadapan dua laki laki, belum pernah aku mengalami hal seperti ini, kembali rasa nervous membayangiku.
"Nah ini baru betul, nggak rugi dibelain terbang dari Jakarta" komentarnya sesaat melihat tubuhku yang telanjang duduk di tepi ranjang.
Dia duduk disebelahku, dielusnya punggungku, celotehan pujian terucap setiap kali tangannya bergeser ke bagian lain tubuhku. Tangannya mulai menjelajahi kedua buah bukit di dada, diremasnya dengan gemas sambil menciumi pipi dan leherku, aku menggelinjang geli.

Secara reflek tanganku menjamah selangkangannya, kubuka resliting celananya dan kususupkan tanganku ke dalam, langsung masuk di balik celana dalamnya, ada perasaan aneh ketika tanganku berhasil meraih kejantanannya, ternyata jauh lebih pendek dari punya Hari yang berukuran sedang itu, meskipun besarnya hampir sama, mungkin segenggaman sudah hilang padahal sudah keras menegang.

Aku menggeser tubuhku ke bawah, berlutut di antara kedua kakinya, tak kuhiraukan dinginnya lantai kamar yang menusuk, kulepas celananya bersamaan dengan dia melepas kaos dan jaketnya. Ketika kutarik turun celana dalamnya, mencuatlah kejantanannya, hamper mengenai mukaku, kugenggam dan kuremas remas, begitu kecil rasanya sehingga tak ada sisa dalam genggaman tanganku, bisa dibayangkan sebesar pisang emas yang manis dan mungil. Tak kupedulikan ukuran penis di genggamanku, segera kucium dan kujilati penisnya, tak ada aroma sperma, berarti dia memang tidak sempat melakukan dengan ceweknya tadi, kukulum dan kulumat habis hingga pangkalnya, bukan masalah besar bagiku untuk melumat penis seukuran ini.

Piter mulai mendesis saat kocokanku makin cepat, berulang kali dia memuji permainan oralku yang menurut dia the best, apalagi ketika lidahku menyusuri seluruh daerah sensitif di selangkangannya. Ditariknya tubuhku naik, aku duduk dipangkuannya sambil beradu lidah, tangannya menggerayang di dadaku, terus turun hingga ke vagina, dua jari masuk tapi cepat ditariknya lagi, mungkin dia merasakan sperma Hari yang masih ada di dalam. Dia merebahkan diri sambil menarik tubuhku dalam pelukannya, kamipun saling bergumul penuh nafsu di atas ranjang, bergulingan dan saling memagut. Putting dan kedua bukitku dikulum dan dilumat dengan gemas, wajahnya ditanam dan dijepitkan diantara kedua payudaraku.

Kugenggam erat dan kukocok kejantanannya, kusapukan ke bibir vaginaku tapi dia menolak dan berdiri menuju traveling bag-nya, rupanya dia mengambil kondom dan diserahkan padaku. Dengan gerakan mulut tanpa kesulitan kukenakan kondom bergerigi dan berassesoris itu ke penisnya. Kini dia tak menolak saat kubimbing memasuki liang kenikmatanku, vaginaku yang sejak sore sudah di-obok obok penis Hari yang jauh lebih besar, kini serasa begitu mudah ditembus.

Piter menelungkupkan tubuhnya di atasku, kami saling berpelukan rapat, bibir kami kembali saling melumat seiring dengan gerakan pantatnya turun naik, penisnya sudah keluar masuk vaginaku makin cepat, kini baru terasa pengaruh gerigi dan assesoris yang begitu nikmat menggesek gesek dinding vaginaku, apalagi ketika mutiara di pangkal kondom mengenai klitorisku, membuatku mulai mendesis nikmat, ternyata tak terpengaruh oleh ukuran penisnya.

Sepertinya dia tahu bagaimana bermain dengan kondomnya, seringkali dia memasukkan dalam dalam lalu menekan kuat kemudian menggoyang goyangkan pantatnya, kontan saja aku mendesah nikmat tak tertahan, tubuhku menggeliat enak saat mutiara mutiara itu bergerak liar menggesek klitorisku, ini pengalaman baru bagiku yang belum pernah kualami.

Desahanku semakin keras, terlupa sudah keberadaan Hari di pojok ruangan sedang menonton permainan kami. Bunyi kecipuk cairan vagina dan sperma Hari jelas terdengar saat Piter mengocokku keras, kupeluk tubuhnya yang sudah mulai berkeringat, desahan kami saling bersahutan. Sepintas kulihat Hari ternyata sudah telanjang, mengamati kami sambil meremas remas penisnya, aku sudah tak pedulikan lagi, toh dia sudah menyerahkanku ke Piter.

Kami beralih ke posisi dogie, dia menyetubuhiku dari belakang, kugeser tubuhku tepat menghadap Hari, tanpa kusadari secara demonstratif ingin kutunjukkan pada Hari beginilah caraku melayani laki laki lain. Ternyata posisi dari belakang tidaklah senikmat dari depan, mungkin karena mutiara mutiara itu tidak bisa mengenai klitorisku, semakin cepat Piter mengocokku, serasa hanya berlarian di dalam vaginaku.

Tanpa permisi, kutarik keluar penisnya, kudorong dia telentang di ranjang, aku mengambil posisi di atas. Pinggulku langsung bergoyang lincah begitu penisnya tertanam ke dalam, dengan posisi ini aku bisa leluasa mencari posisi sudut yang kurasakan paling nikmat, dimana mutiara mutiara itu bisa menggesek dan bergerak liar pada klitoris. Aku benar benar terbuai hingga tersadar ketika kurasakan pelukan dan remasan buah dada dari belakang, ternyata Hari sudah berada dibelakangku.

"Kamu memang membuatku tak tahan dan aku benar benar cemburu" bisiknya sambil menciumi telinga dan tengkukku.
Gerakanku terganggu ciumannya, sesaat aku berhenti, konsentrasiku terpecah antara Piter di bawah dan Hari di atas, apalagi Piter tak mau gerakanku terhenti, kini dia yang mengocokku dari bawah, sungguh aku dibuatnya kewalahan mendapat rangsangan dari dua arah yang berbeda, tubuhkupun menggeliat tak karuan dan meledaklah jeritanku, entah jeritan kenikmatan atau kegelian, yang jelas keduanya sama enaknya.

Beberapa menit kulalui dengan segala "Kerepotan", dikeroyok dua orang sekaligus yang sama sama tidak mau mengalah, masing masing ingin membuktikan dialah yang terbaik, akibatnya aku yang jadi korban ajang pembuktian mereka. Belum pernah kualami keroyokan macam ini, ternyata cukup merepotkan, apalagi ada tuntutan untuk memuaskan mereka berdua, ini pengalaman baru bagiku.

Perlahan aku mulai bisa menyesuaikan dengan kedua rangsangan yang ada, pinggulku mulai bisa bergoyang seraya berciuman dengan Hari. Baru sekarang kurasakan sensasi yang hebat bermain bertiga, biasanya akulah yang mengeroyok laki laki, kini aku dikeroyok laki laki, pengalaman pertama yang tak pernah terlintas dalam fantasiku sekalipun. Bahkan ketika Hari beranjak ke depanku, menyodorkan kejantanannya di saat aku masih di atas Piter, tanpa ragu segera kulumat dan kukulum dengan bibirku, sensasinya sungguh luar biasa mendapat kocokan atas bawah sekaligus, apalagi mutiara itu selalu menggesek klitoris dengan liar tanpa ampun.

Mungkin karena sensasi yang terlalu berlebihan, aku tak bisa menahan lebih lama lagi, dan meledaklah teriakan orgasme tanpa bisa kubendung, segera kukeluarkan penis Hari dari mulutku, takut tergigit tanpa sengaja, berganti dengan kocokan tangan yang cepat. Tubuhku menegang dalam remasan Piter yang justru makin meningkatkan tempo kocokannya di vagina. Hari memaksakan memasukkan penisnya kembali ke mulutku tapi aku menolak, hanya kusapukan ke wajahku. Teriakan orgasme kembali terdengar, kali ini dari Piter, kurasakan denyutan sangat kuat di vaginaku membuat aku ikutan menjerit nikmat dan kuremas makin kuat penis di genggamanku.

Tubuhku langsung lemas dan terkulai dalam dekapan Piter yang langsung menyambutku dengan pelukan, napas kami menyatu dalam pacuan tak berirama, kurasakan penis Piter sudah terlepas dari liangku. Hari yang kutinggalkan sesaat ternyata sudah bergeser diantara kaki kami, aku menoleh protes saat kurasakan penisnya menyapu vaginaku.
"Har, pleass aku istirahat dulu" aku menghiba, tapi dia menyodokkan penisnya sebagai jawabannya.
Gila dia, masak mau menyetubuhiku dari belakang saat aku masih dalam pelukan sahabatnya, pikirku.

Kembali aku terdongak merasakan penisnya yang menerobos masuk mengisi liang basah kenikmatanku, terasa nikmat yang aneh setelah merasakan penis Piter, padahal sejam yang lalu penis itu telah meng-aduk aduk vaginaku tapi kali ini lain rasanya, aku diselimuti sensasi yang erotis, dalam waktu kurang semenit kurasakan 2 penis yang berbeda, biasanya ini kualami dalam kurun sekitar satu jam, tapi ini secara simultan, akupun mendesah dan menggeliat dalam pelukan Piter yang semakin erat mendekapku.

Aku tak menyangka sama sekali bahwa begitu nikmat bercinta keroyokan seperti ini, meskipun membutuhkan stamina yang lebih, pantesan banyak laki laki yang ingin dikeroyok dan diladeni 2 atau lebih cewek sekaligus. Penis Hari makin dalam dan cepat menghunjam di vaginaku, akupun tak mau terhanyut lebih lama dalam irama permainannya, maka kuangkat tubuhku melepaskan diri dari pelukan Piter, posisi tubuhku seperti merangkak, dan akupun bisa mengimbangi irama kocokannya dengan ikutan menggoyangkan pantatku.

Ternyata posisi tubuhku membuat Piter jadi lebih leluasa berkreasi, buah dadaku yang bergoyang goyang indah karena kocokan Hari langsung mendapat kuluman darinya, aku menjerit kaget tak menyangka mendapat rangsangan sekaligus seperti ini, desahanku kembali memenuhi kamar dingin yang sudah membara terbakar nafsu kami. Berulang kali kuluman Piter terlepas saat Hari menyodokku keras, tapi dengan sabar dia meraih dan mengulumnya lagi.

Piter menggeser tubuhnya keluar dari kungkunganku, dia duduk selonjor, penisnya tepat di mukaku, segera kuraih, kulepas kondomnya dan kumasukkan ke mulutku, tak kuhiraukan lagi aroma sperma yang menusuk. Meskipun kocokan Hari cukup keras menghantam vaginaku, tapi dengan ukuran penis Piter yang mini aku masih bisa mempermainkannya dengan mulut dan lidahku, konsentrasiku sudah mulai terbiasa terbagi diantara dua kenikmatan.

Terbersit kebanggaan bisa membuat dua laki laki mengerang kenikmatan dalam waktu bersamaan, gerakanku kepala dan pantatku semakin liar, aku ingin mengendalikan permainan ini meskipun dikeroyok, desahan kami bertiga saling bersautan membentuk simponi nafsu yang indah. Hari memang tipe laki laki penikmat sex, belum ada tanda tanda dia segera mengakhiri, justru Piterlah yang untuk kedua kalinya menggapai orgasme lebih dulu. Kumasukkan semua penisnya saat kulihat tanda tanda orgasme darinya, maka keluarlah sperma yang tidak banyak, mungkin hanya tetesan tetesan sisa yang ada, penisnya berdenyut lemah dalam mulutku, Piter yang tidak menyangka mendapatkan servis seperti itu berteriak kaget, apalagi saat kupermainkan lidahku di penisnya yang sedang berdenyut.

Kocokan Hari tidak berkurang apalagi berhenti, justru dia lalu memintaku telentang, dan kamipun kembali bercinta one on one lebih bergairah meskipun sensasinya tak mengalahkan two in one. Giliran Piter yang menonton kami disampingku, sambil tangannya mengusap dan meremas buah dadaku. Saat kujepit pinggang Hari dengan kedua kakiku hingga penisnya makin dalam
melesak, Piter menuntun tanganku ke penisnya yang lemas lunglai, kuremas remas sambil merasakan kocokan Hari yang makin tidak beraturan. Aku hanya menjaga supaya tidak orgasme terlebih dahulu, kalau ini terjadi maka seluruh ototku langsung lemas dan tidak mampu lagi melanjutkan permainan yang mengasyikkan ini, kuingin mereguk kenikmatan lebih dari mereka berdua, terlalu sayang untuk dilewatkan dengan cepat, meskipun sebenarnya sudah cukup lama berlangsung, tapi sepertinya tak ada kata puas.

Aku harus mengagumi kondisi Piter, meskipun penisnya kecil tapi begitu cepat recovery, tak lama dalam genggamanku dia sudah bisa tegak kembali, siap tempur. Dia turun dari ranjang, mengeluakan kondom yang bentuknya berbeda dengan sebelumnya, ada seperti kepala anjing di ujung dan rambut rambut pada pangkalnya, dari pengalamanku bentuk kondom memang sangat banyak variasinya, sebenarnya kesemua itu hanya untuk memuaskan kaum wanita, rupanya dia sudah mempersiapkan segalanya, tinggal menunggu giliran. Rupanya dia tidak perlu menunggu terlalu lama ketika Hari memberinya kesempatan sebelum dia orgasme, aku
tahu trik dia, pasti sudah mau orgasme makanya buru buru mencabut keluar, aku hanya tersenyum melihat tingkah lakunya.

Penis besar berganti penis kecil berkondom unik mengisi vaginaku, tak kurasakan ke-unikan saat Piter mendorong masuk penisnya, biasa saja, tapi begitu semua penisnya masuk semua barulah kurasakan kepala anjingnya menusuk vagian dalam vagina dan bulu bulunya menggelitik klitoris. Ketika dia mulai mengocok, barulah kurasakan sensasi keunikan yang sesungguhnya
yang membuatku mendesah kelojotan dalam kenikmatan. Hari duduk di tepi ranjang sambil mengusap usap buah dadaku, membuatku semakin terbakar birahi, apalagi saat dia mengulum dan lidahnya menari nari di putingku.
Kuraih penisnya dan kubalas dengan remasan kuat, Piter semakin cepat menancapkan penisnya, kepala anjingnya terasa makin dalam menyundul rahimku, apalagi ketika dia menekan kuat ke selangkanganku, antara sakit dan nikmat bercampur menjadi satu.
Hari mengganjal kepalaku dengan bantal lalu memasukkan penisnya ke mulutku yang sedang terbuka mendesah dalam nikmat, dia langsung mengocok begitu penisnya masuk ke mulutku, kembali aku mendapat dua kocokan yang bersamaan dengan posisi kebalikan.

Akhirnya pertahananku runtuh juga dikeroyok secara bersamaan, meledaklah jeritan kenikmatanku, kujepit Piter dengan pahaku erat erat dan kuremas penis Hari, tubuhku mengejang kaku, suatu orgasme yang menjebol segala dinding dinding pertahanan dan menerbangkan semua energi yang tersisa, beruntung Piter menyusulku beberapa detik kemudian, kepala anjing itu serasa membesar di vaginaku, aku memejamkan mata dan menggigit bibir bawah, tak mampu lagi meneriakkan kenikmatan yang teramat nikmat.

Piter langsung mencabut penisnya begitu denyutan berakhir, melepas kondom lalu menumpahkan isinya di perutku sambil mengusapkan penisnya di selangkanganku. Masih tersisa satu penis di tanganku, tanpa menunggu lagi Hari langsung mengocok mulutku dengan cepat, tubuhku yang berada di bawah kangkangan kakinya tak mampu menghindar, hanya pasrah menerima. Beberapa menit kemudian aku berhasil melaksanakan tugasku, Hari menyemprotkan spermanya memenuhi mulutku, sebagian tertelan sebagian menetes keluar dari celah celah bibirku, lalu dia menyapukannya ke wajahku dengan senyum penuh kepuasan.

Kedua laki laki itu lalu menggeletak di sampingku, napas kami masih tersengal, baru sekarang kurasakan betapa letihnya aku, entah sudah berapa jam mulai di kamar Hari tadi, sama sekali aku tak menyangka mengalami pengalaman seperti ini, ternyata kenikmatannya jauh lebih mengasyikkan. Akhirnya akupun terdidur dalam pelukan kedua laki laki ini, membawa sejuta kenikmatan dan kenangan, kubiarkan sperma yang ada di vagina dan tubuhku seakan tak mau terbangun dari mimpi.

Keesokan harinya aku terbangun kesiangan, matahari sudah tinggi, sinarnya yang menerobos jendela menyilaukan pandangan mataku yang baru terbuka, kulihat Hari dan Piter masih tertidur di sampingku, kaki kanan Hari menumpang kakiku sedang tangan Piter masih memelukku, perlahan kusingkirkan dan aku beranjak ke kamar mandi.

Kehangatan air dari shower menyegarkan tubuhku, terasa segar dan mengembalikan kebugaran, mengusir semua kelelahan yang ada, kupejamkan mata relax, entah berapa lama aku berendam dalam bathtub, ketika kusadari ternyata Hari dan Piter sudah berdiri menghadapku, masih telanjang.
"Hai, kamu bikin aku kaget saja"
"Habis kamu sepertinya asik banget" kata Hari lansung menyusulku masuk ke bathtub, diikuti Piter, air bathtub meluber keluar.
"Sini aku mandiin" kata Piter yang posisinya di belakangku seraya mengambil busa dan sabun, digosoknya punggungku sambil tangannya meraba raba bagian dadaku.

Hari yang posisinya berhadapan di depanku ikutan meraba bagian yang sama, empat tangan menjamah kedua buah dadaku. Kuraih penis Hari dan mengocoknya dalam hangatnya air, ciuman Piter dari belakang menjelajah telinga, tengkuk dan punggung, aku menggeliat geli. Hari menarikku dalam pangkuannya, sesaat kemudian penisnya sudah berada dalam hangatnya vaginaku. Air beriak keras makin meluber saat aku mulai mengocoknya, kami mulai saling mendesah, Piter keluar dari bathtub dan berdiri disampingku menyodorkan penisnya ke mulut, kusambut dengan jilatan dan kuluman yang membuat kami mendesah berbarengan. Aku sangat menikmati permainan bertiga ini, makanya kukerahkan segala kemampuanku untuk meraih kenikmatan demi kenikmatan.

Piter memegang kepalaku dan mengocoknya dengan cepat sementara pantatku juga bergoyang di atas kejantanan Hari. Tak kusangka permainan bertiga di kamar mandi di pagi hari membuatku lebih cepat melayang, dan akupun mencapai puncak kenikmatan terlebih dahulu, kali ini tak kukeluarkan penis Piter dari mulutku, aku hanya menahannya di dalam, suatu percobaan apakah aku bisa menanganinya tanpa gigitan, dan aku berhasil melalui puncak dengan penis di mulut.

Hari memintaku doggie, tapi sebelum dia sempat pada posisinya, Piter sudah mendahului memegang pantatku.
"Aku ingin merasakannya tanpa kondom, sebelum kamu mencemarinya, oke?" katanya sambil menyapukan penisnya.
Aku sih terserah saja siapa yang melakukannya, tapi dengan Piter tanpa kondom uniknya, aku bisa memperkirakan berkurangnya kenikmatan apalagi setelah penis Hari mendahuluinya. Perkiraanku benar, penis Piter serasa meluncur begitu saja dalam vaginaku, jauh dari nikmat, masih lebih nikmat kocokan dua jari yang bisa berputar putar di dalam, apalagi dibandingkan dengan Hari.

Untunglah Hari membantu rangsanganku, tubuhnya berada di bawahku yang nungging menghadap dinding kamar mandi, dikulumnya buah dadaku yang menggantung berayun ayun di depannya, inilah yang membuatku mendesah desah. Hari memegangi tubuhku, kami saling berpelukan dan berciuman, sementara Piter masih asik mengocokku dengan sodokan sodokan kerasnya dari belakang, tapi apalah artinya untuk ukuran penisnya, bahkan lebih sering terlepas karena terganjal pantatku. Mereka membalik posisiku, aku berpelukan dengan Piter dan ganti Hari mengocokku dari belakang, barulah kini kurasakan nikmatnya. Beberapa kali posisiku berbalik mondar mandir seperti itu, aku sudah tak peduli lagi siapa yang akan memenuhi vaginaku dengan spermanya terlebih dahulu.

Mereka menuntunku keluar dari bathtub, aku kira mereka mau melanjutkan di ranjang seperti tadi malam tapi aku keliru, justru mereka memintaku jongokok, dua penis yang berbeda ukuran dan dalam keadaan tegang telah siap di depan mulutku, kuraih keduanya dan bergantian aku kulum penuh gairah. Piter mengisi mulutku dengan spermanya tak lama kemudian, kutelan habis tanpa ada sisa, lalu kusapukan ke wajahku, dia langsung mandi setelah itu. Giliranku membuat Hari orgasme, cukup lama mulutku mengocoknya hingga terasa pegal. Akhirnya dia menyemprotkan spermanya di wajahku, dan diusapkan ke seluruh mukaku, berakhir dengan kuluman membersihan, kujilati dan kutelan sisa sisa sperma yang masih menempel di penisnya hingga bersih.
Inilah sarapan pertamaku di Tretes, dua macam sperma yang berbeda rasa dan aroma.

Hanya mencuci muka membersihkan wajahku, dan tanpa mandi lagi kukenakan kemeja Hari tadi malam karena setelah ini kami berencana menyusul Ivan dan Nenny ke kolam renang. Bersamaan kami keluar dari kamar Piter, ternyata terpergok Ivan dan Nenny yang sedang menuju kamarnya.
"Eh kok kalian bertiga keluar dari kamar Piter, baru bangun lagi siang siang begini dan kemana si cewek kampung itu?" Tanya Nenny.
Kami hanya diam tersenyum tanpa menjawab, tapi kulihat mata Ivan yang menatapku dengan tatapan aneh, mungkin dia menebak apa yang telah kami lakukan.

Karena aku memang tidak siap untuk berenang, maka terpaksa kupakai bikini yang semi transparan untuk berenang, toh mereka sudah tahu isi tubuhku, untuk apa ditutupi lagi, bagitu pikirku tanpa mengingat bahwa masih ada Ivan dan pacarnya. Lebih dari satu jam kami berenang dan bermain di kolam, Ivan dan pacarnya kembali ikutan bergabung dengan kami, sering kulihat tatapan nakal Ivan yang mengarah ke tubuhku, apalagi hanya mengenakan bra semi transparan yang bisa menggambarkan apa dibaliknya.
"Piter sudah cerita apa yang terjadi tadi malam, kapan kapan aku ingin mencobanya, tapi yang jelas bukan sekarang" katanya pada suatu kesempatan di pinggir kolam yang jauh dari pacarnya.

Sehabis makan siang, Hari mengajakku ke kamarnya, disusul Piter. Terjadilah adegan ulangan tadi malam, aku melayani mereka dengan penuh kenikmatan, kami lakukan tidak hanya diranjang bahkan di kursi dan di atas meja seperti santapan penutup makan siang. Hampir tanpa istirahat aku melayaninya hingga sore, kami hanya keluar kamar untuk makan malam, setelah itu melanjutkan lagi sampai keesokan paginya, terlupakan sudah keberadaan Ivan dengan pacarnya. Dengan penuh semangat kuhadapi mereka berdua, baik secara sendiri sendiri, bergantian maupun bersamaan.

Aku paling menyukai ketika mereka bersamaan mengulum putingku atau saat dimana satu mengulum puting dan satunya menjilati vagina bersamaan, sensasinya sungguh luar biasa, tentu hal ini tak bisa dilakukan kalau hanya bermain dengan satu orang. Dan juga ketika kami bercinta bertiga di pinggiran kolam di tengah dinginnya malam udara Tretes beratapkan langit yang berbintang cerah, suatu moment yang tak didapat setiap saat. Aku yakin Ivan dan Nenny sudah tahu apa yang kami lakukan selama di kamar bertiga, tapi tentu saja mereka tak tahu detilnya.

Setelah menghabiskan segala nafsu selama 3 hari 2 malam, sorenya kamipun kembali meluncur ke Surabaya, mengejar flight terakhir. Piter ingin melanjutkan lagi di Surabaya tapi pekerjaannya menuntut dia berada di Jakarta esoknya. Perjalanan Tretes-Juanda terasa begitu cepat meski kecepatan kami tidak lebih dari 60 km/jam, tapi mulutku terpaksa bekerja sangat keras. Bergantian aku melakukan oral pada mereka di jok belakang New Eyes, masing masing mendapatkan satu kali orgasme dengan semua sperma keluar di mulutku. Kalau saja tidak diingatkan Hari, Piter sudah minta jatah lagi, karena mobil sudah keluar dari tol, terlalu beresiko kalau melakukan di jalanan umum meskipun kaca film-nya tidak tembus pandang.

Kami mengantar hingga di depan Pintu Keberangkatan, aku berharap tak ada orang yang memperhatikanku karena mungkin masih ada sisa sisa sperma di wajah atau rambutku. Setelah mendapat ciuman perpisahan dari aku dan Nenny dia masuk.
"Thanks atas segalanya, kita lakukan lagi lain waktu, aku akan sering ke Surabaya" bisiknya ketika aku menciumnya.

Kamipun berpisah ke mobil masing masing, Ivan dengan pacarnya entah kemana lagi, sedangkan Hari mengantarku ke tempat kost.
"Ivan ngajak kita main bertiga seperti kemarin, entah besok entah lusa, di Surabaya aja, nggak perlu jauh jauh dan nggak usah nginap, kita lakukan di jam kerja" kata Hari ketika kami meluncur di jalan.
Aku yang udah merasakan nikmatnya bermain bertiga tentu saja menyambut gembira tawaran ini, tapi tentu saja aku harus bertindak professional.

"Terserah, tapi jangan mendadak" jawabku meng-iyakan, asal nego-nya cocok, lanjutku dalam hati.
Sebelum sampai di tempat Kost, HP-ku berbunyi, dari Koh Toni.
"Aduuh susah banget dihubungi" katanya tanpa basa basi, memang selama di Tretes HP-ku sengaja kumatikan agar tidak mengganggu.
"Sorry Koh, nggak ada sinyal, ini baru sampai, belum juga mandi" jawabku bohong, Hari hanya memandangku sambil tersenyum. Dia pasti sudah tahu siapa yang menelepon.
"Ya udah langsung saja ke Shangri La, Pak Tio udah nunggu tuh, dia kemarin sama sekali nggak puas dengan cewek yang di dapat dari GM-mu itu, minta aku carikan lagi, untung kamu udah datang" kata Koh Toni mendesakku.
"Tapi aku masih capek Koh, besok aja gimana, aku janji deh" bujukku karena aku masih capek setelah 3 hari melayani Hari dan Piter, paling tidak perlu semalam istirahat.
"Ly, please tolong aku, aku nggak mau ngecewain Pak Tio dua kali, please temanin dia malam ini, ayo dong sayang" Koh Toni memelas.
Aku diam sejenak, rasa capek masih terasa.
"Oke deh, demi Koh Toni" akhirnya aku mengalah demi kepuasan tamuku dan yang pasti juga demi uang.
"Gitu dong, aku tunggu di kamar ya sekarang" katanya seraya menutup HP-nya.
"Har, jangan marah ya" kataku nggak enak sama Hari yang masih menyetir.
"Nggak dong, masa gitu aja marah" jawabnya santai, tentu saja dia nggak boleh marah meskipun ada nada cemburu pada jawabannya, toh dia tahu siapa aku.
"Turunin aku di Pom Bensin depan itu deh" pintaku.
"Nggak usah ragu, kamu mau kemana, aku antar deh sekalian pulang, asal jangan minta di antar kembali ke Airport" jawabnya enteng.
"Shangri La" jawabku, berarti memang sejalan.
Akhirnya malam itu hingga pagi aku menemani Pak Tio, berpindah dari satu ranjang ke ranjang lain, dari pelukan satu laki laki ke laki laki lain, itulah perjalanan hidupku.

Pengalaman pertama melayani 2 tamu sekaligus ternyata tidaklah seseram yang kubayangkan, justru semakin membuatku ingin mencoba lagi dan lagi. Sensasi yang kudapat sungguh luar biasa, berbeda kalau melayani tamu dengan gadis lain. Kutekatkan keberanianku untuk tidak menolak permainan bertiga seperti ini.

Hingga cerita ini dibuat, permainan bertiga dengan Hari dan Ivan tidak pernah terjadi.

Tamat